Telah dipaparkan pada bagian pertama ( https://wahdah.or.id/menggapai-rezeki-langit-bagian-i/ ) dari artikel ini tentang rezeki dan jenis-jenisnya, maka goresan ini adalah lanjutan dari bagian pertama, yang akan membahas tentang kunci-kunci untuk menggapai rezeki.

 KUNCI-KUNCI PEMBUKA PINTU REZEKI

Secara specifik, tema yang akan  dijelaskan dalam artikel ini adalah kunci-kunci untuk  menggapai rezeki “rohani dan akhirat”, hal ini disebabkan oleh  dua (2)  faktor:

  1. Pembahasan dan pemaparan tentang kunci pembuka rezeki duniawi berupa harta dan materi sangat banyak, jadi cukuplah artikel-artikel tersebut sebagai referensi dari tema ini.
  2. Salah satu diantara kunci pembuka pintu rezeki duniawi adalah ketakwaan dan keimanan seorang hamba, jadi pembahasan terkait tema ini (rezeki rohani) berhubungan langsung dengan kelancaran rezeki duniawi, jadi satu pembahasan namun mencakup dua jenis rezeki yang telah kita paparkan pada artikel bagian pertama, hal ini ibarat pepatah “sambil menyelam minum air” atau pepatah “sekali merengkuh dayung, dua dan tiga pulau terlampaui”.

 

Diantara kunci untuk menggapai dan membuka rezeki “rohani dan akhirat” adalah:

  • MENUNTUT ILMU AGAMA.

Ilmu  menduduki tempat yang penting dalam agama, karena dengan ilmulah akan terbangun iman yang benar dan amal shaleh.

Allah berfirman:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

Artinya:”Maka ilmuilah (ketahuilah), bahwa sesungguhnya tiada Dzat yang berhak disembah kecuali Allah, lalu mohonlah ampun bagi dosamu dan bagi dosa orang-orang mukmin, baik (mukmin) laki-laki ataupun wanita”[QS. Muhammad 19].

Al-Imam Bukhari –rahimahullah- (Penulis Shahih Bukhari) mengatakan:

بَاب الْعِلْمُ قَبْلَ الْقَوْلِ وَالْعَمَلِ

Artinya:”Bab: tentang berilmu (dahulu) sebelum berkata dan beramal”.[Shahih Bukhari (1/24)].

Jika kita amati dan kaji ayat dan perkataan Imam Bukhari diatas, maka bisa disimpulkan: ibarat membangun rumah, maka ilmu syar’i merupakan pondasi utamanya, tegak dan terpuruknya bangunan agama dapat ditinjau dari benarnya ilmu syar’i yang dituntut, olehnya salah satu aspek yang berpengaruh terhadap diterimanya  amalan seorang hamba adalah kesesuaiannya dengan yang diajarkan oleh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-, yang istilah masyhurnya adalah al-Mutaba’ah, Allah berfirman:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا

Artinya:”(Allah) yang menciptakan kematian dan kehidupan, demi untuk menguji (diantara hambaNya) yang paling baik amalannya (ahsanu ‘amala)”.[QS. Al-Mulk 2].

Kriteria dari ahsanu amal (amalan terbaik) yang disebutkan dalam ayat diatas adalah terealisasinya dalam amalan tersebut dua komponen penting, yaitu: keikhlasan dan mutaba’ah.[ Lihat Tafsir Al-Baghawi (8/176)].

 

Yang dimaksud Mutaba’ah adalah kesesuaian amalan dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-, dan tentunya modal terpenting dari kriteria ini adalah pengusaan terhadap ilmu syar’i yang bersumber dari dua wahyu; Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Karena krusialnya kedudukan ilmu dalam agama ini, maka banyak anjuran bagi kaum muslimin untuk menuntut ilmu, diantara firman Allah:

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

Artinya:”Dan tidak patut bagi orang-orang mukmin untuk pergi berperang semua, hendaklah sekelompok dari mereka ada yang pergi untuk menuntut ilmu tentang agama, agar dapat memberi peringatan bagi kaum mereka apabila telah kembali (dari berperang)”.[QS. At-Taubah 122].

Diantara hal yang sangat urgen dalam perkara menuntut ilmu agama adalah keotentikan referensi, maka hendaknya para penuntut ilmu menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai referensi utama sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-, Allah berfirman:

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ

Artinya:”Allah-lah yang mengutus kepada orang-orang yang buta huruf Rasul dari kaum mereka, (tugasnya) membacakan kepada mereka ayat-ayatnya dan mensucikan mereka, serta mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (As-Sunnah)”.[QS. Al-Jumuah 2].

Ayat diatas menegaskan tentang materi dakwah yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam- dalam mengajari dan membina para sahabatnya sampai mereka selamat dari cengkeraman kejahiliyahan, dan menjadi generasi yang penuh dengan kebaikan dan ilmu, materi yang beliau sampaikan adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.[Taisir Karimir Rahman, dengan perubahan redaksi].

Dan juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam- terkadang menghiasi khutbahnya dengan mengatakan:

أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَإِنَّ أَفْضَلَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ، وَشَرَّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

Artinya:”Amma Ba’du, sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah Al-Qur’an, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam- dan seburuk-buruk perkara adalah membuat perkara-perkara baru dalam agama, dan setiap bid’ah adalah sesat”.[ HR. Ahmad (22/237)].

Kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam- menghiasi khutbahnya dengan  ucapan diatas, tentu memiliki tujuan agung, diantaranya demi menanamkan dan menekankan kepada Sahabat-sahabatnya (kaum muslimin) urgensi untuk senantiasa merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam urusan-urusan mereka, agar tidak terbelunggu dalam kesesatan hawa nafsu, dan hal ini merupakan garansi bagi orang yang berpegang teguh dengan dua pusaka tersebut, sebagaimana sabdanya:

تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّه

Artinya:”Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara, jika kalian berpegang teguh dengannya tidak akan tersesat, yaitu; Kitab Allah dan Sunnah NabiNya. HR Malik (2/899).

Ibnu Abdil Barr mengatakan:”hadits diatas adalah hadits yang shahih, sangat masyhur dari ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam- dikalangan para ulama, (bahkan) karena kemasyhurannya, seakan hadits ini tidak membutuhkan sanad”.[At-Tamhid (24/331)].

 

  • BERTAQWA KEPADA ALLAH

Ini merupakan kunci kedua dalam membuka pintu rezeki, yang dimaksud dengan taqwa adalah implementasi dari ilmu yang sudah dituntut oleh seorang muslim, karena inti dari sifat taqwa adalah mengerjakan ketaatan kepada Allah, dan meninggalkan kemaksiyatan karena Allah berlandaskan ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.[ Lihat Madarijus Saalikin, karya Ibnul Qoyyim (1/462)].

Kendati ilmu syar’i menduduki tangga penting dalam agama ini, namun ia “hanyalah” sebagai sarana bagi seorang hamba, adapun tujuan utamanya adalah beramal dan beribadah kepada Allah sesuai dengan ilmu yang telah dituntut. Hakikat inilah yang seharusnya melekat di setiap jiwa seorang penuntut ilmu, Sufyan bin Uyainah mengatakan:

إِذَا كَانَ نَهارِي نهَارُ سَفِيْهٍ، وَلَيْلِي لَيْلُ جَاهِلٍ، فَمَا أَصْنَعُ بِالْعِلْمِ الَّذِي كَتَبْتُ؟

Artinya:”Jika (keadaanku) di waktu siang sama seperti (keadaan) orang idiot, dan (keadaanku) di waktu malam sama seperti (keadaan) orang bodoh, maka apa gerangan manfaat dari ilmu yang telah aku tulis?”.[ Akhlaqul Ulama Karya Ajurry, hal. 54].

 

Dan hakikat seperti inilah yang diwariskan oleh para ulama dari kalangan tabi’in dan sahabat kepada kita, Hasan Al-Bashri mengatakan:

كَانَ الرَّجُلُ إِذَا طَلَبَ الْعِلْمَ لَمْ يَلْبَثْ أَنْ يُرَى ذَلِكَ فِي تَخَشُّعِهِ وَبَصَرِهِ وَلِسَانِهِ وَيَدِهِ

Artinya:”Sesungguhnya seseorang jika telah menuntut ilmu, maka akan tampak pengaruhnya terhadap kekhusyu’an sikapnya, dan tatapan matanya, dan ucapan lisannya, serta seluruh perbuatannya”.[. Kitab Az-Zuhud, karya Ibnul Mubarak, hal. 26].

 

Mengamalkan ilmu dan menerjemahkannya dalam kehidupan nyata merupakan bagian dari taqwa, yang merupakan kunci bagi turunnya anugerah Allah dari langit dan pembuka bagi pintu rezeki dari arah yang tidak terduga, Allah berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ

Artinya:”Dan jika penduduk suatu negeri beriman (kepada Allah) dan bertaqwa, maka niscaya akan kami bukakan bagi mereka berkah dan anugerah dari langit dan bumi”. QS. Al-A’raf 96.

Allah juga berfirman:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا # وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِب

Artinya:”Dan barang siapa yang bertaqwa kepada Alah, maka akan dibukakan baginya solusi (dari masalah)#dan akan diberi rezeki dari arah yang tidak terduga”.[QS. Ath-Thalaq 2-3].

Taqwa merupakan bekal penting bagi para penuntut ilmu, agar diberi kemudahan oleh Allah untuk menuntutnya, Allah berfirman:

وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ

Artinya:”Dan bertaqwalah (kalian) kepada Allah, maka niscaya Allah akan mengajarkan kepada kalian (ilmu)”.[QS. Al-baqoroh 282].

Ketika Imam syafi’i merasa kesulitan dalam menuntut ilmu dan kelemahan dalam menghafal ilmu, maka beliau menghadap kepada Syaikhnya; Waki’ bin Jarrah Ar-Ru’asiy, maka momentum ini beliau abadikan dalam sebuah bait syair:

شكوت إلى وكيع سوء حفظي *** فأرشدني إلى ترك المعاصي
وأخبرني بأن العلم نور                  ***                  ونور الله لا يهدى لعاصي

Artinya:”Aku mengadu kepada guruku Waki’ tentang buruknya hafalanku#maka ia menasehatiku untuk meninggalkan maksiyat#dan ia mengabariku bahwa ilmu adalah cahaya#dan cahaya Allah tidak diberikan kepada tukang maksiyat”.[ lihat Manaqib Syafi’i (2/314), dan I’anatut Thalibin Ala Halli Alfadhi Fathul Mu’in (2/167)].

Dan meninggalkan maksiyat merupakan salah satu makna dari sifat taqwa.

Manfaat taqwa bagi seorang hamba tidak hanya terbatas di dunia, namun manfaatnya menembus batas dimensi dunia, Allah berfirman:

مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ أُكُلُهَا دَائِمٌ وَظِلُّهَا تِلْكَ عُقْبَى الَّذِينَ اتَّقَوْا

Artinya:”Perumpamaan surga yang dijanjikan untuk orang yang bertaqwa ialah (seperti taman) yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, buahnya tiada berhenti dan naungannya (demikian pula), itulah tempat akhir bagi orang-orang yang bertaqwa”. [QS. Ar-Ra’d 35]

  • BERDOA KEPADA ALLAH

Ini merupakan penyempurna bagi seluruh ikhtiar kita dalam menggapai segala sesuatu, apapun cita-cita yang ingin kita raih, jangan “bakhil” untuk mengangkat tangan kita kepada Allah untuk bermunajat kepadaNya memohon dan meminta realisasi dari cita-cita kita, tentunya diiringi dengan usaha.

Qudwah kita adalah para Nabi dan Rasul, terkhusus Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wasallam-, beliau adalah sosok yang sangat memperhatikan ibadah yang satu ini, beliau berdoa di semua situasi; ketika perang, ketika damai, ketika shalat, ketika pagi, ketika petang dan keadaan-keadaan yang lainnya.

Untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat, maka salah satu doa yang banyak beliau panjatkan kepada Allah adalah:

اللَّهُمَّ رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Artinya:”Ya Allah Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami di dunia ini kebaikan, dan di akhirat juga kebaikan, dan lindungi kami dari adzab neraka”.[. HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Hibban].

Dan Allah telah mengajarkan kepada beliau doa khusus untuk  memohon tambahan ilmu, bahkan Allah tidak memerintahkan kepada Rasulullah untuk memohon tambahan sesuatu kecuali tambahan ilmu, sebagaimana yang tercermin dari firman Allah:

وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا

Artinya:”Dan katakan (wahai Rasulullah) ya Allah, tambahkan kepadaku ilmu”.[QS. Thaha 114].

 

Dan beliau –shallallahu ‘alaihi wasallam- juga rajin berdoa pada saat melaksanakan shalat subuh, khususnya  sebelum salam dengan doa:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا

Artinya:”Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadamu (untuk diberi) ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik (halal), dan amalan yang diterima”.[ HR.  Ahmad dan Ibnu Majah].

Oleh Ust. Lukman Hakim, Lc
(Alumni S1 Fakultas Hadits Syarif Universitas Islam Medinah Munawwarah dan Mahasiswa S2 Jurusan Dirasat Islamiyah Konsentrasi Hadits di King Saud University Riyadh KSA)

Artikulli paraprakTim LAZIS Wahdah Dapat Ijin Ke Pengungsian Rohingya
Artikulli tjetërBantu Pembebasan Lahan Pusat Dakwah Wahdah Yogyakarta

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini