MADINAH-ARAB SAUDI — Wakil ketua Dewan Syari’ah Wahdah Islamiyah ustadz Ahmad Hanafi Lc. MA melakukan kunjungan di Madinah al-Munawwarah Arab Saudi, Senin 3 September 2018. Dalam kunjungannya Ustadz Ahmad menyempatkan diri untuk bertemu dengan kader Wahdah Islamiyah yang sementara masa studi di kota Nabi tersebut.
Dalam pertemuan tersebut dengan didampingi ustadz Aswanto Muhammad Takwi, Lc. MA. yang juga anggota Dewan Syariah Wahdah Islamiyah dan alumni S2 KSU ustadz Ahmad mengajak kepada mahasiswa diizinkan lulus oleh Allah di Madinah untuk banyak bersyukur dengan segala kemudahan yang ada saat ini baik tempat untuk berkumpul yang ada sekarang dan juga sarana tawasul ijtima’i yang sudah sangat berkembang. “Berbeda dengan zaman kami dulu yang masih serba sulit. Oleh karenanya harus lebih bersyukur.” Kata ustadz Ahmad.
Lebih lanjut ustadz Ahmad menekankan kader harus memiliki takhasus secara daqiq (mendalam). “Bukan hanya kuliah biasa misalnya hanya sebagai alumni kuliah syari’ah saja, maka kalian mau takhassus dimana? fiqih ibadahkah? atau muamalah, atau iqtishad islami dan sebagainya.” Ujar ustadz Ahmad yang juga sementara menempuh program doktoral di King Su’ud University (KSU) di kota Riyadh Arab Saudi.
“Kalau antum bisa takhusus daqiq di S1 insya Allah sudah sangat lumayan ketika menjadi alumni nanti, tapi kalau cuma ikut tren maka tidak akan maksimal dan tidak matang. Maka dari sekarang dipersiapkan supaya ketika nanti bisa S2 dan S3 disini maka bisa lebih dalam lagi.” Lanjut ustadz Ahmad.
Ustadz Ahmad juga berpesan agar kader Wahdah Islamiyah menjaga kekompakan. Menurutnya salah satu hal yang menjadikan wahdah islamiyah itu kuat adalah adanya kekompakan dan adanya kesadaran para kader yang senior dalam persatuan. Dalam teorinya bersatu, kompak dan solid itu mudah sekali akan tetapi dalam tatbiq (prakteknya) sulit. Jadi memang harus bisa menundukkan ego masing-masing untuk menjaganya.
Ustadz Ahmad kemudian mencontohkan dari sirah, ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengutus Abu Musa al-Asy’ari dan Mu’adz bin Jabal ke negeri Yaman yang keduanya merupakan sahabat yang luar biasa keilmuannya namun Rasulullah shallallahu alaihi wasallam masih memberikan wasiat sebelum mereka berangkat.
يَسِّرَا وَلَا تُعَسِّرَا، وَبَشِّرَا وَلَا تُنَفِّرَا،وَتَطَاوَعَا وَلَا تَخْتَلِفَا
“Mudahkanlah (kalian berdua) jangan mempersulit, dan bersatulah dan jangan bercerai berai”.
Secara logika tidak mungkin penduduk Yaman semuanya menjadi pengikut Mu’adz bin Jabal atau semua penduduk Yaman menjadi pengikut Abu Musa al-Asy’ari pasti masing-masing mereka memiliki jama’ah.
“Coba bayangkan bagaimana kalau Abu Musa al-Asy’ari dan Muadz bin Jabal ketika masing-masing memiliki jama’ah dan mereka saling berselisih maka tidak akan kuat agama Islam pada waktu itu. Sekarang pun juga seperti ini ketika ada ustadz yang sama sama ditokohkan mereka tidak bersatu maka akan berimbas kepada masing-masing jama’ahnya.” Pungkas ustadz Ahmad.[]
___
Laporan : Yoshi Putra Pratama
(Mahasiswa UIM KSA)