Telah datang sebuah riwayat dari Abdul wahhab ibn al mubarak al hafidhz dari beberapa periwayat yang jalurnya sampai pada Zur’ah Ibn Ibrahim, bahwa telah datang seorang pemuda menemui Umar Radhiallahu ‘anhu, kemudian ia berkata kepadanya,:” Sesungguhnya aku memiliki seorang ibu yang sudah renta, bahwa ibuku ini tidaklah pernah sekalipun ketika membutuhkan sesuatu kecuali aku telah mempersiapkan punggungku sebagai tunggangannya, aku juga membantunya bersuci (dari hadas atau najis) sambil memalingkan wajahku darinya. Apakah dengan ini aku telah menunaikan kewajibanku yang menjadi haknya?” Umar pun menjawab:”tidak.” Pemuda itu berkata:” bukankah aku telah menggendongnya di atas punggungku, dan aku telah mengabdikan jiwaku untuknya?!.” Umar kemudian menjawab,:” Duhai pemuda, apa yang telah engkau lakukan itu juga telah dilakukan oleh ibumu. Akan tetapi, Ia melakukannya untukmu dengan berharap akan keberadaanmu, sedangkan engkau melakukannya dengan berharap bisa segera berpisah darinya.” (Ibn al Jauzi dalam bukunya Al birr wa al silah, jilid 1, hal 39)

Sudah menjadi keniscayaan bagi mereka yang berakal yaitu berusaha membalas kebaikan-kebaikan bahkan memberikan hak kepada siapa saja yang telah memberikan kenikmatan-kenikmatan kepada mereka. Dan tiadalah pemberi kenikmatan yang luar biasa setelah Allah subhanahu wata’ala kecuali kedua orangtua. Seperti kisah yang telah kita sebutkan di atas, bahwa sebesar apapun pengorbanan seorang anak, maka ia tidak akan pernah mampu membalas apa yang telah orangtuanya berikan untuknya. Allah berfirman dalam surah al-Isra ayat ke-23,:
۞وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنًاۚ إِمَّا يَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفّٖ وَلَا تَنۡهَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلٗا كَرِيمٗا ٢٣
Artinya :
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”

Kedua orangtua adalah sosok insan keramat, yang perintah bakti kepada keduanya telah Allah sandingkan dengan perintah mentauhidkanNya, Ia abadikan dalam kitabNya, juga senantiasa disebutkan oleh lisan manusia mulia, yaitu Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa berbakti kepada keduanya sebagai amalan yang bahkan lebih baik dari beberapa ibadah agung lainnya seperti jihad. Dan sudah menjadi sunnatulah dalam kehidupan ini, bahwa seorang mukmin yang mengabdikan dirinya untuk berusaha memberikan bakti terbaiknya kepada orangtuanya maka akan Allah limpahkan keberkahan dalam hidupnya. Berbakti kepada kedua orangtua merupakan amalan yang mampu menarik kasih sayang Allah kepada yang mengerjakannya, sebagaimana sabda nabi kita, beliau bersabda:
رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ
“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (HR.Tirmidzi No. 1899)

Jalan bakti merupakan amalan yang senantiasa dijaga oleh para salaf al salih, karena mereka sangat memahami bahwa jalan ini merupakan salah satu pintu masuk ke dalam surga Allah. Sehingga Ketika kita juga telah mengetahui betapa agungnya amalan ini, maka seharusnya kita semakin berusaha mengalap ‘mengambil’ keberkahan dengan jalan bakti kepada kedua orangtua atau sang anak senantiasa melazimkan permintaan do’a dari kedua orangtuanya untuknya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ، لَا شَكَّ فِيهِنَّ : دَعْوَةُ الْوَالِدِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ.
“Ada 3 do’a mustajab yang tidaklah diragukan lagi,: yaitu do’a orangtua (untuk anaknya), do’a orang yang bepergian dan do’a orang yang didzhalimi. (HR. Abu Daud. No. 1536)

Mereka yang dekat dan selalu berusaha berbakti kepada orangtuanya akan Allah limpahkan keberkahan dalam hidupnya, Allah mudahkan urusannya, serta Ia akan kabulkan do’a hamba tersebut.

Sebagaimana kisah yang telah disabdakan oleh nabi kita yang mulia yang terdapat dalam shahih Imam Muslim perihal tiga orang pemuda dari ummat terdahulu yang terjebak di dalam gua. Salah satu di antara mereka bertawassul agar Allah gerakkan batu yang menutupi mulut gua itu dengan amalannya berupa baktinya kepada kedua orangtunya. Dan Allahpun ijabah do’a pemuda itu. (lihat: HR.Musliim No. 2743)
Juga kisah seorang pemuda yang digelari pemuda langit, ia bukanlah salah seorang sahabat, akan tetapi Rasulullah telah mengabarkan kepada para sahabatnya bahwa pemuda ini adalah pemuda yang jika ia memohon kepada Allah niscaya Allah akan kabulkan yang ia pinta. Kabar ini yang kemudian membuat Umar Radhiallahu ‘anhu penasaran ingin bertemu dengan pemuda itu. Ia adalah Uways Al Qarny seorang tabi’in, akan tetapi pemuda ini memiliki kedudukan khusus di sisi Allah. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah, bahwa jika pemuda ini berdo’a maka Allah akan mengabulkannya. Tentu kita akan bertanya, amalan apa yang telah dikerjakan oleh sang pemuda langit ini, yang membuat do’a-do’anya memperoleh sebuah ikrar atau pengakuan dari nabi bahwa do’anya tidak akan tertolak. Tentu keberkahan yang telah ia peroleh dari Allah adalah karena ketulusannya dalam berbakti kepada ibunya. Ia telah mengabdikan jiwanya, mengalap keberkahan dari insan keramat yang dimilikinya yaitu ibunya lewat perantara baktinya kepadanya. (lihat: HR.Muslim No. 2542)

Diriwayatkan bahwa ketika ibu dari Iyas Ibn Muawiyah meninggal. Ia pun menangis tersedu-sedu. Sang tabi’in yang mulia ini pun ditanya perihal apa yang membuatnya menangis penuh kesenduan. Ia kemudian menjawab,:”sesungguhnya dahulu aku memiliki dua pintu yang mampu mengantarkanku menuju surga, akan tetapi saat ini, salah satu dari pintu itu telah ditutup.”
(Al birr wa al silah, karya Ib al Jauzi. Jilid 1, hal. 72)

Semoga Allah senantiasa memudahkan kita sebagai hamba-hambaNya untuk memberikan bakti terbaik kepada para orangtua kita, dan membuat kita mampu melazimkan permintaan do’a dari keduanya untuk kebaikan kehidupan dunia dan akhirat kita. kemudian dengan jalan itu kita berharap agar mampu mengalap keberkahan sebanyak-banyaknya. Amin allahumma amin. Wallahu waliyuttaufiq was sadad.

Wallahu ta’ala a’lam.
____
Ditulis oleh: Rusdy Qasim (Mahasiswa Universitas Islam Madinah)

Artikulli paraprakPasca Proklamasi: Mesir Akui Kemerdekaan RI, Belanda Lancarkan Agresi Militer
Artikulli tjetërJika Saja 7 Kata itu Tidak Dihapus dari Sila Pertama Pancasila

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini