MIUMI: Implementasi Peran Ulama Sebagai Pewaris Nabi dalam Ketatanegaraan Indonesia

Date:

copy of cover ibf 2013

Bertempat di Panggung Utama Book Fire (IBF) ke 12 Istora Senayan Jakarta, pada hari  Ahad 20 Rabi’ul Akhir 1434 H/ 3 Maret2013 M, Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) menggelar acara Silaturahim Ulama. Acara tersebut dikemas dalam bentuk talk show dengan mengangkat tema”Implementasi Ulama Sebagai Waratsatul Anbiya dalam Ketatanegaraan Indonesia”.

Hadir sebagai narasumber para inisiator MIUMI; Dr. Hamid Zarkasyi, MA, M.Phill (Ketua Majelis Pimpinan MIUMI dan Direktur INSISTS), Dr. Adian Husaini, M.Si (Wakil Ketua MIUMI dan Ketua Program Studi Pendidikan Islam Pasca sarjana Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor), dan Zaitun Rasmin, MA (Wakil Ketua MIUMI dan Ketua DPP Wahdah Islamiyah).

Kegiatan ini bertujuan untuk meneguhkan peran ulama dalam tatakelola negara. Sebab, dalam konsep Islam ulama adalah umara, umara adalah ulama. Ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi disamping menyampaikan da’wah kepada ummatnya, mereka juga megatur mesyarakat atau memimpin negara. Sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam salah satu sabdanya, “Kanat Banu Isaril tasuusuhum al-Anbiya, Kullama halaka Nabiyyun khalafhu Nabiyyun Wa La Nabiyya ba’diy, Dahulu bani Israil selalu dipimpin oleh para Nabi, setiap meninggal seorang Nabi diganti oleh Nabi lainnya. Sesungguhnya setelahku ini tidak ada Nabi lagi, (HR Muslim).

Akan tetapi (sebagaimana dijelaskan dalam hadits tersebut), tidak ada lagi nabi sepeninggal nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam. Tugas kenabian dalam berda’wah dan mengatur masyarakat menjadi tugas dan tanggung jawab para Ulama. Sebab, Ulama adalah pewaris para nabi sebagaimana diterangkan dalam hadits  shahih, “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi (waratsatul anbiya). Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mereka hanya mewariskan ilmu. (HR. Tirmidzi, Ahmad, Abu Daud, Ibn Majah, Ad Darimi dishahihkan oleh Al-Hakim, Ibnu Hibban, dan Al-Albani rahimahumullah).

Dalam hadits tersebut dinyatakan bahwa para nabi mewariskan ilmu kepada para Ulama. Menurut Gus Hamid (panggilan Hamid Fahmy Zarkasyi) Ilmu yang merupakan warisan para nabi  mencakup seluruh sisi dan aspek kehidupan.  Sehingga  sebagai pewaris Nabi, Ulama seharusnya mewarisi ilmu yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Artinya ulama tidak cukup hanya menguasai ilmu fiqh. Tetapi perlu juga menguasai ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan dalam menyelesaikan problematika umat”. Akan tetapi persoalannya adalah saat ini negeri-negri Islam dijajah oleh sistem pendidikan sekular yang mengajarkan dikotomi sistim pendidikan, yaitu pendidikan agama dan umum.
Oleh karena itu dari institusi pendidikan umum lahir lulusan yang hanya menguasai ilmu dunia dan buta tentang ilmu akhirat. Sedangkan dari institusi pendidikan Islam lahir lulusan yang menguasai ilmu akhirat (ulumuddin) tapi tidak memiliki pengetahuan tentang ilmu dunia. “Sementara para Ulama dituntut untuk menjadi solusi bagi persoalan umat. Oleh karena itu majelis ini (MIUMI) diberi nama Majelis Intelektual dan Ulama”, lanjut putra pendiri Pesantren Gontor Ini.

Selanjutnya Gus Hamid menyampikan peran konkrit Ulama dalam konsep ketatanegaraan. Menurut beliau dalam sejarah pemerintahan Islam tidak ada dikotomi antara ulama dan umara. “Peran dan fungsi ulama menyatu dalam diri penguasa”, pungkasnya. Adapun dalam kondisi seperti saat ini, ketika para penguasa tidak lagi berkualifikasi ulama, maka  dibutuhkan  peran dan kontribusi  para ulama dalam ketatanegaraan. “Peran ulama adalah sebagai sumber atau rujukan pengetahuan tentang ketatanegaraan,” pungkasnya lagi.
Statement Gus Hamid tersebut turut diamini oleh Wakil Ketua MIUMI, Zaitun Rasmin, MA. Ustad Zaitun menegaskan bahwa, “Dalam  tradisi Islam tidak ada dikotomi antara Ulama dan khulafa (penguasa). Sebab, Rasulullah shallallahu ‘laihi wasallam adalah ulama dan juga umara. Demikian pula dengan para khalifah sepeninggal beliau (khulafurrasyidin) adalah ulama. Selanjtnya pada masa-masa setelahnya, yang menjadi penguasa adalah para khalifah yang berkualifikasi ulama, seperti Umar bin Abdul Aziz, Harun al-Rasydid, Muhammad al-Fatih, dan sebagainya”.

Selain itu, ketua umum DPP WI ini juga menegaskan tentang siapa yang dimaksud ulama dan apa kriterianya. “Sangat Penting menyepakati makna ulama, sebelum berbicara tentang peran ulama. Sebab, saat ini istilah ulama telah mengalami pergeseran makna dan substansi. Kata Ulama yang dimaksud di sini adalah bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab. Dalam bahasa Arab kata ulama meruapakan bentuk jamak dari kata ‘alim. Dalam terminologi Islam, alim atau ulama adalah sebutan untuk orang menguasai ulum syar’iyyah (ilmu-ilmu) keislaman. Adapun orang-orang yang hanya menguasai ilmu dunia tanpa mengetahui ilmu agama tidak bisa disebut ulama secara istilah. Meski secara bahasa bisa saja disebut ulama, “ujarnya.

Selanjutnya, alumni Universitas Islam  madinah ini menyebutkan dua kriteria utama yang harus dimiliki oleh seorang ulama; mendalam ilmunya (ar-rasikhuna fil ‘ilm) dan memiliki rasa takut yang sangat tinggi kepada Allah subhanahu wa Ta’ala. Sekali lagi, ilmu yang dimaksud adalah ilmu syar’i. Justru yang disayangkan adalah, “sebagian orang yang hari ini disebut ulama ahli dan mendalam ilmunya dalam segala hal, kecuali ilmu syar’i”, tegasnya.

Adapun peran ulama dalam konteks dan praktik kekinian dan keIndonesian diulas oleh Dr. Adian Huasini. Pakar Pemikiran dan Pendidikan Islam ini menegaskan bahwa  di Indonesia para Ulama telah melakukan berjuang demi tegaknya syariat Islam. Mulai dari perjuangan walisongo mengislamkan Nusantara hingga perjuangan tokoh-tokoh Islam di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Dalam forum BPUPKI, tokoh-tokoh Islam seperti Wahid Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir, dan Ki Bagus Hadi Kusumo berhasil memasukkan nilai-nilai Islam dalam dasar negara Pancasila. Salahnya adalah tafsir Pancasila dibajak oleh kaum sekuler. Oleh karena itu tugas kita bukan memulai penegakkan syariat Islam, tapi melanjutkan dan meyempurnakan apa yang telah diperjuangan oleh tokoh-tokoh Islam sejak dulu. Atas dasar ini MIUMI memposisikan diri sebagai pelanjut perjuangan para Ulama yang telah berjuang di negeri ini. MIUMI bertekad untuk membentuk lapis baru ulama sebagai pelanjut risalah kenabian.

Sekilas Tentang MIUMI

MIUMI adalah sebuah majelis yang menghimpun para Ulama dan Intelektual muda Indonesia. Dibentuk dalam rangka menyatukan potensi intelektual dalm ulama muda guna mengatasi problem umat Islam yang multi dimensi. Para inisiator MIUMI sepakat bahwa akar dari seluruh problem  yang menimpa umat Islam saat ini adalah persolan ilmu dan adab. Oleh sebab itu tagline majelis ini adalah untuk Indonesia yang lebih beradab.

MIUMI dideklarasikan di Jakarta, 28 Februari 2012 atas inisiatif dari tokoh umat lintas ormas Islam, diantaranya Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, Bachtiar Nasir, Lc,  Dr. Adian Husaini, Fahmi Salim, MA, Dr. Ahmad Zein An-Najah, Dr. Muchlis Hanafi, Asep Sobari, Lc, Farid Ahmad Okbah,MA, Fadzlan Garamatan. MA, Muhammad Zaitun Rasmin, MA, Idrus Romli, Jeje Zaenuddin, MA, Muhammad Khudori, Lc., Adnin Armas. MA, Henri Shalahuddin.

Saat ini MIUMI telah memiliki perwakilan di 9 daerah yaitu Aceh (Yusran Hadi), Sumatera Utara (Qasim Nurseha), Sumatera Barat (Buya Gusrizal), Riau (Mustafa Umar), Sulawesi Selatan (Rahmat Abdul Rahman),  Jawa Tengah (Mu’inuddinillah Basri), JawaTimur (Kholili Hasib), Yogyakarta (Fathurrahman Kamal), dan Jawa Barat (Ahmad Husain Dahlan).  Dalam kancah nasional, MIUMI dikenal kepeloporannya dalam penolakan Draft RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) dan dukungan terhadap Fatwa MUI Jawa Timur tentang kesesatan aliran Syi’ah. (Sym).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Wahdah Islamiyah Terima Kunjungan Wakil Ketua DPD RI di Kantor Pusat Jakarta

JAKARTA, wahdah.or.id — Kantor Pusat Wahdah Islamiyah Jakarta menerima...

7 Tips Menjaga Rumah Tetap Aman dan Nyaman Saat Musim Hujan

Tips Menjaga Rumah Tetap Aman dan Nyaman Saat Musim...

Tutup Mukernas XVII Wahdah Islamiyah, Ustaz Zaitun Rasmin: Terima Kasih Bapak Prabowo Kami Doakan Bapak Sehat Selalu

MAKASSAR, wahdah.or.id - Mukernas ke-XVII Wahdah Islamiyah yang digelar...

Pendidikan Karakter Membangun Generasi Emas 2045: Komitmen Wahdah Islamiyah Mendukung Program Mendikdasmen RI

MAKASSAR, wahdah.or.id - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik...