“Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku” (Adz Dzaariyat:56).
Setiap makhluk dari jenis jin dan manusia tidaklah diutus ke dunia ini kecuali untuk beribadah kepada Allah (. Yang dimaksud dengan ibadah di sini adalah penghambaan diri kepada Allah ( dengan mentaati segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya, sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah ).
Dari sinilah hakikat Islam yakni penyerahan diri kepada Allah semata-mata yang disertai dengan kepatuhan mutlak kepadaNya dengan penuh rasa rendah diri dan cinta ). Oleh karenanya setiap manusia yang menisbatkan diri sebagai hamba Allah dituntut untuk melaksanakan kepatuhan, penghambaan, keta’atan, ketundukan secara total kepada Allah tanpa syarat.
Dalam Al Qur’an Surah Al Baqarah : 208, Allah ( berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah dan janganlah kamu menuruti langkah-langkah syaithan karena sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
Pada ayat di atas, hanya orang berimanlah yang diperintahkan untuk melaksanakan ajaran Islam secara keseluruhan. Karenanya tidak diperkenankan untuk siapa saja mukmin untuk meninggalkan ajaran Islam baik sebagian atau seluruhnya walaupun jika ia tidak menginginkannya. Itulah konsekwensi dari keimanan seseorang. Termasuk dalam hal ini adalah perintah untuk mengenakan jilbab bagi muslimah.
1. Jilbab adalah perintah
Allah Ta’ala berfirman:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak daripadanya. Dan, hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, … (An-Nur:31)
Ayat ini merupakan perintah mutlaq bagi mukminah agar mereka memakai jilbab, dimana perintah dalam Al Qur’an itu berarti wajib hukumnya, bukan sunnah, atau bukan pula mustahab”Barangsiapa mentaati Rasul, maka sungguh ia telah mentaati Allah….” (An Nisa:80)
“Dan jika taat kepadanya (Rasulullah), niscaya kamu mendapat petunjuk, dan tidak lain kewajiban Rasul itu kecuali menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (An Nur:54)
Dari ‘Irbadh bin Sariyah ia berkata:
“Rasulullah ( telah memberi nasihat kepada kami dengan satu nasihat yang menggetarkan hati dan mencucurkan air mata.” Maka kami berkata: “Wahai Rasulullah, nasihat itu seakan-akan nasihat dari orang yang akan berpisah selamanya (meninggal), maka berilah kami wasiat.” Nabi bersabda: ” Aku memberi wasiat padamu supaya tetap bertaqwa kepada Allah Yang Mahatinggi lagi Mahamulia, tetap mendengar dan menaati, walaupun yang memerintah kami itu seorang budak. Sungguh, orang yang masih hidup di antaramu nanti akan melihat banyak perselisihan, maka wajib atasmu memegang teguh Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku, gigitlah oleh kalian dengan gigi geraham. Dan berhati-hatilah kalian dari perkara-perkara yang baru, karena sesungguhnya setiap kebid’ahan adalah sesat.”
Banyak riwayat yang menunjukkan wajibnya untuk berpegang pada As Sunnah, antara lain perkataan Abu Bakar As-Shidiq (: “Tidaklah aku meninggalkan sedikitpun perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah, melainkan aku amalkan. Dan sesungguhnya aku takut jika aku meninggalkan sedikit saja dari perintahnya, aku akan tersesat.”
Asy-Syafi’i رحمه الله berkata: “Kaum muslimin telah sepakat, bahwa barang siapa yang telah jelas baginya sunnah Rasulullah ( maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya karena perkataan seseorang”.
Imam Syafi’i pernah ditanya tentang suatu permasalahan, maka beliau menjawab:”Tentang hal tersebut telah diriwayatkan demikian dan demikian dari Nabi (, “Lalu si penanya berkata: “Wahai Abu Abdillah, apakah kamu berpendapat dengannya (hadis itu)”, maka Imam Syafi’i gemetar dan nampak urat lehernya dan berkata:”Wahai kamu, bumi manakah yang akan kupijak, dan langit manakah yang akan menaungi aku, apabila aku meriwayatkan suatu hadits dari Nabi ( kemudian aku tidak berkata dengannya?! Ya, wajib bagiku menerimanya dengan mutlak.”
Dengan melihat dalil-dalil di atas, maka tidaklah layak bagi seorang muslimah untuk tidak melaksanakan sunnah-sunnah dalam berbusana dan mengingkarinya apalagi jika telah jelas dalilnya dalam hadits Rasulullah (.
3. Kita Butuh Jilbab
Jika seorang tukang kayu membuat sebuah bangku, maka yang paling tahu berapa meter kayu dipakai, berapa banyak paku yang dibutuhkan, pastilah si tukang kayu itu. Sudah gitu, kalau bangkunya sudah selesai, yang pertama dan paling berhak ngapain bangku itu tentulah tukang kayu itu, kan? Nah, siapa yang menciptakan kita? Tentu, Allahlah yang telah menciptakan kita.
Jika demikian, artinya Allahlah yang paling tahu dari apa kita dibuat sekaligus apa saja yang kita butuhkan, Jika Allah memerintahkan manusia untuk shalat, artinya Allah tahu kita butuh shalat. Kebayang nggak jika tidak ada perintah untuk shalat, maka betapa banyak manusia yang stress karena tidak bisa memenuhi kebutuhan ruhaninya, seperti yang terjadi di negara-negara kafir, dimana beban hidup yang semakin berat tidak memberikan keluasan bagi mereka untuk merasakan kedamaian. Jepang misalnya, memiliki angka jumlah orang yang bunuh diri tertinggi di dunia. Hampir setiap detik selalu ada saja orang yang bunuh diri, mulai bunuh diri ala samurai hingga terjun bebas dari gedung pencakar langit.
Tanpa shalat maka niscaya akan semakin luas kerusakan dan kebinasaan di muka bumi. Allah juga memerintahkan kita untuk berpuasa karena manusia memang butuh berpuasa, sehingga ia mampu mengekang hawa nafsunya. Coba kalau tidak ada perintah berpuasa, maka dimana-mana bertebaran orang-orang rakus, gila harta, pezina, pemabuk, koruptor, pencuri, penjambret, dan lain-lain. Begitu pula jika Allah memerintah para muslimah untuk menutup auratnya. Allah Yang Maha Tahu bahwa dengan menutup auratnya, wanita akan terjaga harga diri dan kehormatannya, terpelihara. Jadi mengapa wanita-wanita muslimah sekarang tidak ingin memakainya? Apakah mereka ingin menghilangkan harga diri dan kehormatannya sebagai wanita?
Ilmu Allah tentang kita melebihi ilmu kita tentang diri kita sendiri. Apa yang kita anggap baik tapi Allah mengatakan itu buruk, maka buruklah ia. Sebaliknya apa yang Allah katakan baik, walaupun buruk dalam pandangan kita, maka ia pun tetap baik. Jika Allah memerintahkan sesuatu pada diri kita, maka itu pasti baik bagi kita. Dan jika apa yang Allah larang untuk kita lakukan, maka itu pasti tidak baik untuk kita. Sungguh jika kalian, wahai kaum muslimah!, mau sejenak merenung dan berpikir secara sehat dan proporsional, maka kalian tidak akan menemukan alasan, walau sedikit pun, untuk tidak berjilbab. “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (QS 3:19).
Maraji’: – Bahasan “Mengagungkan Sunnah”, oleh Abdul Qoyyum bin Muhammad bin Nashir As-Suhaibani (Dimuat di As-Sunnah edisi 10/V/1422H-2001M, hal. 39-41) – Bahasan “Sunnah, Antara Musuh dan Pembelanya”, oleh Syeikh Salim Al-Hilali (Dimuat di As-Sunnah edisi 05/V/1422H/2001M – Syarh Hadits Arbain An Nawawi, Hadits 3
FADHILAH BERJILBAB
Selain sebagai penutup aurat, hijab (jilbab) juga memiliki berbagai fadhilah (keutamaan) bagi para pemakainya. Berikut ini adalah beberapa fadhilah hijab (jilbab):
a. Agar dikenal dan tidak digangggu
Allah ( berfirman:
“Hai Nabi, Katakan kepada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita mukmin untuk mengulurkan jubah (jilbab)nya ke seluruh tubuhnya. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
b. Menghindarkan wanita dari Neraka Jahannam
Rasulullah ( bersabda: “Pada akhir zaman di antara ummatku akan ada wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, dengan sesuatu di kepalanya seperti punuk unta. Kutuklah mereka, karena mereka terkutuk.” Hadits lain menambahkan:”Mereka tidak akan masuk ke surga, meskipun baunya dapat tercium dari jarak begini dan begini.” (Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah).
c. Sebagai pembeda
Sebagai pembeda di sini baik pembeda antara muslimah dengan wanita kafir, atau pembeda antara laki-laki dan perempuan. Seorang muslimah dilarang untuk menyerupai orang-orang kafir dan pria terutama dalam berpakaian. Betapa banyak kita lihat wanita-wanita muslimah yang senang mengikuti dan memakai busana-busana orang-orang kafir dengan alasan agar tidak ketinggalan zaman. Yang lebih parah lagi adalah kenyataan bahwa busana-busana itu mempertontonkan aurat wanita secara vulgar alias open cap. Akibatnya wanita-wanita sekarang sudah tidak lagi malu untuk mempertontonkan auratnya bahkan dengan bangga memperlihatkannya kepada orang-orang yang diharamkan untuk melihatnya. Jika wanita-wanita muslimah sudah kehilangan rasa malu dan harga dirinya sebagai seorang mukminah, maka apa lagi yang tertinggal untuk mereka? Lebih jauh lagi, kita kadang-kadang malah bingung jika suatu saat kita melihat seseorang yang kita sangka pria ternyata dia seorang wanita, atau sebaliknya. Ini disebabkan karena pakaian dan tindak tanduk mereka banyak yang bertentangan dengan kodratnya. Ada wanita yang tubuhnya atletis, senang sama yang sifatnya maskulin, bahkan berusaha sekuat tenaga untuk menghilangkan ciri-ciri kewanitaannya dengan memakai pakaian atau seperti laki-laki, Sebaliknya, ada pria yang kecenderungannya kepada sifat feminin, berupaya untuk merubah ciri-ciri kepriaannya, bahkan sampai ke tingkat operasi kelamin, naudzu billah. Padahal secara fitrah, adalah suatu hal yang tidak mungkin untuk merubah jenis kelamin seseorang secara 100%. Oh, tentu tidak? Bahkan lebih dari itu, kecantikan yang begitu ‘terlihat’ itu mengandung umpan untuk membangkitkan imajinas-imajinasi (fantasi-fantasi) yang lebih dari itu. (Selanjutnya, pikir sendiri deh). Ingat, kejahatan tidak akan timbul jika tidak ada kesempatan untuk itu?
Ada seorang wanita bernama Dra. Nawwal As Sa’dy yang pernah menjadi penyeru untuk menanggalkan hijab. Akan tetapi dengan izin Allah, maka ia telah kembali ke fitrahnya untuk berbusana muslimah. Dia berkata, “Suatu kali aku melalui beberapa jalan di London. Kulihat bagaimana para wanita berpakaian hampir telanjang, mereka memamerkan badannya seperti memamerkan barang dagangan. Pakaian memiliki fungsi tersendiri, yaitu menjaga badan dari faktor-faktor yang bersifat alami. Jika kulihat diri wanita sebagaimana layaknya manusia dan bukan barang dagangan, tentunya dia tidak selayaknya bertelanjang seperti itu .
e. Mudah dan memudahkan
“Sesungguhnya penerapan syariat dalam seluruh sisi kehidupan itulah yang disebut dengan memudahkan dan menghilangkan kesulitan, bukan dengan menghalalkan hal-hal yang haram dan meninggalkan kewajiban-kewajiban”. “Dan Dia (Allah () sekali-kali tidak menjadikan bagi kalian dalam agama suatu kesempitan. (Al Haj : 78). Sabda Nabi (: “Aku telah diutus dengan (agama yang) lurus yang penuh kelapangan”. (Hadits Hasan). Ibnu Hazim berkata (dalam Al-Ihkam Fi Ushulil Ahkam, hal. 869): “Sesungguhnya kita telah mengetahui bahwa seluruh yang diwajibkan oleh Allah ( adalah kemudahan.
Mungkin banyak di antara kaum muslimah yang dibuat pusing tujuh keliling jika sampai ke urusan pakaian. Untuk pergi ke sebuah acara saja misalnya, seorang wanita bahkan bisa menghabiskan waktu berjam-jam, untuk me-match-kan pakaian, mengaduk-aduk semua koleksi dalam isi lemari. Apalagi bagi mereka yang selalu ingin tampil trendy dan tidak ingin dibilang ketinggalan mode, wuih, lebih repot lagi. Mereka senang menyibukkan diri dengan mencari, membeli, dan membolak-balik tabloid dan majalah mode, belanja, berputar-putar berjam-jam di mal-mal, butik-butik, fashion store, menghadiri pentas-pentas peragaan busana koleksi terbaru yang tidak jarang amat menyita waktu mereka bahkan menguras seluruh isi dompet mereka. Tapi apa yang ia dapatkan? Ia semakin merasa tidak puas, dan kehilangan jati dirinya. Mengapa? Pakaian yang ia pakai bukan lagi mencerminkan kepribadiannya akan tetapi sekedar sebagai capstock berjalan tempat memajang pakaian-pakaian terbaru.
Sementara itu, Islam, Subhanallah, begitu memudahkan kita. Kita tidak perlu capek-capek berpikir, menguras tenaga apalagi dompet untuk sekedar memikirkan pakaian model bagaimana yang cocok untuk acara ini, acara itu. Karena mode pakaian untuk kita, wanita muslimah telah didesain oleh Allah langsung dari langit ke tujuh! Sudah ada model dasar. Kita tinggal membuat pakaian kita berdasarkan pola dari Allah, sudah begitu, aman kan? Baik aman dari pandangan-pandangan yang diharamkan, maupun aman dari lingkungan. Kalian pasti tahu bahwa lingkungan alam kita sekarang semakin tak ramah karena dipenuhi oleh berbagai polusi yang tentu saja dapat mengganggu kesehatan kulit. Keutamaan kita berbusana muslimah yang lain adalah kita akan memperkecil dampak negatif lingkungan terhadap diri kita. Itu berarti jilbab membantu menjaga kesehatan kita sehingga tidak harus membeli berbagai kosmetika untuk mencegah kerusakan kulit, misalnya.
Nah, begitu besar fadhilah (keutamaan) jilbab yang tidak ada satupun di antaranya yang bisa kita dapatkan dari busana jahiliyah. Satu hal yang pasti adalah bahwa adalah merupakan kewajiban setiap muslim untuk melaksanakan semua perintah-Nya. Allah ( berfirman dalam Al Qur’an Surah Al Anfaal : 20 – 22 : “Hai orang-orang yang beriman, ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling daripada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya), dan janganlah kamu menjadi sebagai orang-orang (munafik) yang berkata: “Kami mendengarkan , padahal mereka tidak mendengarkan. Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan bisu yang tidak mengerti apapun.” Wallahu Ta’ala ‘Alam
SYUBHAT-SYUBHAT SEPUTAR JILBAB Banyak sekali syubhat atau pernyataan-pernyataan yang menyesatkan baik itu yang dilontarkan oleh Kaum Muslim sendiri atau oleh orang-orang munafiq dan kafir dimana mereka semuanya ingin menjauhkan Umat Islam khususnya Kaum Muslimah dari Ajaran Islam. Sayangnya, syubhat-syubhat ini banyak yang dijadikan sebagai alasan oleh sebagian besar kaum muslimah untuk tidak berhijab. Berikut ini adalah beberapa di antaranya:
Syubhat pertama: Jilbab itu pakaiannya wanita Arab Katakanlah bahwa Al Qur’an diturunkan bukan untuk dilaksanakan hanya oleh Bangsa Arab, tetapi oleh seluruh ummat Manusia. Allah ( berfirman: “Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Rabb mereka, (yaitu) menuju jalan Rabb Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (Ibrahim : 14) Sehingga semua perintah dan larangan dalam Al Qur’an, berlaku bagi semua manusia, termasuk perintah menutup aurat dan larangan untuk menampakkannya kepada yang bukan mahramnya. Jika jilbab adalah pakaian orang Arab sehingga tidak patut kita memakainya, maka seharusnya orang Indonesia tidak boleh memakai jas yang berasal dari Barat. Orang Irian hanya memakai koteka, orang Jawa pakai Kemben, dll. Syubhat kedua: Jilbab itu pakaian yang ketinggalan zaman
Katakanlah, ketahuilah bahwa jilbab baru dikenal manusia setelah Islam turun. Dan jilbab akan menjadi pakaian masa depan berdasarkan hadits: “Saya mendengar Rasulullah ( bersabda: ‘Risalah ini (yakni Islam) pasti akan sampai ke tempat-tempat yang telah dicapai oleh malam dan siang. Allah tidak akan meninggalkan satu pun rumah batu dan rumah bulu melainkan Dia memasukkan agama ini ke dalam rumah tersebut; baik dengan kekuasaan penguasa atau kehinaan orang yang hina, dan Allah akan tetap memuliakan orang yang telah dimuliakan dan menghinakan orang yang dihina oleh kekufuran’.” (Diriwayatkan Ahmad). Maksud ungkapan “Islam sampai ke tempat yang dicapai oleh malam dan siang” ialah bahwa Islam akan tersebar ke seluruh kawasan bumi yang dapat dijangkau oleh siang dan malam, Dengan demikian nyatalah janji Allah (: “Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama.” (At-Taubah : 33, Al-Fath : 28, Al-Shad : 9). Kita sangat meyakini akan kebenaran janji Allah. Jika masa itu tiba, maka satu-satunya pakaian bagi muslimah adalah jilbab.
Seringkali jilbab dianggap pakaiannya kaum primitif, ketinggalan zaman. Katakanlah, “Ketahuilah saudariku, adakah manusia primitif yang memakai jilbab? Yang kita tahu, kaum primitif itu hanya memakai pakaian yang terbuat dari kulit binatang dan dedaunan yang menutup bagian kemaluan dan dada (bagi wanita). Kita lihat saat ini, yang menjadi trend adalah mode pakaian yang juga hanya menutup dua daerah itu. Jadi, bukannya mode pakaian ‘manusia modern’ sekarang yang seperti manusia primitif?”
Syubhat ketiga: Jilbab itu ngga’ gaul
Islam mengatur adab-adab dalam bermuamalah. Seorang wanita muslimah, dengan busana muslimah yang dikenakannya tetap harus berbuat baik kepada orang lain. Dalam Al Quran Surah An Nisaa’: “Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan, berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ubnu sabil, dan hamba sahaya kalian…” (An-Nisa’:36) Jadi tidak benar, busana muslimah akan menghalangi kita untuk bermuamalah dengan lingkungan selama itu masih dalam batas-batas yang dibolehkan oleh agama. Menurut kaidah asalnya, muamalah itu dilarang sampai ada dalil yang membolehkan. Berteman dengan lawan jenis itu dilarang sampai dalil membolehkan lewat menikah, atau karena hubungan mahram.. Dalam Al Quran Surah Al-Hajj:40, Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” Dalam Al Quran Surah Ar-Rad aya 11, Allah ( berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” Allahlah yang memberikan hidayah kepada orang yang dikehendaki dan memberikan kesesatan kepada siapa yang dikehendaki. Tidak ada yang dapat menghalangi keinginan Allah ?. Tugas kita sekarang adalah meminta ketetapan pada hidayah tersebut dengan terus menambah amalan kita, menjauhi kemaksiatan atau perbuatan-perbuatan yang menjauhkan kita dari hidayah Allah, dengan cara membersihkan hati kita. Semua ini karena sifat hati ini berbolak balik. Kata Nabi ? : “Sesungguhnya hati anak Adam terletak diantara dua jari jemari Allah, Allah membolak-balikkan hati anak cucu Adam sesuai dengan keinginan Allah ?.” (HR. Ahmad & Tirmidzy)..
Dan Allah juga mengajarkan kepada kita dalam QS. 3 : 8, ?رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ (العمران : 8) “Ya Allah, jangan kamu palingkan lagi hati kami ketika Kamu telah memberikan hidayah kepada kami, dan berikan dari sisi-Mu rahmat, sesungguhnya kamulah yang banyak memberikan kepada hamba-hamba-Mu.”
Perlu diingat kembali bahwa Islam itu sendiri adalah kemudahan bagi setiap muslim yang taat. Yang penting adalah usaha, dan selanjutnya adalah hak Allah untuk menentukan. Seorang muslim hendaknya beramal dan yakin bahwa bagaimanapun amalan yang dia lakukan dan usaha yang mesti kita lakukan secara sungguh-sungguh, maka keputusannya di tangan Allah. Olehnya seorang muslim harus banyak berdoa kepada Allah untuk ditetapkan kepadanya kebaikan. Kemudahan-kemudahan amal itu datang dari Allah ?. Dengan kata lain, tidak boleh seorang berhujjah dengan takdir dalam membiarkan kemaksiatan . Misalnya, tidak boleh seorang muslimah yang tidak menutup auratnya, kemudian berkata, “Memang sudah begini adanya saya. Nantilah kalau takdir saya mengatakan lain”.
Jadi dalam kemaksiatan kita tidak boleh berhujjah dengan takdir. Yang boleh berhujjah dengan takdir adalah dalam hal musibah-musibah, misalnya : Kita ditimpa musibah, kematian, kebakaran, dan sebagainya lalu kita mengatakan ini semua datang dari Allah ? sebagaimana yang difirmankan dalam QS 2 : 156
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُون (البقرة :156) “Orang-orang yang bila ditimpa musibah, berkata sesungguhnya (semua) ini datang dari Allah dan (semua) ini akan kembali kepada Allah” Kita wajib berusaha mencapai kebaikan ini dan seorang muslim hendaknya berprasangka baik kepada Allah ? dan orang-orang yang berprasangka buruk kepada Allah hanyalah orang-orang yang musyrik.
Dari Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud ??berkata : “Telah menceritakan kepada kami Rasulullah ??dan beliau adalah yang selalu benar dan dibenarkan”. Sesungguhnya setiap orang di antaramu dikumpulkan penciptaanya di dalam rahim/perut ibunya 40 hari berbentuk nutfah (air yang kental). Kemudian menjadi alqah (segumpal darah) selama itu juga. Kemudian menjadi gumpalan seperti mudghah (sepotong daging) selama itu juga. Kemudian diutuslah kepadanya Malaikat, lalu ia meniupkan roh kepadanya dan diperintahkan atasnya menulis 4 perkara: (1) Ketentuan rezekinya (2) Ketentuan ajalnya (3) amalnya (4) ia celaka atau bahagia.
Maka demi Allah yang tiada ilah yang berhak diibadahi selain Dia, sesungguhnya salah seorang diantara kalian ada orang yang selalu mengerjakan pekerjaan ahli syurga sehingga tidak ada jarak yang memisahkan antara dia dan syurga itu kecuali sehasta. Maka mendahuluilah atasnya catatan/ketentuan Allah, lalu ia mengerjakan pekerjaan ahli neraka maka iapun masuk neraka. Dan sesungguhnya salah seorang diantara kalian ada orang yang selalu mengerjakan pekerjaan ahli neraka sehingga tidak ada jarak yang memisahkan antara dia dan neraka itu kecuali sehasta. Maka mendahuluilah atasnya catatan/ketentuan Allah, lalu ia mengerjakan pekerjaan ahli syurga maka iapun masuk syurga. (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim) Rezki seseorang telah dicatat oleh Allah melalui malaikat, karena itu seorang muslim harus mempunyai aqidah bahwa rezkinya telah ditetapkan oleh Allah. Dalam sebuah hadits dikatakan: “Tidak meninggal anak cucu Adam sampai ia telah mengambil seluruh rezki yang telah ditetapkan oleh Allah”. Jadi kita tidak perlu mengkhawatirkan masalah rezki kita. Apalagi seorang kadang takut ikut memperjuangkan Islam ini karena takut masalah rezki. Karena perjuangan Islam ini tidak menjanjikan, bahkan ketika seseorang berjuang di jalan Islam sepertinya rezkinya selalu dihalangi. Aqidah seorang muslim yang benar tidak perlu takut masalah rezki, karena hal tersebut telah diatur oleh Allah.
Bahkan bukan hanya manusia yang telah ditanggung oleh Allah, tetapi binatang melatapun telah Allah tetapkan rezkinya dan tidak satu makhlukpun kecuali telah ditetapkan rezkinya oleh Allah. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada QS. Hud : 6,
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ ( هود : 6)
Dari sinilah hakikat Islam yakni penyerahan diri kepada Allah semata-mata yang disertaidan Aktualisasi Sunnah Nabi SAW Dalam IPTEK dan Peradaban, Dr. Yusuf Al-Qardhawy, hal. 150) Kitab Tauhid, Syaikh Muhammad At-Tamimi, hal. 15 Jati diri Wanita Muslimah, hal. 63 Bahasan “Hukum Mencari-cari Rukhsah Para Fuqaha’ (Ketika Terjadi Perselisihan), Syaikh Abu Abdirrahman Ibrahim Abdillah Al-Mazru’I, hal 35). Maksudnya: mereka mendengarkan tetapi hati mereka mengingkarinya. Maksudnya: manusia yang paling buruk di sisi Allah ialah yang tidak mau mendengar, menuturkan dan memahami kebenaran. Syarah Hadits Arbain An Nawawi, Ibnu Daqiqil ‘Ied, Hadits 4