Di dalam Al-Qur’an, Allah ÓÈÍÇäå æÊÚáì menjadikan keadaan ini sebagai perumpaan antara diri-Nya dengan kalam-Nya, dan dengan patung-patung abkam (bisu), tidak mampu berbicara dan tak mampu mengucapkan apa-apa. Tak memiliki apa-apa, dan tak mampu melakukan apa-apa. Maka tak ada yang dapat dikatakan dan dilakukannya. Sedangkan Allah, Dialah Yang Mahaagung dan Mahasegalanya.
Allah ÓÈÍÇäå æÊÚáì berfirman, artinya,"Dan Allah membuat (pula) perumpamaan: dua orang lelaki yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatu pun dan dia menjadi beban atas penanggungnya, ke mana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikan pun. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan, dan dia berada pula di atas jalan yang lurus?" (QS. An-Nahl: 76).
Disebutkan oleh Imam Ibnu Kastir terhadap tafsiran ayat ini, bahwasanya ini merupakan perumpamaan yang dijadikan Allah ÓÈÍÇäå æÊÚáì antara diri-Nya dan berhala. Namun, ada juga yang berpendapat bahwasanya ini adalah perumpamaan antara orang kafir dan orang yang beriman, sebagaimana pendapat Imam Al Qurthubi. ‘Ala kulli hal (intinya), perumpaan tersebut sangat jelas menerangkan kepada kita tentang kelemahan seorang yang bisu dan besarnya nikmat bertutur dan berbicara.
Satu lagi gambaran dari Al-Qur’an tentang nikmat ini. Allah ÓÈÍÇäå æÊÚáì berfirman, yang artinya, "Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan dua buah bibir?" (QS. Al Balad: 8-9). Imam Ibn Katsir menjelaskan makna dua buah mata, artinya dengan dua mata tersebut mereka bisa melihat. Dan lidah artinya, ia berbicara dengannya, maka ia mengutarakan apa yang terdapat di dalam hatinya. Dan dua buah bibir artinya, ia menjadikan kedua belah bibir tersebut sebagai pembantu dalam berbicara dan untuk melahap makanan serta sebagai penghias wajah dan mulutnya.Maka suatu hal yang dapat dimengerti bahwa sungguh nikmat ini kiranya benar-benar akan bernilai tinggi jika dipergunakan untuk berbicara tentang hal-hal yang baik, indah, dan pantas.
Namun, apabila dipergunakan untuk hal-hal yang jelek, tak pantas, dusta dan sia-sia, maka ia akan berakibat buruk bagi pemiliknya. Akhirnya boleh jadi, orang yang kehilangan nikmat ini lebih baik keadaannya dari pada orang yang memilikinya, tetapi tidak dapat mensyukurinya dengan ucapan dan tindakan. Wallahul Musta’an.
BAGAIMANA MENSYUKURI NIKMAT LIDAH?
1. Menghindari perkataan kufur
Di antara buah-buah busuk yang dihasilkan oleh lisan yang lepas adalah perkataan kufur. Perkataan ini dapat yang menjadikan si pengucap kata serta-merta berstatus kufur di sisi Allah. Padahal tadinya dia adalah golongan orang-orang yang beriman. Entah dengan maksud main-main ataukah sungguh-sungguh, keduanya tetaplah perkataan kufur.Allah ÓÈÍÇäå æÊÚáì menegaskan dalam Al-Qur’an,"Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Namun apa kata Allah ?"Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman." (QS. At-Taubah: 65-66).
Bayangkan, Anda sekadar bercanda namun Allah tetap menganggap itu sebagai olok-olokan dan berkonsekuensi kufur di sisi-Nya. Lalu bagaimana lagi dengan mereka yang sungguhan? Dalam realitas empirik, kita banyak mendapati ini. Kalimat Al-Qur’an kitab "paling porno" contohnya, atau "ajinghu akbar", atau pernyataan Islam agama kejam, Al-Qur’an perlu disesuikan dengan perkembangan zaman, Al-Qur’an ada penambahan dan pengurangan, hijab sempurna mengungkung, ada nabi terakhir, wihdatul wujud, dan sebagainya yang senada dengan itu. Semua kata-kata yang buruk dan menyakitkan di atas pernah kita dengar, dan sungguh itu dapat mengakibatkan kekufurun. Maka marilah kita bertaubat dan berlindung kepada Allah darinya.
2. Menjauhi perkataan syirik.
Seperti kalimat kufur, kalimat syirik pun sangat menjamur, dipopulerkan oleh orang-orang kufur lalu diadopsi oleh orang-orang yang beriman namun sedikit bersyukur tehadap Tuhannya yang Mahamengatur. Banyak contoh yang biasa kita dengar, di antaranya, "Wahai leluhur kami!" Ungkapan seperti ini biasa diucapkan oleh orang-orang yang berlatih kekebalan sebelum menunjukkan aksinya. Atau ungkapan lain, "Pakailah benda ini, maka dia akan menjagamu." Atau ungkapan yang sering diucapkan oleh para sufi yang ekstrim untuk guru-guru mereka, "Dialah sang pemberi rezki." "Dia mengetahui yang tampak dan yang tersembunyi, yang sekarang dan yang akan datang." Atau kalimat yang biasa keluar dari mulut dua sejoli yang sedang kasmaran, "Hidup dan matiku hanya untukmu." Kata-kata yang sepantasnya hanya untuk Allah ÓÈÍÇäå æÊÚáì . Untuk kesyirikan ini Allah ÓÈÍÇäå æÊÚáì mengancam dengan firman-Nya, artinya,
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (QS. An-Nisa: 48).
3. Ghibah (menyebarkan aib orang lain)
Seonggok daging dari bangkai manusia yang sudah membusuk, seperti itulah Allah ÓÈÍÇäå æÊÚáì menggambarkan ghibah. Dan mereka yang punya hobbi membicarakan aib orang lain adalah mereka yang menjadikan bangkai manusia sebagai makanan favorit. Allah ÓÈÍÇäå æÊÚáì berfirman, artinya,
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan buruk sangka (kecurigaan), karena sebagian dari buruk sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Mahapenerima taubat lagi Mahapenyayang." (QS. Al Hujurat: 12).
Saudaraku, itulah akibat ghibah. Semoga Allah ÓÈÍÇäå æÊÚáì menjauhkan lisan kita darinya. Amin.
Lalu sekarang, apakah ghibah itu?