Oleh: Syamsuddin Lahaufi, S.Pd.I., M.Pd.I.
Shalat Dhuha memiliki keutamaan dan faedah yang banyak. Diantaranya senilai dengan sedekah dengan seluruh persendian, memudahkan urusan pelakunya hingga akhir siang. Selain itu jika dilaksanakan pada awal waktu pahalanya menyamai pahala haji dan umrah. Shalat Dhuha termasuk shalat Awwabin (orang-orang yang kembali kepada Allah).
Berbagai keutamaan shalat Dhuha tersebut dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti akan dijelaskan berikut ini.
Pengganti Sedekah Seluruh Persendian
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى
“Bagi masing-masing persendian dari anggota tubuh kalian harus dikeluarkan sedekahnya setiap pagi hari. Setiap tasbih (bacaan subhanallah) bernilai sebagai sedekah, setiap tahmid (bacaan alhamdulillah) bernilai sebagai sedekah, setiap bacaan tahlil (laa ilaha illallah) bernilai sebagai sedekah, dan setiap bacaan takbir (Allahu akbar) juga bernilai sebagai sedekah. Amar ma’ruf (menyuruh kepada kebaikan) dan nahi mungkar (melarang dari kemungkaran) juga bernilai sedekah. Semua bisa dicukupi (diganti) dengan melaksanakan shalat Dhuha dua raka’at” (HR. Muslim).
Persendian yang ada pada seluruh tubuh manusia sebagaimana dikatakan dalam hadits dan dibuktikan dalam ilmu anatomi adalah 360 persendian. ‘Aisyah pernah menyebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ke360 persendian tersebut harus dikeluarkan sedekahnya setiap pagi hari. Tentu hal itu sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh semua orang. Andaikan setiap ruas atau persendian sedekahnya Rp 1000 saja, maka setiap hari Rp 360.000 yang harus disedekahkan. Namun jumlah yang banyak itu dapat digantikan dengan dua raka’at shalat Dhuha, sebagaimana dikabarkan oleh Nabi dalam hadits di atas dan hadits lain yang dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
« فِى الإِنْسَانِ سِتُّونَ وَثَلاَثُمِائَةِ مَفْصِلٍ فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصِلٍ مِنْهَا صَدَقَةً ». قَالُوا فَمَنِ الَّذِى يُطِيقُ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « النُّخَاعَةُ فِى الْمَسْجِدِ تَدْفِنُهَا أَوِ الشَّىْءُ تُنَحِّيهِ عَنِ الطَّرِيقِ فَإِنْ لَمْ تَقْدِرْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُ عَنْكَ
“Manusia memiliki 360 persendian. Setiap persendian itu memiliki kewajiban untuk bersedekah.” Para sahabat bertanya, “Lalu siapa yang mampu melakukan hal itu (bersedekah dengan seluruh persendiannya), wahai Rasulullah?” Maka Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Menanam bekas ludah di masjid atau menyingkirkan gangguan dari jalanan. Jika engkau tidak mampu melakukan seperti itu, maka cukup lakukan shalat Dhuha dua raka’at.” (HR. Ahmad).
Imam Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Hadits Abu Dzar dan hadits Buraidah menunjukkan keutamaan yang luar biasa dan kedudukan yang mulia dari Shalat Dhuha. Hal ini pula yang menunjukkan semakin disyari’atkannya shalat tersebut. Dua raka’at shalat Dhuha sudah mencukupi sedekah dengan 360 persendian. Jika memang demikian, sudah sepantasnya shalat ini dapat dikerjakan rutin dan terus menerus” (Nailul Authar, 3: 77).
Jaminan Kecukupan Urusan di Akhir Siang
Orang yang mengawali harinya dengan Shalat Dhuha memperoleh jaminan dari Allah berupa kemudahan dan kecukupan urusan di akhir siang. Sebagaimana diteangkan dalam Hadits Qudsi yang diriwayatkan dari Nu’aim bin Hammar Al Ghothofaniy radhiyallahu ‘anhu, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah ‘azza wa jalla berfirman;
ابْنَ آدَمَ اِرْكَعْ لِيْ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَرْبَع رَكَعَاتٍ أَكْفِكَ آخِرَهُ
“Wahai anak Adam, ruku’lah untuk-Ku empat raka’at di awal siang (waktu Dhuha), niscaya Aku akan mencukupimu di akhir siang.” (HR. Tirmidzi).
Menurut At-Thibiy, makna kecukupan urusan yang diajanjikan Allah kepada orang yang shalat Dhuha empat raka’at pada awal siang adalah jaminan kecukupan dalam kesibukan dan urusan serta dihindarkan dari hal-hal yang tidak disukai.
“Yaitu engkau akan diberi kecukupan dalam kesibukan dan urusanmu, serta akan dihilangkan dari hal-hal yang tidak disukai setelah engkau shalat hingga akhir siang. Maksudnya adalah, selesaikanlah urusanmu dengan beribadah pada Allah pada awal awal siang, niscaya maka Allah akan mudahkan urusanmu di akhir siang.” (Tuhfatul Ahwadzi, 2: 478).
Mendapat Pahala Haji dan Umrah
Jika dilaksanakan di awal waktu Shalat Dhuha berpahala senilai pahala Haji dan Umrah secara sempurna, sebagaimana dijanjikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui hadistnya yang diriwayatkan Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
من صلى صلاة الصبح في مسجد جماعة, يثبت فيه حتى يصلّي سبحة الضحى كان كأجر حاج ومعتمر تاماً له حجتُه وعمرتُه
“Barangsiapa yang shalat subuh di Masjid secara berjama’ah kemudian dia tetap (duduk di tempat shalatnya) sampai dia mengerjakan shalat Dhuha maka baginya pahala seperti pahala orang berhaji dan umrah, yang sempurna haji dan umrahnya”. (HR. Thabrani).
Ath Thibiy berkata, “Yaitu kemudian ia melaksanakan shalat setelah matahari meninggi setinggi tombak, sehingga keluarlah waktu terlarang untuk shalat. Shalat ini disebut pula dengan shalat Isyraq. Shalat tersebut adalah waktu shalat (Dhuha) di awal waktu.”
Shalat Dhuha di awal waktu dikenal pula dengan nama Shalat Isyraq sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Waktu shalat Isyraq yang merupakan awal waktu shalat Dhuha adalah setelah terbit mata hari terbit dan melewati waktu terlarang untuk shalat. Yaitu setelah mata hari meninggi setinggi tombak.
Termasuk Shalat Awwabin (Orang yang Taat)
Awwabin jamak dari awwab yang artinya orang yang senantiasa kembali kepada Allah dengan bertaubat dan menaati-Nya. Mereka mendapatkan kabar gembira berupa janji surga dari Allah. Allah berfirman, “Inilah (surga) yang dijanjikan kepadamu, yaitu kepada setiap orang yang senantiasa bertaubat kepada Allah (awwab) dan menjaga (hafidz) aturan-aturan Nya”. (terj. Qs. Qaf:32).
Nah, salah satu sifat awwab adalah menjaga Shalat Dhua sebagaimana dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam;
لا يحافظ على صلاة الضحى إلا أواب، وهي صلاة الأوابين
“Tidaklah menjaga shalat Dhuha melainkan awwab (orang yang kembali kepada Allah). Inilah shalat awwabin.” (HR. Ibnu Khuzaimah, dihasankan oleh Syaikh Al Albani).
Awwab juga meruapakan salah sifat luhur para Nabi seperti Nabi Ayyub, Daud, dan Sulaiman ‘alaihimussalam, sebagaimana diabadikan di dalam Al-Qur’an;
وَاذْكُرْ عَبْدَنَا دَاوُودَ ذَا الْأَيْدِ ۖ إِنَّهُ أَوَّابٌ [٣٨:١٧ [
“dan ingatlah hamba Kami Daud yang mempunyai kekuatan; sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan). (Qs. Shad:17).
وَوَهَبْنَا لِدَاوُودَ سُلَيْمَانَ ۚ نِعْمَ الْعَبْدُ ۖ إِنَّهُ أَوَّابٌ [٣٨:٣٠[
Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya), (Qs. Shad: 30).
إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا ۚ نِعْمَ الْعَبْدُ ۖ إِنَّهُ أَوَّابٌ [٣٨:٤٤[
“Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-nya)”. (Qs. Shad:44).
Ketiga ayat tersebut menunjukkan bahwa salah satu sifat mulia para Nabi yang dipuji oleh Allah karena mereka dikenal awwab (amat sangat taat kepada Allah). Dan seorang hamba yang shaleh dapat memperoleh cipratan pujian tersebut dengan menjaga Shalat Dhuha, karena hanya para awwab[in] yang senantiasa menjaga Shalat Dhuha. Wallahu a’lam. [sym].