Menentang Asumsi Salah Mengenai Onani dan Masturbasi di Media Massa

Date:

Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu’alaihiwasallam, keluarga dan para sahabatnya.

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.

Artikel ini sebagai bentuk dari rasa kekhawatiran penulis setelah beberapa media pertelevisian maupun  sosial media berbondong bondong memutar balikkan pemahaman masyarakat tentang perilaku seksual. Termasuk di dalamnya mengenai Onani dan masturbasi. Tentu saja hal ini tidak bisa dianggap hal sepele.

Pada sebuah program acara talk show malam di salah satu televisi swasta dengan segmen khusus yang katanya dibuat untuk membicarakan masalah kesehatan seksual dan reproduksi mendatangkan salah seorang dokter yang dianggap ahli di bidang seksologi atau mengenai kesehatan seks. Pembicaraan di acara tersebut menjadi sangat mengganggu karena dikatakan bahwa onani adalah perilaku naluriah seorang laki-laki remaja atau dewasa yang wajar dilakukan setidaknya tiga hari sekali. Apabila berlebihan maka perilaku tersebut dapat merusak kesehatan alat reproduksi. Tak hanya itu, banyak alamat situs yang mengatasnamakan layanan info kesehatan juga lebih kurang menyampaikan hal serupa.

Perilaku ini dianggap biasa di negara-negara barat dan merupakan kebiasan yang dilakukan oleh masyarakatnya. Hal ini wajar mengingat mayoritas negara-negara barat tidak menganut agama Islam dimana perilaku ini termasuk kedalam perbuatan tercela. Tampaknya sedang ada usaha yang dilakukan secara masif untuk memasukkan paham tersebut ke negeri ini sebab kini di kalangan sebagian masyarakat Indonesia maupun negara-negara dengan penduduk muslim lainnya telah dianggap sebagai hal yang wajar. Sebagai bentuk dampak buruk dari globalisasi hal ini sungguh dapat merusak dari generasi ke generasi. Kini  banyak kaum millenial yang menjadikan paham ini sebagai solusi bagi para laki-laki yang sudah memiliki syahwat namun belum memiliki kemampuan untuk melangsungkan pernikahan dari segi apapun. Tentu saja ini adalah sebuah penyesatan yang benar benar harus diproteksi agar tidak terlanjur meluas ke seluruh kalangan masyarakat.

Terlepas dari apa yang dikatakan bahwa setidaknya maksimal tiga hari sekali ataupun tidak boleh berlebihan, tentu saja perilaku ini menuai banyak kesimpangsiuran dan pertentangan dalam masalah hukumnya dalam Islam. Pembahasan semacam ini dapat menyesatkan pemahaman masyarakat terlebih lagi kepada kalangan pemuda.

Berikut kita kembali kita bahas mengenai hukum dari onani atau masturbasi.

Secara medis onani adalah suatu tindakan rangsangan yang dilakukan seseorang secara sendiri kepada alat kelamin dan perilaku ini identik dilakukan oleh pria. Dan di banyak artikel kesehatan modern onani yang pada “kadar wajar” adalah sesuatu yang dapat memberikan dampak positif bagi kesehatan. Tentu saja sejatinya ini adalah suatu penyesatan yang sangat nyata. Perbuatan ini secara jelas adalah perilaku menyimpang meskipun diluar sana banyak kalangan yang bersikeras untuk mengubah pandangan publik bahwa onani yang dilakukan pada kadar yang tidak berlebihan adalah suatu perilaku wajar yang dilakukan oleh manusia yang telah mencapai masa pubertas.

Bila kita telusuri, hal ini bukanlah sesuatu yang baru, bahkan ini sejak awal telah memiliki hukum tersendiri di dalam islam. Dan sebagai seorang muslim seharusnyalah kita mengikuti apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang dalam agama kita. Perilaku onani identik dengan waktu senggang, pergaulan bebas dan sikap tidak menjaga pandangan. Mayoritas pelakunya adalah dari kalangan laki-laki. Tentu saja perilaku ini memiliki banyak dampak negatif seperti impotensi, disfungsi seksual, kanker prostat, hilangnya gairah berhubungan dengan pasangan setelah menikah, kerusakan pada otak, rasa bersalah yang berhujung keputusasaan, sakit pada pinggang dan sendi, rasa letih berkepanjangan, dihantui rasa malas dan dampak lainnya. Kehidupan tentu saja menjadi tidak produktif dan penuh dengan kegagalan.

Perilaku ini akan menyebabkan pelakunya mengalami kecanduan, sebagaimana kecanduan menonton video porno, minum alkohol, narkoba dan obat-obatan lainnya. Kebanyakan pelaku belum menikah sehingga jelas perilaku  ini merupakan perbuatan dosa dan islam memiliki pandangan tersendiri mengenai hal ini.

Dalam bahasa Arab onani dikenal istilah “الاستمناء”, yaitu memaksa keluarnya mani. Atau secara istilah diterjemahkan sebaga, “الاستمناء” yaitu mengeluarkan mani dengan cara selain jima’ (bersenggama/coitus) dan cara ini dinilai haram yakni seperti mengeluarkan mani dengan tangan secara paksa disertai syahwat, atau bisa pula “الاستمناء” dilakukan antara pasutri dengan tangan pasangannya dan cara ini dinilai boleh (tidak haram).

Dalam kitab I’anatuth Tholibin (2:255) disebutkan maksud “الاستمناء” adalah mengeluarkan mani dengan cara selain jima’ (senggama), baik dilakukan dengan cara yang haram melalui tangan, atau dengan cara yang mubah melalui tangan pasangannya. Istilah “الاستمناء” di sini sama dengan onani atau masturbasi.

Onani dengan hanya sekedar untuk membangkitkan syahwat, hukumnya adalah haram secara umum. Karena Allah Ta’ala berfirman,

“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Ma’arij: 29-31).

yang dimaksud orang yang melampaui batas adalah orang yang zholim dan berlebih-lebihan. Allah tidak membenarkan seorang suami bercumbu selain pada istri atau hamba sahayanya. Yang selain itu diharamkan. Namun, menurut ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Imam Ahmad, hukum onani itu makruh tanzih (sebaiknya dijauhi).

Imam Ahmad dalam pendapat lainnya mengatakan bahwa onani tetap haram walau dalam kondisi khawatir terjerumus dalam zina karena sudah ada ganti onani yaitu dengan berpuasa.

Lalu bagaimana onani yang dilakukan dengan istri sendiri ? Mayoritas ‘ulama’ menilai bolehnya melakukan onani apabila yang melakukannya adalah pasangannya sendiri (istrinya), seperti mengeluarkan mani dengan cara kemaluan si suami digesek pada paha atau perut istri selama tidak dilakukan pada kondisi terlarang (yaitu seperti ketika puasa, i’tikaf atau saat berihram ketika haji dan umrah).

Akan tetapi ‘ulama’ lain mengatakan perilaku onani dari istri hukumnya adalah makruh. Disebutkan dalam Nihayah Az Zain dan Fatawa Al Qodi bahwa, “Seandainya seorang istri memainkan kemaluan suami dengan  tangannya, hukumnya makruh, meskipun suami memberikan izin lalu keluar mani. Karena  seperti itu menyerupai perbuatan ‘azl (yakni menumpahkan mani di luar kemaluan istri). Perbuatan ‘azl sendiri dinilai makruh.”

Alih alih melakukan hal tersebut “setidaknya maksimal tiga hari sekali”, menahan gejolak syahwat dan berhenti melakukannya adalah jawaban untuk meraih keberkahan dalam hidup. Tidak ada cara lain selain berhenti melakukan perilaku ini, selain untuk kesehatan alat reproduksi tentu saja menjaga kemaluan dapat mendatangkan kasih sayang dan lindungan dari Allah Subhanahuwata’ala dalam kehidupan. Berikut kami sarankan beberapa cara untuk berhenti dan dampak positif tidak melakukan atau berhenti melakukan;

  1. Menghindari waktu senggang dan bersendirian

Waktu senggang dan sendiri adalah awal mula terjadinya petaka ini karena syeithan dengan leluasa mebisikkan ribuan hasutan untuk melakukan penyimpangan atau hal-hal yang dilarang. terlebih lagi pagi para pembujang atau pemuda yang belum menikah mencari perkumpulan positif atau kesibukan adalah salah satu cara untuk menghindari waktu senggang.

  1. Menghindari teman dan pergaulan negatif

Teman yang memiliki kecenderungan negatif terlebih lagi yang memiliki candu terhadap onani dapat memberikan pengaruh kepada temannya. Maka dalam hal ini berkumpul dengan teman-teman yang sholih jauh lebih baik dan akan memberikan dampak positif bagi perilaku maupun kehidupan seseorang.

  1. Menjaga mata

Allah Ta’ala berfirman, ”Katakanlah kepada laki-laki yang beriman,’Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’” (QS. An-Nur 24 : 30).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata,“Ini adalah perintah dari Allah Ta’ala kepada hamba-hambaNya yang beriman untuk menjaga (menahan) pandangan mereka dari hal-hal yang diharamkan atas mereka. Maka janganlah memandang kecuali memandang kepada hal-hal yang diperbolehkan untuk dipandang. Dan tahanlah pandanganmu dari hal-hal yang diharamkan.” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/41)

Dikarenakan mata dapat mengubah sinyal pandangan menjadi suatu rangsangan sehingga melihat hal-hal yang terlarang dapat memancing timbulnya syahwat.

  1. Mendekatkan diri kepada Allah

Memperbanyak dzikir dan berdo’a meminta kepada Allah untuk dilindungi dari perbuatan tercela ini. Allah Ta’ala memerintahkan hambanya utuk memperbanyak berdzikir agar hidupnya beruntung. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

“Dan berdzikirlah pada Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah: 10)

“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35).

“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab: 41-42).

Syaikh As-Sa’di rahimahullah menerangkan, “Dzikir yang banyak adalah dengan membaca tahlil (laa ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah), tasbih (subhanallah), takbir (Allahu Akbar) dan perkataan lainnya yang mendekatkan diri pada Allah. Yang paling minimal adalah kita merutinkan dzikir pagi-petang, dzikir ba’da shalat lima waktu, dzikir ketika muncul sebab tertentu. Dzikir ini baiknya dirutinkan di setiap waktu dan keadaan.” (Tafsir As-Sa’di, hlm. 706)

  1. Berpuasa

Seperti yang telah disebutkan diatas, Imam Ahmad dalam suatu pendapat nya mengatakan bahwa onani tetap haram walau dalam kondisi khawatir terjerumus dalam zina karena sudah ada solusi di dalam islam untuk menghindari onani yaitu dengan berpuasa. Berpuasa dapat menekan energi negatif dalam tubuh sehingga  syahwat dan dorongan untuk melakukan perbuatan tercela tersebut dapat diredam.

  1. Menikah

“Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah (kemampuan untuk menikah), maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400)

Apabila telah mampu menikah adalah suatu jalan yang paling tepat dalam upaya menghindar dari perbuatan yang melampaui batas ini. Laki-laki yang telah menikah dapat melakukan hubungan seksual secara sah dan halal dengan istrinya tanpa dihantui rasa bersalah dan dosa.

Poin penting yang ingin disampaikan pada artikel kali ini adalah banyak sekali diluar sana kabar dan informasi yang simpang siur terutama mengenai hal onani ini. Seakan-akan mereka ingin menggiring manusia untuk melakukan kerusakan demi kerusakan terutama dari kalangan muda mudi yang sangat rentan dan sensitif dengan hal berbau seksual. Maka seorang muslim semestinya tak perlu lagi mencari gambaran ataupun dalil dari luar Islam yang sejatinya menyimpang dan ingin mengalihkan pandangan manusia dari hal-hal yang benar. Islam adalah agama yang Haq yaitu agama yang benar dimana semua lini kehidupan manusia diterangkan dan dijelaskan perihal hukum, tata cara, maupun adabnya. Dan perlu kita ingat dan pegang betul adalah seperti yang diterangkan dalam surat Al Mu’minun di awal surat bahwa beruntunglan orang-orang-orang yang beriman, salah satu indikasi orang beriman adalah orang orang yang menjaga kemaluannya. Maka mereka kelak berhak mewarisi surga firdaus yang telah dijanjikan oleh Allah Subhanahuwata’ala.

Sekian artikel kali ini semoga bermanfaat dan dapat menjadi referensi. Semua kebenaran datangnya dari sisi Allah dan segala kesalahan dan kekeliruan datang dari diri penulis sendiri dan syeithan laknatullah.

Semoga tulisan kali ini sedikit banyak dapat menjadi bahan bagi masyarakat untuk memikirkan ulang tentang hal yang satu ini.

Segala yang benar datangnya dari Allah Subhanahuwata’ala. Dan segala kekeliruan datangnya dari diri penulis sendiri dan atas gangguan syrithan laknatullah.

Ahmad Daud

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Kolaborasi WIZ dan ASBISINDO: 139 Anak Yatim dan Dhuafa Dapat Santunan Serta THR

MAKASSAR, wahdah.or.id - LAZNAS WIZ bersama Perkumpulan Bank Syariah...

Pekan Terakhir Ramadan, 750 Paket Iftar Didistribusikan WIZ dan KITA Palestina ke Jalur Gaza

GAZA, wahdah.or.id - Kehidupan masyarakat di Gaza Palestina saat...

Pondok Pesantren Abu Bakar Ash-Shiddiq: Wadah Baru untuk Pendidikan dan Dakwah Islam di Kawasan Bontobahari Bulukumba

BULUKUMBA, wahdah.or.id - Proses pembangunan Pondok Pesantren Abu Bakar...

Mitra Wahdah di Gaza: Terima Kasih Wahdah, Terima Kasih Indonesia

MAKASSAR, wahdah.or.id - Wahdah Islamiyah dan Komite Solidaritas (KITA)...