Baik sangka adalah harapan. Siapa yang harapannya memberikan petunjuk untuk taat pada Alloh dan mencegahnya dari perbuatan maksiyat, maka harapannya sudah benar.
Sebaliknya, siapa saja yang harapannya merupakan keberanian untuk melakukan maksiyat pada Alloh maka ia adalah orang yang tertipu dan terpedaya.
Alloh berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”.
[Surat Al-Baqarah 218]
Dalam ayat ini Alloh menjadikan harapan seorang mukmin seiring dengan pelaksanaan ketaatan berupa iman, hijrah, dan jihad.
Adapun orang yang tertipu, ia akan berkata;
“Sungguh.. orang yang lalai, pelaku maksiyat, orang yang berani melanggar aturan Alloh itulah yang sebenarnya lebih layak mengharapkan rahmat-Nya..”.
Yang perlu dipahami adalah bahwa harapan dan sangka baik yang benar hanyalah terjadi dengan melaksanakan sejumlah asbab yang dituntut oleh hikmah Alloh dalam syariat.
Seorang hamba hendaknya melakukan asbab tersebut terlebih dahulu baru kemudian berkhusnudzon pada Alloh.
Ibarat orang yang memiliki kebun. Kemudian ia membajaknya, mengairi, memupuk dan menanaminya dengan benih serta dirawat barulah ia berkhusnudzon bahwa Alloh akan memberikan hasil panen yang baik.
Adapun orang yang membiarkan kebunnya tanpa di apa-apakan, lalu berharap bahwa kebun itu akan memberikan hasil dengan sendirinya.
Tentu orang berakal tidak menerima hal ini..
Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda,
إن حسن الظن بالله من حسن عبادة الله
“Sesungguhnya berprasangka baik kepada Allah adalah termasuk sebaik-baik ibadah kepada Allah”. (HR. Tirmidzy dan Hakim)
Reky Abu Musa, Lc
_______
S’moga Esok Lebih Baik…