Manhaj Enjoy Tidak Akan Melahirkan Pemimpin Ummat

Date:

Manhaj Enjoy

Tidak Akan Melahirkan Pemimpin Ummat

Ummat ini akan terus mengalalami tribulasi (cobaan) akibat tidak adanya pemimpin yang mengayomi, Tapi di balik cobaan itu ada manfaat besar yang akan dituai oleh ummat ini. Manfaat apa yang kita  dapatkan dalam kondisi ummat yang carut marut ini?

Pembaca yang mulia… edisi kali ini al-Bashirah mengangkat wawancara Majallah al-Bayan (Dzulhijjah 1423 H) yang terbit di London dengan Syaikh Nashir Sulaiman al-Umar seorang ulama kontemporer yang juga aktif sebagai da’i. Selamat menyimak.

Albayan:Peristiwa 11 September memberi pengaruh sangat besar terhadap tubuh shahwah islamiyah (kebangkitan Islam). Hasilnya, ada dua ittijah dalam tubuh ummat ini. Yang pertama, mereka yang berlebihan merespon realita, sampai-sampai mereka menta’wil bahkan menyimpangkan makna nash-nash syar’i yang sudah jelas. Kelompok yang kedua, mereka yang menutup diri dari relita bahkan seakan mereka hidup bukan pada zamannya. Bagaimana pandangan syaikh tentang hal ini.

Syaikh Nashir: Masalah ini agak pelik jika kita tidak membatasi persoalan dalam menyelesaikan krisis. Artinya, ketika jama’ah memilih satu langkah-apapun langkah yang ditempuh- itu tergantung persepsi jama’ah tersebut dalam menyelesaikan masalah tersebut. Dalam pandangan saya, dibalik peristiwa 11 September itu ada rahmat Allah. Meski secara kasat mata yang nampak adalah musibah. Jika kita melihat dengan pandangan sempit maka kejadian yang menyakitkan adalah buah dari sebuah tragedi. Tapi jikia kita berpikir jauh maka makna dari kejadian yang menyakitkan itu adalah pertolongn akan terwujud dalam semua lini kehidupan-dengan izin Allah tentunya-. Ini jelas terkait erat dengan berbagai perangkat dan metode yang ditempuh guna meraih kejayaan dicita-citakan.

Masalah lain adalah, saat umat menghadapi krisis para aktifis tidak pernah berfikir yang lain kecuali bagaimana cara keluar dari krisis tersebut tapi tidak dikembangkan lebih jauh yaitu mengambil i’tibar yang dengannya mereka berpikir jauh ke depan dengan mengambil langkah-langkah strategis yang menerobos waktu dan generasi. Maka zhahir masalah jangan sampai memalingkan kita dari hakikatul mihnah (hikmah di balik ujian) , sebab Allah ta’ala tidakl menciptakan keburukan itu betul-betul nurni keburukan.

Tentang beragamnya manhaj sepertri yang Anda isyaratkan tadi, maka ini sangat tergantung pada pada kemampuan manhaj tersebut memberi pengaruh. Karena itu kita harus memberi batasan pada ittijah (arah) dalam manhaj kita. Tentu Ittijah yang  memberi pengaruh signifikan di medan dakwah. Kita juga mesti melihat pada kedekatan ittijah itu pada al-haq. Dari sini kita lihat nanti bagaimana perkembangan ittijah tersebut, apakah perangkat-perangkatnya mampu memberi pengaruh sehinga ia bisa bertahan.

Tidaklah terlalu penting dalam pembicaraan kita kali ini tentang bagaimana berbagai manhaj itu, akan tetapi bagaimana kita menyajikan manhaj yang benar yang dengannya kita mengeluarkan umat dari krisis. Satu hal yang patut selalu kita ingat yaitu, manhaj yang isinya penuh dengan kesantaian tidak akan melahirkan pemimpin disaat krisis.

Al-Bayan:    Dulu, ulama salafus shalih merupakan teladan dalam meramu antara spesialisasi ilmu syar’i dan perhatian terhadap masalah ummat dengan jihad fi sabilillah, amar ma’ruf nahi mungkar. Inilah yang diperankan Syaikhul Islam Ibn Taimiyah dan al-‘Izz bin Abd Salam. Menurut Anda bagaimana kita menghadirkan tipe ulama seperti itu pada realita kita hari ini.

Syaikh Nashir: Merlahirkan pemimpin ummat adalah cita-cita agung. Allah berfirman, “Dan kami jadikan mereka pemimpin yang memberi petunjuk dengan Islam saat mereka bersabar dan ketika mereka yakin dengan ayat kami” (Qs. as-Sajadah: 24). Menurut saya untuk mewujudkan hal ini maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para pemimpin.
   
Pertama, Pentingnya mengevaluasi kembali metode dakwah dan pendidikan kita. Sebab selama ini, dengan niat yang sangat mulia yaitu melahirkan manusia yang memiliki spesialisasi tapi nyatanya pendidikan kita hanya melahirkan manusia berkepribadian pincang.
   
Kedua, Mempersiapkan madrasah khusus yang didesain untuk melahirkan pemimpin.
   
Ketiga, Pemimpin harus memiliki keseriusan yang nyata. Dalam arti ia tidak condong pada godaan dunia beserta pernik-perniknya, segera bertindak dan tidak menunda-nunda waktu, serta tidak terjebak pada sikap berlebih-lebihan dan berkekurangan.
   
Keempat, Memperdalam spesialisasi, berpikir global, tidak tenggelam dengan realita sesaat, berusaha melihat inti masalah.
   
Kelima, Berusaha membumikan teks dalil yang ia baca kepada dunia nyata agar ia bisa berinteraksi langsung dengan realita ummat, lebur bersama masalah yang mereka hadapi, menyertai mereka dalam suka dukanya, tidak mengisolir diri dan hidup di menara gading. Bahkan ia harus turun ke alam nyata, segera bekerja di atas manhaj yang jelas dan dengan itu ia mengenyahkan berbagai problema ummat. Seiring dengan itu, ia harus mampu memimpin orang banyak dan menguasai dan mengarahkan emosi mereka.
   
Keenam, Memiliki himmah aliyah (obsesi tinggi), setia bersama Allah, senantiasa siap berkorban, mengubah dunia meski usianya harus habis untuk itu. Firman Allah, “Katakanlah, sesungguh shalatku, sembelihanku, hidup dan matiku untuk Allah ta’ala. Tiada sekutu baginya dan demikianlah aku diperintahkan. Dan saya yang pertama berserah diri”. (Qs. Al-An’am 162-163).

Al-Bayan:Jihad adalah puncak ajaran Islam. Tapi akhir-akhir ini ada upaya pihak-pihak tertentu dari kalangan musuh islam yang bekerjasama dengan putera ummat ini untuk menghapus syariat yang mulia ini. Di antaranya dengan usaha menghapusnya dari kuikulum pendidikan. Apa tanggapan Anda terhadap mereka.

Syaikh Nashir:Problem mereka (yang ingin menghapus sebagian ajaran Islam: red) sepanjang sejarah adalah mengaku intelek tapi dungu. Mereka tak kunjung memahami tabiat agama ini. Kita ingin bertanya pada mereka, apakah jihad di Afghanistan penyulutnya dari kurikulum pendidikan? Demikian juga kita tanyakan pada mereka tentang jihad di Balkan, Palestina atau di negeri jihad lainnya. Semua ini agar mereka tahu bahwa jihad itu bukan urusan bisnis yang berorientasi untung rugi, akan tetapi ia adalah sunnah rabbaniyah, kebutuhan mendasar semua system agar ia bisa eksis. Inti utama dari jihad itu adalah  agar bumi ini beserta isinya tunduk pada Allah, tunduk pada syariat dan hukumNya.
   
Jika mereka bersungguh-sungguh ingin menghentikan jihad, maka hendaklah mereka menghentikan semua kezaliman yang diperbuat oleh para tirani hari ini,  menstop semua penganiyaan kepada ummat Islam dan tidak memberangus dakwah atas nama demokrasi dan HAM.  Tapi yang pasti mereka ingin menghapuskan agama Allah ini, “Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka. Dan Allah tidak ingin kecuali Ia ingin menyempurnakan agama Allah”. (Qs.at-Taubah:32).
   
Yang mengherankan, bahwa jihad akan semakin menguat dan tumbuh subur setiap musuh Allah ingin menghentikannya dan menghadang perjalanannya, membunuh bibitnya dan mematikan geliatnya. Hakekat mereka seperti yang disebutkan Allah, “Mereka menghancurkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang beriman, maka ambillah itu sebagai pelajaran wahai orang-orang berakal” (Qs. Al-Hasyr:2).

Al-Bayan:Bimbang dan ragu dengan prinsip akan timbul dan semakin menjadi-jadi setiap ada suasana genting dan krisis. Apa resep agar kita tsabat (kokoh) setiap kita menghadapi masalah itu.

Syaikh Nashir:Krisis selalu ada sepanjang sejarah. Al-Qur’an mengisyaratkan dibanyak tempat, di antaranya ketika Dia menyebutkan tentang Bani Israil yang menjadi keras hatinya karena berlalunya waktu yang panjang atas mereka. Firman Allah, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang beriman untuk tunduk hati mereka p-ada Allah dan apa-apa yang diturunkan berupa  kebenaran. Dan janganlah mereka sepeti orang-orang yang diberikan kepadanya al-kitab (namun) berlalu waktu yang panjang maka mengeraslah hati mereka dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik” (Qs. Al-Hadiid: 16)
   
Allah mengingatkan para sahabat agar mereka tidak berpaling pasca wafatnya Rasulullah dengan firmanNya, “Tidaklah Muhammad itu kecuali seorang rasul yang telah berlalu sebelumnya rasul-rasul. Apakah jika ia wafat, kalia akan berpaling dari agama kalian. Dan siapa yang berpaling ke balakang, maka itu tidak akan memudharat Allah sedikitpun dan Allah akan membalas mereka yang bersyukur”. (Qs. Ali Imran: 144)
   
Goyah dari prinsip sudah menjadi ciri zaman yang banyak ujian dan fitnahnya. Tentu problem ini tidak bisa dijawab hanya beberapa baris saja  dan butuh penjelasan rinci. Tema ini telah menyita perhatian saya beberapa waktu lamanya. Alhamdulillah saya telah menulis buku yang rinci tentang persoala ini.

Al-Bayan:Sebagian pihak memandang cobaan yang melanda ummat ini adalah awal kebinasaan. Yang lain melihatnya sebagai jalan menuju kejayaan. Apa pendapat Anda tentang masalah ini?

Syaikh Nashir:Musibah dan cobaan itu adalah universitas besar yang melahirkan alumni berkwalifikasi pemimpin, reformer dan mushlih. Sebab kemampuan berkuasa di atas permukaan bumi ini tdak mungkin terwujud tanpa melalui seleksi yang bernama cobaan dan ujian. Imam Syafi’i pernah ditanya tentang manakah yang lebih utama orang yang mapan berkuasa atau orang yang lagi diuji. Murid Imam Malik ini menjawab,”Tidak mungkin ia sukses dan berkuasa tanpa ia diuji”.

Waraqah bin Naufal pernah berkata pada Rasulullah,”Andai aku masih hidup saat kaummu mengusirmu…”. “Apakah mereka akan mengusirku?”. tanya Rasulullah. “Ya. Belum pernah seorang pun yang diutus membawa seperti yang anda bawakan kecuali ia pasti diusir. Jika saya hidup pada kejadian itu, maka saya akan menolongmu sekuat tenaga”.Tegas paman Khadijah ini.
Allah menegaskan bahwa masuk surga tergadai dengan ujian dan  musibah. Allah menegaskan,

“Atau apakah kalian menyangka bahwa kalian akan masuk surga tapi belum datang kepadamu (cobaan) seoerti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka dtimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbgai cobaan), sehingga Rasul yang orang-orang yang bersamanya berkata, “Kapan datang pertolongan Allah?”. Ketahuilah sungguh pertolongan Allh itu amat dekat” (Qs. Al-Baqarah:214).

Salah seorang da’i kontemporer yang terkena musibah karena aktivitas dakwahnya ditanya, “Apakah ujian ini menghalangi anda di jalan Allah ta’ala dan meruntuhkan tekad Anda wahai syaikh..?”. “Andai bukan ujian dan cobaan ini pasti kami ragu di jalan ini” tegas sang dai. Lalu ia membaca firman Allah, “Apakah manusia kami biarkan saja berkata kami telah beriman  padahal mereka belum diuji”.(Qs. Al-Angkabut: 2).

Dari sini kita memahami bahwa musibah yang menerpa ummat ini adalah salah satu di antara jalan menuju kemuliaan dan at-tamkiin (keberkuasaan). Di sinilah mungkin rahasianya kenapa musibah yang paling berat dialami oleh para nabi dan rasul setelah itu mereka yang berada dilevel ulama’ dan du’at.

Terkadang juga musibah yang melanda akibat dosa pribadi atau jama’ah. Karena itu, kita tegaskan lagi bahwa musibah itu tidak murni keburukan dan penderitaan, selalu ada kebaikan di dalamnya.

Al-Bayan:Di antara musibah ummat ini adalah invasi Amerika ke Iraq. Pelajaran apa yang patut dicermati?

Syaikh Nashir:Tidak disangsikan lagi bahwa invasi AS ke Iraq adalah bagian invasi salibisme terhadap dunia Islam. Ini dimulai dengan invasi  mereka di bawah pimpinan AS ke bumi Afghanistan yang  mereka sudah rancang sejak lama. Meski kita belum tahu pasti kapan berakhirnya penjajahan itu akan tetapi, mereka sudah menetapkan misi utama invasi itu. Hal ini seperti yang ditegaskan oleh Allah, “Tidak akan pernah redha orang-orang Yahudi dan Nasrani sampai kalian mengikuti millah mereka. Katakanlah, “Sungguh petunjuk Allah adalah sebenar-benar hidayah”. Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah kebenaran sampai padamu maka tidak ada seorangpun pelindung dan penolong bagimu dari Allah “ (Qs. al-Baqarah:120).

Apa yang terjadi sesungguhnya di Irak adalah penjajahan salib baru. Karena itu, yang kita lihat di sana setelah AS masuk ke negeri tersebut mereka langsung membentuk pemerintah boneka yang loyal pada AS dan Barat. Begitu pula dengan kerjasama-kerjaama regional yang melibatkan negara Barat dan Islam, sarat dengan kepentingan salib.

Di lain sisi mereka (AS dan sekutunya) sangat khawatir dengan kekuatan ekonomi baru yang mengancam eksistensi mereka selama ini seperti Cina, Korea dan Jepang. Itulah sebabnya mereka menjalin kerjasama regional yang dipaksakan dengan melibatkan negara-negara Muslim padahal sesungguhnya mereka mengicar kekayaan kaum Muslimin.  Ala kulli hal yang dikakukan Barat di bawa komando AS terhadap dunia Islam pada hakekatnya adalah mengembalikan penjajahan Romawi tempo dulu dengan kemasan baru dan tujuan lama yaitu penguasaan salib atas dunia tidak terkecuali dunia Islam.

Al-Bayan:    Dalam kondisi demikian kira-kira apa peran yang bisa dimainkan ulama dan du’at?
Syaikh Nashir:    Persoalannya bukan pada  pembatasan peran. Bukan pula tentang penjelasan thariiqah (jalan) yang seharusnya kita tempuh. Persoalannya sudah sangat jelas seperti matahari di siang hari. Rasulullah bersabda,”Sesungguhnya aku tinggalkan kalian di atas sesuatu yang putih, malamnya seperti siangnya, tidak seorangpun yang berpaling darinya setelahku kecuali orang yang binasa” (HR. Ahmad, Ibn Majah).
   
Masalahnya adalah siapkah kita menghadapi ujian? Siapkah kita menerima tanggung jawab memikul amanah perjuangan? Siapkah kita melepaskan diri dari gemelap dunia beserta perhiasan-perhiasannya dan berkorban apa saja di atas jalan aqidah dan prinsip kita. Ummat kita sudah jenuh. Mereka sudah bosan dengan untaian janji-janji indah. Sudah tiba saatnya agar kita berbuat lebih banyak dengan semangat dan keyakinan. Bukankah Allah tidak mengubah nasib kita jika bukan kita sendiri yang mengubahnya.

Sekedar mengingatkan kita kembali agar kita senantiasa teguh di jalan ini, Allah menghibur kita dengan firmannya, “Janganlah kalian lemah dan sedih kalian sebab kamulah yang paling tinggi derajatnya jika kalian adalah orang yang beriman. Dengan penuh yakin saya ingin mengatakan, sesungguhnya peperangan dengan Barat ini akan dimenangkan oleh ummat Islam. Hanya saja, ini membutuhkan strategi besar dan butuh waktu yang panjang. Pada awal kali ummat ini telah mengalami cobaan yang sangat berat tapi akhirnya mereka mendapat pertolongan besar. Itu sangat bisa terwuju jika kita membuktikan kebenaran janji-janji kita pada Allah.

Allah berfirman, ”Jika kamu (di medan uhud) terluka, maka mereka pun (pada perang Badar) mendapat luka. Dan masa (kejayaan dan kehancuran), itu kami pergilirkan di antara manusia, dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman dan agar sebagian kamu dijadikannya syuhadaa’. Dan Allah tidak menyukai orang-orang kafir”. (Qs. Ali Imran: 140-141).(bersambung)   

Biodata:
Nama: Prof. Dr. Nashir Sulaiman al-Umar
Pendidikan Terakhir : S3 Fakultas Syari’ah, Jurusan Ilmu al-Qur’an Universitas Muhammad Ibn Sa’ud, Riyadh Saudi Arabia
Karir: Mantan Dosen Ilmu al-Qur’an Fak. Ushuluddin Universitas Muhammad Ibn Sa’ud, Riyadh Saudi Arabia

Karya Tulis:

1. al-Wasathiyah fil Qur’an
2. Suratul Hujurat, Dirasah Tahliliyah wa maudhuiyah
3. al-‘Ahdu wal Mitsaq fil Qur’anil Karim.
4. Ru’yatun istratijiyah fil Qadhiyah al-Filisthiniyah
 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Pondok Pesantren Abu Bakar Ash-Shiddiq: Wadah Baru untuk Pendidikan dan Dakwah Islam di Kawasan Bontobahari Bulukumba

BULUKUMBA, wahdah.or.id - Proses pembangunan Pondok Pesantren Abu Bakar...

Mitra Wahdah di Gaza: Terima Kasih Wahdah, Terima Kasih Indonesia

MAKASSAR, wahdah.or.id - Wahdah Islamiyah dan Komite Solidaritas (KITA)...

Rakyat Gaza Kembali Diserang, Wahdah Islamiyah Respon Kondisi Terkini dengan Aksi Bela Palestina

MAKASSAR, wahdah.or.id - Menjelang sepuluh hari terakhir Ramadan 1446...

Gagas Perubahan: Pemudi Wahdah Perkuat Kolaborasi Antar Komunitas di Ramadan Talk

MAKASSAR, wahdah.or.id - Sebanyak 70 pemuda perwakilan komunitas, remaja...