Assalamu’alaikum
Saya pernah mengikuti tes seleksi masuk kuliah pendidikan profesi dalam tes itu ada semacam tes kepribadian yang masing-masing soal terdiri dari beberapa pilihan jawaban. Dalam menjawab soal itu ada soal yang saya menjawabnya tidak terlalu sesuai dengan kepribadian saya dengan tujuan agar nilai yang saya peroleh tinggi. Jika seperti itu apakah saya termasuk berbohong? Saya sudah lolos seleksi tersebut apakah ilmu-ilmu yang nanti diperoleh halal? Sebaiknya apa selanjutnya saya lakukan? Terima kasih
Ratri – Purbalingg
Jawaban
Dijawab oleh Syandri Syaban, Lc, M. Ag
Wa Alaikum salam warahmatullahi wa barakatuh.
Penanya yang dimuliakan Allah.
Yang pertama: Islam mewajibkan kita untuk berlaku jujur dalam setiap kondisi terkhusus dalam interaksi muamalah sesama manusia.
Alquran banyak menekankan akan hal ini, Di antaranya pada firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. At Taubah: 119).
Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,
فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ
“Tetapi jikalau mereka berlaku jujur pada Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad: 21)
Demikian juga Rasulullah dalam Sunnahnya banyak memotivasi kita untuk berbuat jujur.
dari Al Hasan bin ‘Ali, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ
“Tinggalkanlah yang meragukanmu pada apa yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran lebih menenangkan jiwa, sedangkan dusta (menipu) akan menggelisahkan jiwa.
Dalam hadis lain, Rasulullah bersabda
وعليكم بالصدق
Hendaklah kamu bersikap jujur. (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua: Berkaitan dengan menjawab soal kepribadian, seharusnya dijawab dengan jujur karena itu bukan aib. Adapun memilih jawaban-jawaban yang tidak sesuai kenyataan agar mendapatkan kelulusan, Wallahu a’lam menurut kami ini masuk dalam katagori “Al Ghisy” yang dilarang oleh Rasulullah.
Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Siapa yang menipu kami (umat Islam), maka dia bukan bagian dari kami.” (HR. Muslim 101 dan yang lainnya).
Ketiga: semua pelaku kecurangan/penipuan harus bertaubat kepada Allah. Karena dalam hadis di atas, Rasulullah berlepas diri dari perbuatan kecurangan/penipuan. Jika ditinjau dari sisi hukum, tindakan menipu/curang secara termaksud dosa besar yang konsekuensinya mengharuskan pelakunya untuk bertaubat.
Keempat: Adapun jika sudah terlanjur lulus seperti yang ditanyakan oleh penanya di atas, maka kewajiban pertama adalah bersungguh-sungguh menuntut ilmu sebagai cita-cita awal. Kedua, ilmu yang didapatkan adalah halal, boleh diamalkan dan diajarkan selama anda sudah menyadari kesalahan dan dosa yang anda lakukan pada saat ikut ujian.
Kelima: bagaimana dengan ijazah yang diraih dan status penghasilan (gaji) yang didapatkan hasil bekerja ?
Hal seperti ini pernah ditanyakan kepada syekh Bin Baz Rahimahullah, bagaimana hukum seorang menggunakan ijazah yang didapatkan melalui proses kecurangan saat ujian dan bagimana dengan hasil (gaji) yang ia dapatkan. beliau menjawab:
لا حرج إن شاء الله، عليه التوبة إلى الله مما جرى من الغش، وهو إذا كان قائماً بالعمل كما ينبغي فلا حرج عليه من جهة كسبه ؛ لكنه أخطأ في الغش السابق، وعليه التوبة إلى الله من ذلك
Tidak ada masalah dengan gajinya, insya Allah. Dia wajib bertaubat kepada Allah terhadap dosa penipuan yang telah dia lakukan. Dan jika dia bisa bekerja dengan baik, tidak masalah dengan kerja yang dia lakukan. Hanya saja dia berdosa karena penipuan yang dia lakukan di masa silam. Dan dia wajib bertaubat kepada Allah (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 17:124).
Wallahu a’lam