Maksimalkan Ormas Islam
(Fajar Online,Ahad 18 Desember 2011)

 


MAKASSAR, FAJAR
— Indonesia merupakan negara dengan tingkat perkembangan ajaran agama Islam yang tinggi. Ini ditandai dengan tumbuh suburnya ormas-ormas Islam, baik itu berskala nasional, maupun di sejumlah wilayah di Tanah Air.


Namun, masyarakat jangan lupa, perdagangan dan ekonomi memiliki pengaruh besar atas penyebaran agama Islam di negeri ini. Hal ini disampaikan mantan Wakil Presiden RI, HM Jusuf Kalla, dalam pembukaan Muktamar II Ormas Islam Wahdah Islamiyah di Masjid Almarkaz, Sabtu, 18 Desember.

"Ormas Islam di Indonesia berkembang baik. Selain organisasi yang besar dalam skala nasional, seperti NU dan Muhammadiyah, di daerah-daerah juga muncul ormas-ormas Islam yang cukup kuat seperti Persis di Jawa, Hidayatullah yang basisnya di Kalimantan dan Makassar, serta DDI di Sulsel. Di Sulawesi Tengah ada Alkhaerah, dan lain-lain," ujarnya.

Menurut JK, Islam yang berkembang di Indonesia kebanyakan Islam yang lebih moderat, dan dibawa oleh para pedagang. "Di Timur Tengah, Dakwah Islam itu besar dipengaruhi kekuatan politik dan kekuasaan. Itu ditandai dengan lahirnya dinasti-dinasti Islam, seperti Abbasiyah, Umayyah, dan Oktoman. Beda dengan Asia, khususnya Indonesia. Dakwah Islam dipengaruhi oleh perdagangan," ujarnya.

Karena itu, ormas Islam jangan lupa perannya untuk meningkatkan perekomian masyarakat. Karena, menurut catatan sejarah, Islam begitu mudah tersebar dan berpengaruh di Indonesia melalui sektor tersebut.

Hal yang sama juga diungkap Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo. Menurut dia, Wahdah Islamiyah sebagai salah satu ormas Islam sudah banyak berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi-ekonomi kecil di Sulsel.

"Ormas Islam seperti Wahdah Islamiyah juga menentang perekonomian yang mengandung riba," jelasnya.

Sementara, Wakil Menteri Agama, Nasaruddin Umar, yang juga hadir dan memberi sambutan, mengingatkan tantangan masa depan yang selalu datang terlalu cepat tanpa disadari.

Dia menjelaskan, proses Globalisasi telah melahirkan radikalisme dan liberalisme. Globalisasi, kata dia, menginginkan sesuatu yang begitu rasional, kuantitatif, dan ukurannya selalu angka. Sedangkan, masyarakat sekarang lebih tekstual, dan tradisional.

Akhirnya, meskipun secara statistik pertumbuhan ekonomi naik, namun masih berbanding lurus dengan tolok ukur keagamaan. Buktinya, disparitas masih terjadi. Ada umat yang terlalu kaya, namun di sisi lain, ada juga masyarakat yang terlalu miskin. Sedangkan, Menteri Sosial, Salim Segaf Al Jufri, menjelaskan, pekerjaan sosial adalah fitrah manusia. Dia juga banyak menjelaskan tentang esensi seorang mu’min yang sesungguhnya.

Pembukaan Muktamar II Wahdah Islamiyah juga dihadiri Sekretaris Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Wakil DPR RI, Anis Matta, dan Wali Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin. (sbi/ars) link berita

 


 

 

Artikulli paraprakWAHDAH ISLAMIYAH, GERAKAN PURIFIKASI AKIDAH
Artikulli tjetërWahdah Komitmen Bangun Kesejahteraan Umat

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini