Zikir sebagaimana halnya amalan lain memiliki perbedaan keutamaan atau tingkatan-tingkatan fadilah yang berbeda-beda antara berbagai jenisnya. Sebagaimana halnya ibadah salat, di mana antara salat yang satu dengan yang lain memiliki perbedaan keutamaan dan derajat fadilah yang tidak sama.

Dalam persoalan zikir ini, tingkatan-tingkatannya bisa dibagi dalam tujuh tingkatan:

1)- Zikir yang paling utama adalah yang dihayati oleh hati (zikir hati), dilafalkan oleh lisan (zikir lisan), dan dipraktikkan konsekuensinya oleh anggota tubuh (zikir anggota tubuh).

2)- Setelahnya, adalah zikir yang dihayati oleh hati dan dipraktikkan konsekuensinya oleh anggota tubuh tanpa dilafalkan oleh lisan.

3)- Setelahnya, adalah zikir yang dihayati oleh hati dan dilafalkan oleh lisan, tanpa dipraktikkan konsekuensinya oleh anggota tubuh.

4)- Setelahnya, adalah zikir yang dilakukan oleh hati tanpa dilafalkan oleh lisan, dan dipraktikkan konsekuensinya oleh anggota tubuh.

5)- Setelahnya adalah yang dilafalkan oleh lisan, dan dipraktikkan konsekuensinya oleh anggota tubuh, tanpa dihayati oleh hati.

6)- Setelahnya adalah amalan anggota tubuh, tanpa dihayati oleh hati dan dilafalkan oleh lisan.

7)- Tingkatan yang terakhir adalah zikir dengan lisan saja, dan ini merupakan tingkatan gaflah (kelalaian) dan tanda berpalingnya hati dari Allah, bahkan bisa saja ini adalah salah tanda kemunafikan, atau kondisi yang terdekat dengan sifat kemunafikan.

Zikir hati dan zikir lisan ini bila dilakukan secara bersamaan maka ia adalah zikir yang sudah sempurna dalam jenis zikir keseharian kita. Meskipun tentunya kalau zikir hati, zikir lisan dan zikir anggota tubuh tercapai semuanya, maka itulah yang paling sempurna.

Zikir kepada Allah memiliki kedudukan yang mulia karena Allah adalah Zat yang paling mulia untuk disebut dan diingat, sehingga berzikir menyebut dan mengingat-Nya adalah sesuatu yang paling agung nan besar, sebagaimana dalam firman-Nya,

وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ

Artinya: “Dan sesungguhnya berzikir mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain).” (QS Al-‘Ankabut: 45).

Semakin seseorang memperbanyak zikir kepada Allah, hatinya akan kian tenang dan lembut, ia kian dekat dengan Allah. Sebaliknya, semakin ia sedikit atau menjauh dari zikir ini, ia akan semakin dekat dengan hawa nafsu, serta setan jin dan setan manusia. Bila setan memiliki peluang untuk menguasai manusia, maka langkah pertamanya adalah melalaikan dan melupakan dirinya dari berzikir mengingat Allah Ta’ala, sebagaimana dalam ayat:

اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ ۚ

Artinya: “Setan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa berzikir mengingat Allah.” (QS Al-Mujadilah: 19).

Dalam hadis sahih dari hadis Abu Musa Al-Asy’ariy radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ

Artinya: ”Permisalan orang yang berzikir kepada Allah dan yang tidak berzikir seperti orang yang hidup dan mati.”HR Bukhari (6407) dan Muslim (779)

Orang yang hidup adalah yang bisa merasakan kehidupan, sanggup bekerja, berucap, melihat dan berpikir. Amalan-amalan inilah yang tidak bisa disanggupi oleh orang yang mati hatinya karena tidak berzikir. Demikianlah makna perumpamaan dalam ayat ini.

Adapun penjelasan keutamaan zikir maka telah banyak terdapat dalam firman Allah dan sabda Rasul-Nya shallallahu’alaihi wasallam, berupa ayat-ayat dan hadis-hadis yang sangat banyak bila harus disebutkan. Tapi, cukuplah keutamaan bagi mereka, bahwa Allah Ta’ala memuji orang-orang yang banyak berzikir kepada-Nya, menjadikan ibadah zikir itu sebagai perintah-Nya, serta mengabarkan bahwa kaum mukminin yang jujur keimanannya adalah yang harta dan anak-anak mereka tidak melalaikan diri mereka dari berzikir mengingat-Nya, sebagaimana Dia berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ

Artinya: “Wahai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari zikir kepada Allah.” (QS Al-Munafiqun: 9).

Merekalah orang-orang yang beriman secara hakiki. Mereka juga disebutkan Allah dalam firman-Nya:

رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ

Artinya: “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari zikir mengingati Allah.” (QS. An Nur: 37)

Bahkan, ciri utama kekuatan iman terletak pada banyaknya zikir kepada Allah, sedangkan ciri utama sifat kemunafikan terletak pada sedikitnya zikir kepada Allah atau ketiadaannya. Allah Ta’ala menyebutkan ciri utama orang beriman ini dalam firman-Nya:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Artinya: “(Orang-orang yang bertobat) mereka yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.  Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar Ra’d: 28).

Adapun tentang kaum munafikin, maka Allah Ta’ala menyebutkan ciri-ciri mereka dalam firman-Nya:

وَلَا يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ اِلَّا قَلِيْلًا

Artinya: “Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” (QS An-Nisa’: 142)

Bahkan kaum munafikin itu lebih suka bila mengingat selain Allah daripada mengingat Allah; bila figur-figur, sesembahan, dan aneka filsafat mereka disebutkan mereka sangat bergembira, namun bila yang disebut adalah Allah, maka mereka langsung merasa kesal dan jengkel, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

وَاِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَحْدَهُ اشْمَـَٔزَّتْ قُلُوْبُ الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِالْاٰخِرَةِ ۚ وَاِذَا ذُكِرَ الَّذِيْنَ مِنْ دُوْنِه اِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُوْنَ

Artinya: “Dan apabila yang disebut hanya nama Allah, kesal sekali hati orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat. Namun apabila nama-nama sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka menjadi bergembira.” (QS Az-Zumar: 45)

Allah Ta’ala juga memerintahkan agar seorang hamba senantiasa berzikir mengingat-Nya di setiap kondisi dan keadaan, Dia berfirman,

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ

Artinya: “(Orang-orang yang berakal) mereka yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring.” (QS Ali ‘Imran: 191).

Perintah zikir dalam segala kondisi ini mudah dilakukan karena zikir lisan dan zikir hati bisa dilakukan tanpa harus disertai dengan zikir anggota tubuh di setiap kondisi. Wallaahu a’lam. (Disadur dari buku “Fikih Zikir Pagi dan Petang” karya Syekh Ath-Tharifiy dengan penambahan dan perubahan seperlunya.

Oleh Ustadz Maulana La Eda, Lc, M.A

Artikulli paraprakKhutbah Shalat Idul Fitri: Saatnya Menjadi Umat Pemenang
Artikulli tjetërGunakan Perahu, Relawan LAZIS Wahdah Antarkan Bantuan Bagi Korban Banjir Wajo

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini