Pertanyaan:
Berdosakah kita sebagai orang tua yang membawa anak-anak kita ke masjid namun saat salat anak tidak lagi dalam pengawasan kita dan anak kita bermain-main sampai mengganggu salat berjamaah?
Jawaban:
Dijawab oleh: Ustaz Imran Bukhari, Lc., M.H.
Segala puji bagi Allah ‘azza wa jalla atas seluruh karunia yang diberikan kepada kita, semoga salawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Permasalahan ini memang agak dilematis di tengah masyarakat kita. Sehingga kita musti memahami masalah ini dengan utuh, baik dari sisi pendalilannya dan bentuk pengamalannya.
Namun hal yang harus menjadi landasan utama dalam masalah ini bahwa masjid adalah rumah Allah karena ia tempat untuk beribadah kepada-Nya, maka sudah sepantasnya apabila masjid diagungkan dan dimuliakan sebagaimana mustinya.
Termasuk memuliakan masjid adalah dengan tidak menimbulkan keributan yang dapat mengganggu pelaksanaan ibadah di dalamnya, seperti keributan yang terjadi sebab keberadaan anak-anak yang ikut dibawa oleh para jamaah masjid.
Di sisi lain, memang terdapat dalil yang membolehkan untuk membawa anak-anak ke dalam masjid dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membawa salah seorang cucunya ke masjid, bahkan bermain di pundak nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau pernah sujud agak lama karena di punggung beliau ada cucunya yang sedang bermain.
Hal ini dapat dipahami sebagai salah satu anjuran agama Islam agar anak-anak kecil sudah terbiasa dengan masjid, tapi perlu diperhatikan kondisi anak yang dibawa ke masjid. Kalau kondisinya seperti Umamah yaitu cucu yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mungkin dia tidak dalam kondisi terlalu banyak bersuara atau berjalan jauh.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengarahkan orang tua agar mendidik anak mereka di usia 7 tahun, maka kembali pada syarat salat yaitu tamyiz, dimana anak-anak telah memahami perintah dan larangan, maka dalam kondisi seperti itulah anak-anak diarahkan ke masjid. Jangan kemudian anak-anak yang usia 4 tahun atau mungkin kurang dari itu yang belum memahami perintah dan larangan, dibawa ke masjid, akhirnya menimbulkan keributan, tidak bisa dikendalikan, akhirnya merusak suasana kekhusyukan para jamaah.
Jangan sampai dipahami Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membawa cucunya kemudian anak-anak itu dibawa ke masjid. Perlu dilihat juga kondisi anak-anak kita yang dibawa ke masjid. Yang pertama dia tidak seaktif anak-anak di sekeliling kita yang susah untuk dikendalikan, ini yang nantinya akan mengganggu kekhusyukan dalam masjid. Kemudian usia 7 tahun yaitu usia yang mampu membedakan antara perintah dan larangan. Ketika disuruh diam maka dia akan diam. Ketika disuruh fokus, dia fokus. Meskipun jarang kita dapati anak-anak bisa fokus salat dari awal takbiratulihram.
Sebagian masjid ada yang ditugaskan untuk mengawasi anak-anak, nanti dia bergabung rakaat terakhir ketika sudah memastikan kondisi anak-anak sudah dikondisikan dengan baik. Ini tentu saja salah satu opsi untuk menjaga ketenangan para anak-anak yang terlanjur dibawa oleh orang tuanya.
Olehnya, dalil yang sebelumnya disebutkan tidak boleh dipahami secara mutlak bahwa anak umur berapapun dapat dibawa ke masjid yang pada akhirnya akan mengganggu ketertiban masjid. Jadi di sini kita tidak memahami ada hukum tertentu boleh atau tidaknya, tapi menjaga suasana ibadah tanpa harus terganggu dengan suara anak-anak. Kalau suara yang bisa kita maklumi maka tidak mengapa, tapi kalau sudah sampai terikat dan bicara ngawur ini yang akan mengganggu.
Membaca al-Qur’an saja di mana ini adalah hal yang disunahkan, tapi kalau sampai mengganggu saudara kita yang salat sunah maka dilarang untuk meninggikan suara. Apalagi kalau membiarkan suara anak-anak yang tidak bisa dikontrol, maka kembali upaya kita sebagai orang tua. Kita menunggu anak kita sampai usia tamyiz kemudian bisa dibawa ke masjid. Wallahu a’lam.