Hadits no 651, Bulughul Maram
Dari Ammar bin Yasir Radhiyallahu’anhu, ia berkata :

مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ – صلى الله عليه وسلم. وَذَكَرَهُ الْبُخَارِيُّ تَعْلِيقًا, وَوَصَلَهُ الْخَمْسَةُ, وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ, وَابْنُ حِبَّانَ.
“Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan, maka ia telah mendurhakai Abul Qasim ﷺ.”

Al-Bukhari menyebutkan hadits ini dengan sanad yang Mu’allaq sementara imam yang lima menyebutkan dengan sanad yang Maushul. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban.

Derajat Hadits :

Sebagaimana yang telah dijelaskan Ibnu Hajar diatas bahwa hadits ini disebutkan oleh Al-Bukhari secara Mu’allaq, maksudnya tanpa menyebutkan sanadnya. Adapun imam yang lima yaitu Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad meriwayatkannya dengan sanad yang bersambung sebagaimana perkataan Ibnu Hajar. Akan tetapi Ibnu Hajar keliru karena hadits ini tidak ditemukan dalam Musnad imam Ahmad sebagaimana perkataan para ulama.

Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, Ad-Daruqutni mengatakan sanad hadits ini Hasan Shahih dan semua perawinya Tsiqah.

Hadits ini ada sedikit cacat dalam sanadnya, dimana terputus di beberapa riwayatnya akan tetapi tidak mempengaruhi keshahihannya.

Lagi pula pelarangan yang semakna dalam hadits ini juga terkandung dalam banyak perkataan sahabat yang lainnya. Diantaranya hadits Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu yang telah kita bahas di halaqah 1. Jadi kesimpulannya hadits ini Shahih.

Penjelasan :

1. Hadits ini dalil pengharaman berpuasa pada hari yang diragukan. Maksudnya ragu disini adalah keraguan apakah sudah masuk 1 Ramadhan atau masih 30 sya’ban dimana ketika malamnya bulan tidak terlihat entah karena kabut atau mendung dll. Maka hari itu tidak ada puasa sebagai mana diriwayatkan Al-Bukhari sabda Rasulullah ﷺ :

فإن غبي عليكم، فأكملوا عدة شعبان ثلاثين

“Jika kalian terhalangi dari melihatnya, maka cukupkanlah jumlah bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.”

2. Hadits ini menjadi dalil sebuah kaedah dalam syariat

أن الأصل بقاء ما كان على ما كان

“Bahwasanya sesuatu itu tetap pada asalnya”

Dalam masalah ini jelas bahwa belum ada tanda masuknya Ramadhan maka secara asal masih di bulan Sya’ban dan bulan Ramadhan belum masuk.

3. Berpuasa pada hari yang diragukan ini sama saja dengan mendurhakai Rasulullah ﷺ sedangkan Allah ﷻ berfirman :

{وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا}

“Apa yang diperintahkan oleh Rasul kepada kalian maka kerjakanlah dan apa yang kalian dilarang darinya maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr : 7)

4. Kuniah Rasulullah ﷺ adalah Abul Qasim karena Al-Qasim adalah nama anak laki-laki pertama beliau dari Khadijah Radhiyallahu’anha dan urutan ke 5 dari semua bersaudara.

*Faedah :

Bolehkan berkuniah dengan kuniah Rasulullah ﷺ?

Tidak boleh berkuniah dengan Abul-Qasim ﷺ di masa hidupnya. Namun setelah beliau ﷺ meninggal tidak apa-apa menggunakannya karena alasan pelarangannya sudah tidak ada. Alasan pelarangan itu karena ada seorang yang memanggil “wahai abul qasim” kemudian Rasulullah ﷺ menoleh tapi ternyata orang itu memanggil orang lain yang juga berkuniah Abul Qasim, maka Rasulullah ﷺ melarang memakai kuniah tersebut. Tapi ketika beliau ﷺ sdh meninggal banyak sahabat memakai kuniah tersebut, bahkan banyak ulama salaf yang memakainya tanpa ada yang saling mengingkari. Syeikh Ibn Baz, Utsaimin, dll juga menfatwakan kebolehannya.

5. Menyebut seseorang dengan nama kuniahnya adalah salah satu penghormatan. Dalam hadits ini Ammar Radhiyallahu’anhu menyebut Rasulullah ﷺ dengan nama kuniahnya karena penghormatannya kepada Rasulullah ﷺ.  Hal ini tidak temasuk dalam firman Allah ﷻ :
[arabic-font]
لَّا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُم بَعْضًا [/arabic-font]
“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian yang lain…” (An-Nur : 63)

Maksud dari ayat ini adalah pelarangan memanggil Rasulullah ﷺ dengan “Wahai Muhammad” atau “Wahai Muhammad bin Abdullah”.

✒ Abul Qasim Ayyub Soebandi (Mahasiswa Fakultas Hadits, Islamic University of Madinah, Saudi Arabia)

Artikulli paraprakBertawassul dengan amalan sholeh pada saat berdoa
Artikulli tjetërPenetapan Puasa dan Lebaran dengan metode Ru’yah Hilal

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini