Salah satu penyimpangan aqidah yang menimpa kaum muslimin adalah sikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam mencintai Rasulullah saw. Mereka menyangka bahwa sikap ghuluw adalah sifat yang terpuji namun mereka lupa atau bahkan tidak tahu bahwa sifat ghuluw adalah sifat yang tercela. Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah bersabda :
“Hati-hatilah kalian terhadap perbuatan ghuluw di dalam agama karena sesungguhnya hancurnya orang-orang sebelum kalian dikarenakan sikap ghuluw di dalam beragama” (HR. Ahmad (1/215;347), Ibnu Majah (2/1008) dan An Nasa’I (5/268) .Shahih atas syarat Muslim).
Penyimpangan aqidah ummat ini yang berkaitan dengan sifat ghuluw kepada Rasulullah saw yang paling menonjol dan paling banyak yang terkena pengaruhnya adalah pemahaman Nur Muhammad atau hakikat Muhammadiyah, dimana paham ini banyak dipopulerkan dan dipropagandakan oleh kaum sufi atau pengikut tarekat.
Inti Pemahaman Nur (Cahaya) Muhammad atau Hakikat Muhammadiyah bahwa Nur (Cahaya) Rasulullah saw adalah mahluk yang pertama sebelum adanya alam semesta ini dan dari Nur tersebut diciptakanlah seluruh mahluk yaitu langit-langit, bumi, malaikat, manusia, bintang-bintang, jin dan lain-lain.
Berikut ini sebagian perkataan kaum sufi tentang nur atau hakikat Muhammad :
1“Allah adalah Dzat alam yang ada (Dzatul maujudat), maka Allah menjadikan Nur Muhammad sebagai mahluk pertama. Lalu dari dia (dari nur Muhammad), muncul makhluk semuanya, dan dialah (Rasulullah) yang mutajalli di atas ‘arsy- dengan kata lain- Nabi Muhammad itu Tuhan yang dikecilkan (dalam bentuk kecil) dan kepada dialah, kejadian segala makhluk bertumpu kepadanya”. Inilah pendapat Ibnu Arabi dengan paham Wihdatul Wujudnya. (Lihat: Kitab At Ta’liqat ‘ala Fushush Al Hikam li Abi al ‘Alaai ‘Afifi (2/320-321))
2.“Nur Muhammmad adalah awal yang ada dan dialah semulia-mulia makhluk, dan karena dialah Allah menciptakan alam seluruhnya (tanpa dijelaskan alam dibuat dari nurnya ataukah bukan”). (Lihat. At Ta’rifat hal. 90)
3.“Akal yang pertama (akal kreator) dinasabkan kepada Muhammad. Karenanya Allah menciptakan Jibril di waktu terdahulu. Maka Muhammad adalah bapak bagi Jibril dan merupakan asal dari seluruh alam semesta ini”. (Lihat Al Insan Al Kamil hal.4)
Jika kita meneliti tentang faham Nur Muhammad ini maka kita akan sampai pada kesimpulan bahwa : Pemahaman ini diadopsi dari pemahaman filsafat Yunani (Platonisme) yaitu bahwa awal penciptaan itu adalah haba’ /debu (atom) dan yang pertama-tama wujud adalah akal kreator atau akal fa’al. Dan dari akal kreator ini tumbuh alam atas, langit-langit, kemudian alam bawah dan seterusnya.(Lihat Al Fikr Ash Shufi hal 116-117)
Dalil-dalil Kaum Sufi untuk mendukung paham Nur atau Hakikat Muhammadiyah adalah : Hadits pertama :
كُنْتَ نَبِيَّا وَ آدَمَ بَينَ الْمَاءِ وَالطِّيــْنِ
“Aku sudah menjadi Nabi dan Adam (masih berwujud) antara air dan tanah“
Hadits Kedua :
لَوْلاكَ لمَاَ خَلَقْتُ اْلأَفْلاَكَ
“Jika bukan karena kamu (Muhammad), Kami tidak (akan) menciptakan alam semesta”
Hadits Ketiga :
عَنْ مَيْسَرَةَ الْفَجْرِ قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ مَتَى كُتِبْتَ نَبِيًّا قَالَ : وآدَمُ عَلَيْهِ السَّلاَم بَيْنَ الرُّوحِ وَالْجَسَدِ
Dari Maisarah Al Fajri, ia berkata : “Saya bertanya, Ya Rasulullah saw, kapan anda ditetapkan menjadi Nabi ?” Jawab Rasulullah saw : “Tatkala Adam عليه السلام antara Ruh dan Jasad “
Hadits keempat :
ِإنَّ اللهَ خَلَقَ قَبــْلَ اْلأَشْيَاءِ نُوْرَ نَبِيِّكَ مِنْ نُوْرِهِ
“Sesungguhnya Allah menciptakan Nur Nabimu dari Nur-Nya sebelum menciptakan segala sesuatu“ Bantahan terhadap paham Nur atau Hakikat Muhammadiyah Dan Syubhat-syubhatnya Hadits Pertama adalah hadits Mau’dhu (palsu) sebagaimana disebutkan oleh Imam As-Suyuthi dalam Dzailu’l Ahaditsi’l Maudhu’ah hal 203, yang dikutip dari Ibnu Taimiyah dan beliau menyetujuinya. Berkata Ibnu Taimiyah رحمه الله:“Haditsnya tidak ada sumbernya dari Naql (syara’) dan tidak juga dari akal dan tidak seorangpun dari para Muhadditsin (ahli hadits) yang menyebutkannya”. (Lihat Silsilatu Al Ahadits Ad Dha’ifah wa Al Maudhu’ah 1:302).
Hadits Kedua adalah palsu sebagaimana yang dikatakan oleh Ash-Shaghani dalam Al Ahadits Al Maudhu’ah hal.7, As Suyuthi dalam Al-Laali(1/272); berkata Syaikh Al-Albani رحمه الله: “Saya tidak ragu lagi bahwa hadits tersebut lemah. Dan cukuplah sebagai dalil tentang kelemahananya karena Ad Dailami bersendirian dalam meriwayatkannya.” (Lihat Silsilatu Al Ahadits Ad Dha’ifah wa Al Maudhu’ah 1:282)
Selain itu matan (redaksi) dari pada hadits ini batil/sangat rusak, dikarenakan hadits ini bermakna bahwa Allah سبحانه وتعالى bergantung kepada makhluk-Nya (Rasulullah) padahal Allah سبحانه وتعالى tidak bergantung dan tidak membutuhkan pertolongan mahluk-Nya karena Allah adalah Dzat Yang Maha Sempurna dan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sebagaimana Firman Allah سبحانه وتعالى yang artinya :
Dan jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya melainkan Dia Sendiri, dan Jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.” (Al An’am :17)
Allah menafikan (meniadakan) sifat-sifat seperti Jabbar (Yang Maha Kuasa) dari Rasulullah saw, sebagaimana firman-Nya :
لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَـيْطِرٍ الغاشية :22
“Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.” (QS. Al-Ghosyiyah:22)
Rasulullah saw bersabda :
لاَ تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنــــَا عَبـْدُهُ فَقُولُوا عَبـْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ رواه البخاري
“Janganlah kalian semua melebih-lebihkan aku seperti orang-orang Nasrani melebih-lebihkan Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku ini adalah hamba-Nya maka katakanlah hamba Allah dan utusan-Nya” (HR. Bukhari)
Makna hadits tersebut juga bertentangan pula dengan Firman Allah سبحانه وتعالى bahwa tujuan penciptaan manusia dan jin adalah untuk beribadah kepada Allah Ta’ala semata dan bukan karena Rasulullah saw sebagaimana firman Allah سبحانه وتعالى :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ الذاريات :56
“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”.(QS. Adz Dzaariyat:56)
Hadits Ketiga adalah Shahih, Dikeluarkan olah Imam Ahmad dalam Musnadnya (5:59) dan dikeluarkan pula oleh Imam Hakim dalam Mustadrak (2:608-609) dan beliau berkata : “Sanadnya shahih”.
Berkata Syekhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Fatawa 8:282-283 : Banyak kaum muslimin salah dalam memahami sabda Nabi ini, maka orang-orang mengira bahwasanya Dzat Nabi Muhammad saw dan Kenabian beliau telah ada ketika itu (ketika Adam antara Ruh dan Jasad). Dan ini sesungguhnya merupakan kebodohan karena sesungguhnya Allah سبحانه وتعالى hanyalah memberitakan kenabian kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم pada tahun ke-40 dari umurnya. Sebagaimana firman Allah سبحانه وتعالى yang artinya : “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui.” (QS. Yusuf:3)
Dan barang siapa yang mengatakan bahwa Nabi saw telah diberikan kenabian sebelum diturunkan wahyu kepadanya maka dia telah kafir menurut kesepakatan kaum muslimin. Adapun makna hadits tersebut : “Allah saw telah mencatat kenabian beliau dan menampakkan kenabian tersebut sebelum ia menciptakan jasad Adam عليه السلام dan sebelum ia meniupkan ruh ke dalam jasad tersebut sebagaimana ia mengabarkan bahwa ia telah mencatatkan rezki setiap janin, demikian pula ajal, amal, kebahagiaan dan kesengsaraannya sebelum Allah سبحانه وتعالى menciptakan jasadnya dan meniupkan ruh ke dalam jasadnya.” (Lihat Mahabbatul Rasul bainal I’ttiba’ wal Ibtida’ hal. 185-186)
Hadits Keempat adalah palsu. Hadits ini berisi kebohongan karena tidak ada asalnya dan tidak benar bila dinasabkan/ disandarkan kepada Abdur Razaq (dianggap sebagai perawi hadits ini), dan hadist ini tidak diriwayatkan oleh para ulama yang dipegangi (diakui) dan tidak terdapat dalam kitab-kitab sunnah yang dipegangi. (Lihat Risalah An Nur Al Muhammadi hal 46-53)
Dan hadits ini bertentangan dengan sabda Rasulullah saw :
إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللهُ الْقَلَمَ رواه أبو داود
“Yang awal kali diciptakan Allah adalah Al Qalam” (HSR Abu Daud)
Salawat dan salam atas junjungan kita Rasulullah صلى الله عليه وسلم, para shahabat beliau dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka.
Abu Mujahidah bin Manshur