SAM 6259Geografis dan Populasi Medan

Medan, 17 Juni 2012. Medan didirikan oleh Guru Patimpus Sembiring Pelawi pada tahun 1590. Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30′ – 3° 43′ Lintang Utara dan 98° 35′ – 98° 44′ Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut.

Berdasarkan data kependudukan Tahun 2010, penduduk Medan saat ini diperkirakan telah mencapai 2.712.236 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria. Sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 566.611 jiwa. Sedangkan agama yang berkembang meliputi Islam, Kristen Protestan, Katolik, Budha, Hindu, dan Konghucu; dan dengan komposisi 70% muslim 30% non Muslim.

Medan tak pernah sepi dari gerakan dakwah. Telah banyak lembaga-lembaga Islam melakukan pembinaan-pembinaan kepada masyarakat seperti Muhammadiyah, NU, Hidayatullah, Washliyah, dan lain-lain bahkan telah ada pula gerakan yang mengaku dirinya salafi; juga secara pribadi-pribadi telah melakukan pembinaan seperti para alumni Al Azhar, Sudan, dan lain-lain.

Wahdah Islamiyah menginjakkan kaki di Medan.

            Da’i perintis merupakan program strategis dalam melebarkan jangkauan dakwah di atas manhaj salaf yang sejuk. Dan Medan menjadi salah satu target bagi program ini. Tanggal 17 Mei 2012 adalah tonggak sejarah bagi Wahdah Islamiyah melakukan perintisan dakwah di Medan. Tercatatlah 6 da’i yang telah memikul tugas ini, yang terbagi dalam 4 gelombang pengiriman. Gelombang pertama, ust Muh Amir Ghani dan Ust Abd Aziz; gelombang kedua: Ust Ishaq Subu dan Ust Fadli; Gelombang ketiga Ust Salim Ahmad, dan Gelombang keempat ust Komari.

            Sebenarnya telah pernah ada kader Wahdah Islamiyah di Medan, yaitu Ust Gerhana (alumni STIBA) tetapi beliau baru terbatas pada mengajar di Ma’had As Sunnah Medan dan belum sempat memperkenalkan Wahdah Islamiyah dan pola pembinaannya. Namun begitu, jasa beliau sangat besar karena dari kenalan-kenalan beliau-lah gerakan dakwah Wahdah Islamiyah di mulai.

Hasil-hasil perintisan.

            Tim da’i Perintis Medan belum banyak melakukan kegiatan silaturrahmi ke lembaga-lembaga Islam, baru ke Ma’had Abu Ubaidah Bin Jarrah, MUI Medan, pengurus masjid Muslimin, masjid al Ikhlas. Untuk silaturrahmi ke instansi pemerintah seperti Walikota, Kementrian Agama, KUA baru direncarakan dan belum terlaksana.

            Tetapi atas idzin Alloh I telah ada 2 masjid sebagai sentra pembinaan kami yaitu masjid Muslimin di Jl sun Yat Sen dan masjid al ikhlas jl. Beo Indah. Di masjid Al Ikhlas terbentuk satu kelompok bahasa arab yang belajar 2 kali sepekan dan satu halaqah tarbiyah. Sedangkan di masjid Muslimin telah terbentuk satu kelompok dirosa, satu kelompok tahsin sekaligus tafsir dan satu halaqah tarbiyah.

            Saat silaturrahmi di ma’had Abu Ubaidah bin Jarrah, kami diterima dengan sangat baik bahkan menerima program pelatihan Dirosa bagi para mahasiswanya, tetapi karena bertepatan dengan jadwal ujian, maka pelatihan tersebut batal dilaksanakan.

            Begitu pula tim telah melakukan silaturahmi ke Usu ( universitas Sumatra Utara) dan berhasil berdialog dengan beberapa mahasiswa dan mendapatkan gambaran tentang program-program pembinaan mahasiswa, yang intinya telah padat dari berbagai lembaga kemahasiswaan.

            Dan pada ahad, 17 Juni dilaksanakan pelatihan Pembina Dirosa di masjid Muslimin yang diikuti oleh segenap pengurus dan binaannya; juga diikuti oleh para guru-guru sekolah, ust/ah TK-TPA /MDTA. Tercatat 8 ustadzah dan 12 ustadz mengikuti kegiatan ini dari awal hingga akhir dengan 4 materi yaitu Pengenalan Dirosa, penguasaan buku Dirosa, Metodologi pengelolaan dan pengajaran Dirosa dan microteaching. Walaupun kegiatan ini kurang pesertanya karena bertepatan dengan acara peringatan Isra’ Mi’raj, tetapi tanggapan dan antusias peserta sangat tinggi. Dan diakhiri dengan program tindaklanjut dan pembentukan koordinator dan anggota-anggotanya.

            Pada hari ahad itu juga, Ust. Salim Ahmad mengisi pengajian STM (syarikat tolong menolong) di masjid Muslimin yang diikuti oleh kurang lebih 40 orang anggota STM dengan tema yang pas yaitu tentang shalat.

Peluang-peluang

            Masyarakat Medan tergolong religius yang masih hanif, namun kebanyakan mereka terwarnai dan ikut-ikutan tanpa ilmu terhadap sebuah gerakan Dakwah. Pembahasannya sudah tinggi bahkan sampai pada kajian kitab Al Hikam tetapi pada persoalan-persoalan yang sangat mendasar-pun banyak yang masih awam.

            Peluang dakwah di Medan sangat besar dan terbuka lebar. Hanya saja karena selama ini telah terbiasa dengan para da’i alumni Timur Tengah, da’i dengan pendidikan tinggi, maka orang –orang yang mau berdakwah paling tidak telah memiliki pengalaman dakwah/pendidikan yang cukup agar bisa diterima dengan baik oleh masyarakat Medan.

            Pendidikan Al-Qur’an sangat besar peluangnya untuk bisa dibina dan diarahkan, karena geakan pendidikan Al-Qur’an belum seramai dengan apa yang di Makassar.

            Telah ada tawaran untuk mengirim Pembina tahfidzul Qur’an yang akan ditempatkan di masjid Muslimin dan ditanggung kehidupannya. Begitu pula tawaran dakwah daerah rutin sepekan sekali di Medan dengan pengiriman da’i alumni Timur Tengah.

 Tantangan dakwah.

            Saat ini di Medan sedang maraknya gelombang anti Wahabi, telah beredar luas buku yang sangat menghasut dengan judul Membersihkan Ibadah dari belitan Wahabi. Bahkan ada ustadz yang dalam ceramahnya dari awal hingga akhir hanya berisi hujatan-hujatan terhadap Wahabi termasuk hujatan terhadap para ulama seperti ibnu Taimiyah, bin Baz, Al Bani dan lain-lain.

            Bagi sebagian yang mengaku Salafi-pun, banyak yang masih trauma terhadap apa yang terjadi. Sebagian terhadap sebagian yang lain saling mentahdzir dan membuat komunitas tersendiri. Sehingga sebagian binaan merasa bingung akan hal ini dan terkesan menjaga jarak dan hati-hati terhadap siapapun yang membawa bendera salafi.

            Tidak kalah beratnya tantangan di Medan adalah berliku-likunya jalanan Medan dan tingginya suhu udara yang berkisar antara 300 – 350. Sehingga para da’i perintis merasa kepanasan walaupun di malam hari.

{phocagallery view=category|categoryid=35|limitstart=0|limitcount=0|detail=5|float=left|type=1}

Artikulli paraprakPengukuhan DPC Wahdah Islamiyah se-Kota Makassar
Artikulli tjetërBesok Sabtu Professor Madinah Ceramah di Makassar Undangan Terbuka Untuk Kaum Muslimin

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini