Lihat Peluang dan Potensi Diri Sebelum Terjun Politik Praktis
(Diskusi Ramadhan Fajar: Ulama dalam Bingkai Pemilu)

Keterlibatan ulama dalam politik praktis kembali menuai sorotan. Hal ini, terjadi dalam diskusi yang diadakan oleh Fajar FM, di gedung pertemuan lantai 4 Fajar Graha Pena, Kamis,18/9/2008. Diskusi yang mengambil tema, “Ulama dalam Bingkai Politik”, menghadirkan pemateri; Ust. Muh. Ikhwan Abdul Jalil, Lc (Wakil Ketua Umum DPP WI), Dr. Hamdan Juhannis (Pengamat Politik Islam/Dosen UIN Makassar), Akmal Pasluddin (Ketua Bappilu PKS Sulsel), dan dipandu oleh Ir.Fuad Rumi (Kolumnis Fajar).

Sebelum memulai pembahasan, Ust.Ikhwan mendahului dulu memberikan pemahaman tentang istilah Ulama, bahwa seorang Ulama  sebenarnya tidak hanya ilmu-ilmu keislamanan saja yang dikuasai seperti ilmu fikih, ilmu tafsir dan ilmu lainnya, akan tetapi memahami ilmu Allah secara luas. Ilmu kedokteran juga adalah ilmu Islam, seperti perkataan Imam Syafi’i ” Ilmu Kedokteran Itu adalah Sepertiga ilmu” sehingga tidak ada dikotomi ilmu yang dipandang ulama terdahulu. Namun saat ini, kita sudah terlanjur terperangkap dalam istilah ini, olehnya itu paling tidak, kita memimjam istilah ini dalam konteks kekinian kita.

Lanjut Ust. Ikhwan, jika merujuk pada Al Qur’an, Ulama adalah seorang yang mempunyai pengetahuan yang cukup mendalam tentang Islam, serta memiliki Khasyatullah rasa takwa kepada Allah, sehingga dapat mengejawantahkan ilmunya dalam kerangka takut kepada Allah.

Perkataan fuad rumi di awal diskusi, Ulama dalam bingkai pemilu, kita yang dibingkai atau membingkai menjadi starting point Ust.Ikhwan dalam memulai pembahasannya.

Dalam tataran keislaman, seperti perkataan Syaikh Ibnu Taimiyah bahwa agama Islam itu ada untuk mendatangkan kemaslahatan dan memaksimalkannya serta menolak kemudaratan dan meminimalkannya.

Bila, ulama ditarik dalam tataran politik praktis, alumni Universitas Islam Madinah ini, memandang dalam dua sisi, yakni; dalam perspektif individu. Dalam perspektif ini, seorang ulama harus melihat peluang dan potensi dirinya masing-masing dalam politik praktis. Jika, seorang ulama mempunyai peluang, tapi tidak mempunyai potensi, sebaiknya ia memberikan kepada orang yang lebih berpotensi. Sebaliknya, kalau seorang ulama mempunyai potensi tapi tidak diberikan peluang, maka ulama sebaiknya menjalin komunikasi yang intens dengan partai politik atau pihak-pihak yang berkecimpung di bidang itu

Kedua, dalam perspektif keummatan, dalam perspektif ini,Ust ikhwan melihat, tampak tidak adanya sinergitas di antara para ulama dalam tataran pemilu legislatif dan dalam  kasus Pemilihan anggota DPD, terlalu banyak ulama yang ikut menjadi kontestan, sehingga bisa menjadi masalah tersendiri di kalangan umat. Sehingga nantinya tidak maksimal memberikan kontribusi kepada ummat.

Jika, melihat dari kedua perspektif ini, Ust. Ikhwan menilai, bukan saatnya kita mempersoalkan pantas atau tidaknya ulama ikut dalam politik. Tetapi yang harus dilihat sejauh mana kemaslahatan yang diberikan bagi kepentingan  umat secara umum. Kedua, apakah seorang ulama bisa mempertanggungjawabkan khasyatullah itu (rasa takut kepada Allah) dalam konteks perpolitikan.

Kita Tidak bisa menafikan realitas yang ada, bahwa benar adanya ada ulama yang terjun dalam politik praktis luntur idealismenya. Menurut Ust. Ikhwan, namun tentunya kita tidak hanya sekedar melihat realitas yang ada, tapi juga melihat bagaimana seharusnya yang ideal. Yang terpenting adalah ulama tersebut agar tidak terjebak dalam pragmatisme politik, dia tetap harus memiliki idealisme memperjuangkan syariat Islam dalam makna yang seluas-luasnya, termasuk kemaslahatan bagi ummat Islam dalam menjalankan keislamannya, ini yang kadangkala luntur termakan oleh kebiasaan-kebiasaan politik, apatahlagi kita dalam berada pada sistem yang tidak islami dalam berbagai segi.

Sebagai contoh, pengalaman Syaikh Qutub di Mesir, sempat mewanti-wanti beberapa anggota Ikhwanul Muslimin yang dipandang terlalu mementingkan sisi politik sehingga luntur idealismenya, ini kata beliau harap diwanti-wanti.

Olehnya itu, para ulama yang jadi politisi perlu diberi warning jangan sampai termakan situasi yang tidak benar dalam politik praktis.

“Silahkan para ulama berijtihad, karena memang yang berhak berijtihad hanya para ulama tapi kemudian perlu untuk berhati-hati  karena ini adalah wilayah, sebagaimana, kata umar taqwa adalah anda berjalan seperti berjalan di atas jalan yang penuh duri, silahkan berjalan, maka berhati-hatilahlah, semoga Allah memberi taufiq,”  Ujar Ust.Ikhwan dalam closing statementnya. Senada dengan Ust.Ikhwan, pengamat politik  Islam Dr.Hamdan Juannis, juga mengatakan, ” Silahkan ulama berpolitik, tapi dalam konteks sekarang harus ekstra hati-hati, ulama yang tidak punya skill berpolitik jangan sama sekali masuk berpolitik karena pasti akan terjebak,”.
 

Artikulli paraprakUstadz Ikhwan Pembicara di Graha Pena (Diskusi Ramadhan Fajar: Ulama Dalam Bingkai Pemilu
Artikulli tjetërWI Buka On The Road

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini