Ketika manusia mengarungi kehidupan dunia pasti disana ada ujian cobaan rintang dan godaan. Tidak sedikit yang goyah, jatuh bahkan tumbang didalamnya. Akan tetapi itu tidak akan terjadi pada orang yang memasrahkan dirinya hanya kepada Allah. Itulah al matawakkilin yang memiliki sifat tawakkal dalam sanubarinya.

Sifat Tawakkal ini memiliki fadhilah dan efek yang sangat besar dalam kehidupan seseorang, hal itu dikarenakan seseorang yang bertawakkal dia dekat dengan Allah subhanahu wata’ala, mendapatkan cinta-Nya dan mendapatkan taufiq dari-Nya pada sekian banyak urusannya didunia.

Ketika seseorang sangat yakin kepada Rabnya, dialah yang mengatur kehidupan dan seluruh perkara yang ada dan apa yang ada disisinya adalah lebih baik dan lebih kekal maka dia adalah seseorang yang mutawakkil.

Lalu, apakah seseorang yang bertawakkal kepada Allah itu tidak perlu mempertimbangkan aspek asbab? Jawaban nya tentu tidak, bahkan mengupayakan asbab itu adalah bagian dari tawakkal itu sendiri.

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Dari Sahabat Anas Bin Malik RadhiyAllahu anhu :

قال رجل للنبي صَلَّىْ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ يا رسول الله أترك ناقتي وأتوكل أو أعقلها وأتوكل ؟ قال (بل اعقلها وتوكل)

“Berkata seseorang kepada nabi shallAllahu alaihi wasallam : Wahai Rasulullah apakah saya meninggalkan unta tanpa diikat kemudian bertawakkal atau saya perlu mengikanya kemudian bertawakkal? Beliau menjawab : ikatlah kemudian engkau bertawakkal”. (H.R. At Tirmidzi).

[Hadist ini di hukumi sebagai Hadits yang dha’if menurut sebagian ulama muhaditsin akan tetapi lafadznya sesuai dengan nushus yang lain min bab Fadhail ‘Amal].

Suatu ketika Nabi Musa ‘alaihissalam bersama kaumnnya ketika dikejar oleh fir’aun dan bala tentaranya, kemudian mereka sudah sangat terdesak dan hampir ditangkap mereka merasa panik, beribu perasaan khawatir dan seterusnya, nabi musapun menenangkan hati mereka, sebagaimana yang Allah subhanahu wata’ala abadikan dalam al-qur’an :

وَقَالَ مُوسَىٰ يَا قَوْمِ إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُسْلِمِينَ

“Dan Musa berkata, “Wahai kaumku! Apabila kamu beriman kepada Allah, maka bertawakAllah kepada-Nya, jika kamu benar-benar orang Muslim (berserah diri).” [Q.S. Yunus 84]

Maka merekapun menjawab :

فَقَالُوا عَلَى اللَّهِ تَوَكَّلْنَا رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

“Lalu mereka berkata, “Kepada Allah-lah kami bertawakal. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi kaum yang zhalim,” [Q.S. Yunus 85]

Lalu apa yang mereka ucapkan disaat yang genting?

وَنَجِّنَا بِرَحْمَتِكَ مِنَ الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

“(Ya Allah) selamatkanlah kami dengan rahmat-Mu dari orang-orang kafir.” [Q.S. Yunus 86]

Maka Allah pun menyelamatkan mereka dari kejaran fir’aun, akan tetapi tidak semerta merta begitu saja, Allah masih menginginkan para hambanya untuk melakukan sebab, yaitu perintah kepada nabi musa untuk memukulkan tongkatnya.

فَأَوْحَيْنَا إِلَىٰ مُوسَىٰ أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْبَحْرَ ۖ فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيمِ

“Lalu Kami wahyukan kepada Musa, “Pukullah laut itu dengan tongkatmu.” Maka terbelahlah lautan itu, dan setiap belahan seperti gunung yang besar.” [Q.S. Asy-Syu’ara 63]

Padahal Tongkat nabi musa adalah tongkat biasa tidak ada yang spesial, yang terbuat dari kayu tidak bisa memberikan manfaat ataupun mudharat, bahkan tongkat itu juga yang digunakan untuk merontokkan dan mengumpulkan daun serta menggiring gembalaan nabi musa alaihissalam.

Allah subhanahu wata’ala berfirman :

وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَىٰ قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَىٰ غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَىٰ

”Dan apakah yang ada di tangan kananmu, wahai Musa? ” Dia (Musa) berkata, “Ini adalah tongkatku, aku bertumpu padanya, dan aku merontokkan (daun-daun) dengannya untuk (makanan) kambingku, dan bagiku masih ada lagi manfaat yang lain.” [Q.S. Tha-Ha 17-18]

Tapi begitulah Allah menginginkan pada segalanya ada asbab, tidak terjadi begitu saja dan untuk menguji manusia apakah mereka mau melakukan perintah dari Rabnya.

Diantara pelajaran yang bisa kita petik adalah, lakukan saja perjuangan untuk agama islam, sisanya pasrahkan kepada dzat yang selalu hidup tidak akan pernah mati.

وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِ ۚ وَكَفَىٰ بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا

“Dan bertawakAllah kepada Allah Yang Hidup, Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa hamba-hamba-Nya.” [Q.S. Al-Furqan 58]

_____
Yoshi Putra Pratama
(Mahasiswa UIM KSA)

Artikulli paraprakUpaya Muslimah Wahdah Islamiyah Sidrap Berantas Buta Aksara Al-Qur’an
Artikulli tjetërLAZIS Wahdah Berikan Santunan Untuk Bunga, Bayi Yatim Di Mamuju

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini