Persoalan tentang seorang makmum memegang mushaf untuk membetulkan bacaan imam ini juga diperselisihkan oleh para ulama sebagaimana masalah sebelumnya. Oleh karena ulama yang melarangnya, membolehkannya, atau yang memakruhkannya, semuanya berbicara secara umum yaitu baik seorang membaca Al-Qur’an dari mushaf sebagai seorang imam, atau makmum untuk mengikuti bacaan imamnya.
Pendapat yang rajih dalam masalah ini bolehnya seorang makmum untuk memegang dan membuka mushaf untuk mengikuti dan membenarkan bacaan imamnya apabila ia keliru. Berkata Badruddin al-‘Aini:
وَكَانَ أنس يُصَلِّي وَغُلَام خَلفه يمسك لَهُ الْمُصحف، وَإِذا تعايا فِي آيَة فتح لَهُ الْمُصحف
Artinya:
“Anas pernah memimpin salat sedang budaknya (bermakmum) di belakangnya sembari memegang mushaf, apabila Anas keliru pada sebuah ayat maka budaknya akan membukakan mushaf.” [1]
Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa kebolehan ini didasarkan atas adanya hajat yaitu apabila hafalan sang imam tidak terlalu kuat, sehingga ia meminta salah seorang makmum di belakangnya untuk membuka mushaf. Adapun jika setiap makmum membuka mushaf dan mengikuti bacaan imam, maka hal ini sebaiknya dijauhi oleh karena tidak adanya hajat untuk hal tersebut apabila telah ada satu orang makmum yang melakukannya. Apalagi hukum asal seorang menjalankan ibadah salat dengan khusyuk dan tidak memalingkan pandangannya dari tempat sujudnya, serta meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya, sebagaimana sunah-sunah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Wallahu a’lam.
[1] Umdatul Qari, 5/225.