Mengenal Ahlussunah Wal Jama’ah (1): Defenisi Ahlu Sunnah Wal Jama’ah
-
Makna Sunnah
Sunnah secara bahasa bermakna jalan, yang baik ataupun buruk.[1] Diantara yang menunjukkan hal itu adalah sabda Nabiصلى الله عليه وسلم :
لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan-jalan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Hingga walau mereka masuk ke dalam lubang biawakpun kalian akan mengikutinya.”[2]
Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga bersabda:
مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
“Barangsiapa yang membuat sunnah yang baik maka baginya pahala dan pahala orang-orang yang mengikutinya setelahnya tanpa mengurangi pahala orang-orang yang mengikutinya sedikitpun. Dan barangsiapa yang membuat sunnah yang buruk, maka baginya dosa dan dosa orang-orang yang mengikutinya setelahnya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka.”[3]
Ibnu Manzhur rahimahullah berkata, “sunnah adalah sirah (jalan) entah itu baik ataupun buruk.”[4]
Ibnu al-Atsir rahimahullah berkata, “Kata sunnah telah berulang kali disebutkan dalam hadits dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Dan secara asal ia adalah thoriqah atau sirah (jalan).[5]
Pendefenisian sunnah berbeda-beda dikalangan para ulama sesuai bidang mereka masing-masing. Yang kami pilih disini adalah defenisi paling masyhur dikalangan ulama aqidah, bahwa sunnah adalah petunjuk yang berasal dari Rasulullahصلى الله عليه وسلم dan ditapaki oleh para sahabatnya, baik ilmu, keyakinan, perkataan, perbuatan dan penetapannya. Sunnah juga bermakna lawan dari bid’ah.[6]
-
Makna Jama’ah
Secara bahasa jama’ah berasal kata jam’u, juga dari kata ijtima’ (perkumpulan/persatuan) yang merupakan lawan kata dari at-tafarruq (perpecahan). Adapun jama’ah adalah jumlah yang banyak dari kalangan manusia, atau pohon atau tumbuhan, atau sekelompok manuisa yang dikumpulkan atau disatukan oleh satu tujuan yang sama.[7]
Secara istilah kata jama’ah memiliki beberapa makna. Asy-Syaikh Sholeh Ibnu Abdul ‘Aziz Alu Syaikh rahimahullah dalam kitabnya syarhu al-‘aqidah al-washithiyyah menyebutkan beberapa defenisi jama’ah secara istilah, yaitu:[8]
1- Al-Jama’ah adalah as-sawadul a’zhom (kebanyakan kaum muslimin).[9]
2- Al-Jama’ah adalah Jama’ah para ulama sunnah, atsar dan hadits. Baik mereka adalah ulama yang belajar hadits dan mengajarkannya, atau para ahli fikih yang senantiasa belajar dan mengajarkannya, atau para ahli bahasa yang belajar dan mengajarkannya.
3- Al-Jama’ah adalah para sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم, perkataan ini dinukil dari khalifah Umar Ibnu Abdil ‘Aziz rahimahullah
4- Al-Jama’ah adalah jama’ah kaum muslimin secara umum. Akan tetapi ini adalah pendapat yang keliru, sebab Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah menyebutkan terjadinya perpecahan umat.
5- Al-Jama’ah adalah sebagian kaum muslimin yang senantiasa berkumpul diatas petunjuk imam al-haq (Rasulullah صلى الله عليه وسلم) mereka beragama sesuai petunjuknya, mendengar dan patuh akan perintahnya dan mereka berbaiat kepadanya dengan bai’at syar’iyyah. Defenisi ini dipilih oleh Ibnu Jarir ath-Thobari rahimahullah dan para ulama lainnya.
Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “al-jama’ah adalah siapa saja yang berada dalam ketaatan, walau engkau hanya seorang diri.”[10].
Kesimpulan Ma’na Ahlussunnah Wal Jama’ah
Dari penjelasan tentang ma’na sunnah dan jama’ah di atas, dapat disimpulkan bahwa Ahlussunnah wal jama’ah adalah orang-orang yang komitmen terhadap Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta para sahabatnya dan bersatu di atasnya. Ini menunjukan bahwa dua hal yang paling menonjol pada ahlussunnah wal jama’ah (1) Komitmen pada Sunnah dan menjauhi bid’ah, dan (2) Komitmen pada persatuan dan menghindari perpecahan.–bersambung insya Allah– (Muhammad Ode Wahyu).
[1] Al-Mu’jam al-wasith: 1/456 (al-Maktabah asy-syamilah)
[2] HR. Bukhari, No: 3456; Muslim, No: 6952 (al-Maktabah asy-syamilah)
[3] HR. Muslim, No: 2397; Ahmad, No: 19179 (al-Maktabah asy-syamilah)
[4] Lisan al-Arab: 13/220 (al-Maktabah asy-syamilah)
[5] An-Nihayatu fi gharibi al-atsar 2/1022 (al-maktabah asy-syamilah)
[6] Al-Wajiz Fi ‘Aqidati as-Salafi ash-Sholih: 23
[7] Al-Mu’jamu al-Wasith: 1/135 (al-Maktabah asy-Syamilah)
[8] Syarah al-‘Aqidah al-Washithiyyah: 23 (al-Maktabah asy-Syamilah)
[9] Kebanyakan kaum muslimin maksudnya yang terjadi di zaman sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم, karena mereka hidup di atas tuntunan Nabi صلى الله عليه وسلم. Adapun jika dimaksudkan dengan kebanyakan kaum muslimin hari ini, maka hal tersebut adalah satu kekeliruan. Sebab kaum muslimin hari ini banyak yang berpaling dari tuntunan dan petunjuk Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Allah berfirman:
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta terhadap Allah.” (QS. Al-An’am:116)
[10] Syarah Ushul Ahli Sunnah Wal-Jama’ah: 1/109 (al-Maktabah asy-Syamilah)