Tadabbur Ayat Pilihan #8 || Surah Muhammad: 7-9
Keutamaan Menolong Agama Allah dan Bahaya Membenci Syariat
Allah azza wajalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ (٧) وَالَّذِينَ كَفَرُوا فَتَعْسًا لَهُمْ وَأَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ (٨) ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ (٩)
Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian. Adapun orang-orang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menyesatkan amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (al-Quran) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” (QS. Muhammad: 7-9)
Faidah:
Firman Allah azza wajalla “Yaa Ayyuhalladziina aamanu (wahai orang-orang yang beriman)” menunjukkan bahwa seruan/perintah yang Allah sebutkan dalam ayat ini ditujukan kepada seluruh kaum muslimin yang mengaku beriman kepada Allah ta’ala. Ayat ini menjelaskan bahwa amanah dakwah dan memperjuangkan islam tidak hanya menjadi tugas orang-orang tertentu seperti para dai, kiyai ataupun para ustadz. Dakwah dan memperjuangkan islam ini adalah amanah dan tugas seluruh kaum mu’minin.
Yang menunjukkan hal itu adalah lafazh ayat yang khitabnya dalam bentuk umum kepada seluruh kaum mu’minin. Pada ayat ini, Allah tidak menggunakan lafazh “Yaa ayyuha ad-Dua’at (wahai para dai)”, atau “Yaa Ayyuha al-Asaatiidz (wahai para ustadz)”, atau “Yaa ayyuha al-Masyaikh (wahai para kiyai)”, justru Allah menggunakan lafazh “Yaa ayyuhalladziina aamanuu (wahai sekalian orang-orang yang beriman)” yang menunjukan keumuman untuk seluruh kaum mu’minin. Lafazh ayat yang menyebutkan seruan dakwah ini sama dengan lafazh ayat yang menyebutkan wajibnya puasa, dimana khitab ayatnya juga ditujukan kepada seluruh kaum mu’minin. Allah azza wajalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Oleh karena itu, setiap muslim yang mengetahui kebenaran harus mendakawahkan kebenaran yang diketahuinya itu, tanpa harus menunggu ia menjadi seorang ustadz atau kiyai. Sebab menyembunyikan kebenaran adalah sesuatu yang terlaknat.
Allah azza wajalla berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاعِنُونَ (١٥٩)
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan yang jelas dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam al-Kitab, mereka itu dilaknat Allah dan dilaknat pula oleh semua mahluk yang dapat melaknat.” (QS. Al-Baqarah: 159)
Oleh karena itu pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada kita untuk selalu menyampaikan kepada orang lain, apa yang kita ketahui darinya shallallahu ‘alaihi wasallami walau hanya satu ayat.
Firman Allah azza wajalla “intansurullah (jika kalian menolong agama Allah)”kalimat ini menunjukkan beberapa hal:
Allah tidak memaksa kita untuk ikut bergabung dalam barisan orang-orang yang mendakwahkan atau memperjuangkan agama-Nya. Hal ini menunjukan pula bahwa islam akan tetap menang walau tanpa keberadaan kita dalam barisan perjungan ini. Hanya saja, Allah memberikan pilihan, apakah kita ingin menjadi bagian dari orang-orang yang memiliki andil dalam kemenangan islam, atau kita memilih diam tanpa bergabung dalam barisan perjuangan tersebut, sehingga islam meninggalkan kita dengan kemenangannya, sedangkan kita terpuruk dalam kehinaan, waliyadzu billah.
Sebab jika kita tidak bergabung dengan barisan perjuangan dakwah, Allah akan mendatangkan kaum yang Allah cintai mereka dan mereka mencintai Allah. Mereka adalah orang-orang yang jujur dan berani berjuang dan berjihad untuk agama Allah, serta tidak takut dengan celaan manusia. merekalah generasi 554.
Jalan dakwah ini bukanlah jalan yang mudah, akan selalu ada orang-orang yang berupaya untuk menghalang-halangi manusia dari jalan Allah dan berupaya memalingkan mereka agar terjerembab dalam kesesatan. Ini merupakan sunnatullah dalam perjuangan, agar dapat diketahui siapa yang betul-betul ikhlas dalam memperjuangkan agama ini.
Allah azza wajalla berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi manusia dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi penyesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan,”
Firman Allah “Yanshurukum wayustabbit aqdaamakum (Allah akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian)” ini merupakan janji Allah bagi orang-orang yang memperjuangan agama-Nya. Hal ini juga sebagai keutamaan bagi mereka, dimana Allah azza wajalla Sang Pemilik Kekuasaan yang akan menjadi penolong dalam urusan-urusan mereka, mencukupkan kebutuhan-kebutuhan mereka, memenuhi hajat-hajat mereka, memberikan jalan keluar dari segala kesusahan yang mereka hadapi, dan menjadikan mereka sebagai manusia yang paling tenang jiwanya, suci hatinya dan kuat imannya. Serta yang paling besar dari semua keutamaan itu adalah Allah menyelamatkan mereka dari jurang kebinasaan dan siksa api neraka Allah azza wajalla yang menyala-nyala. Semua itu merupakan bagian dari bentuk meneguhkan kedudukan yang telah Allah janjikan. Dan Allah lah Rabb yang tidak pernah menyelisihi janji-Nya.
Firman Allah “Walladziina kafaru fata’sallahum wa adhalla a’maalahum (Bagi orang-orang kafir kecelakaan bagi mereka dan Allah menyesatkan amalan-amalan mereka)” menunjukkan bahwa kehidupan akhir bagi setiap orang-orang kafir adalah kehancuran dan kebinasaan. Karenanya, tidak boleh bagi setiap muslim tertipu dengan kenikmatan dunia yang mereka capai, sebab kenikmatan dunia itu hakikatnya menipu mereka dan menjadi sesuatu yang dapat membinasakan mereka.
Sesungguhnya orang-orang kafir dan orang-orang munafik yang menyembunyikan kekafirannya akan selalu berupaya membantu untuk menyuarakan pemikiran rusak dan akidah sesat mereka, demi menghancurkan islam dan kaum muslimin. Mereka akan mengalami istidraj, mengira bahwa amalan-amalan yang mereka lakukan adalah kebaikan disebabkan kemudahan dakwahnya diberbagai media-media kafir. Namun ternyata Allah telah mengelabui mereka disebabkan keinginan mereka mengelabui manusia dari jalan Allah. Sebagaimana firman Allah azza wajalla:
وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ (٥٤)
“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. dan Allah Sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS. Ali Imran: 54)
Firman Allah azza wajalla “Dzalika biannahum karihu maa anzalallahu fa ahbatha a’malahum (yang demikian itu (kekafiran mereka)disebabkan karena mereka membenci apa yang diturunkan Allah maka Allah menghapuskan amalan-amalan mereka.” Ayat ini menunjukkan bahwa membenci salah satu dari syariat-syariat Allah dapat menyebabkan kekafiran.
Syaikh Ibnu Bazz rahimahullah berdalilkan dengan ayat ini ketika menyebutkan kekafiran orang-orang yang membenci syariat poligami. Ketika penanya berkata:
بعض النساء يفضلن العادات الاجتماعية في أوروبا أو في الغرب عموماً، أو في البلاد غير الإسلامية، ويقلن في ذلك: إن تعدد الزوجة ممنوع، وهنا مثلاً في الحكم الشرعي يباح تعدد الزوجة، فما الحكم في إلصاق هذه التهمة في الإسلام؟
“Umumnya sebagian wanita lebih mengutamakan kebiasaan orang-orang kafir di belahan negri eropa, barat, atau negara-negara selain negara islam lainnya. Mereka berkata bahwa sesungguhnya poligami itu terlarang. Adapun seperti di negara ini yang berhukum dengan hukum syar’i membolehkan syariat poliagami. Apa hukum tuduhan seperti ini terhadap islam?
Syaikh Ibnu Bazz rahimahullah menjawab:
من كره تعدد الزوجات وزعم أن عدم التعدد هو أفضل هو كافر ومرتد عن الإسلام، لأنه نعوذ بالله منكر لحكم الله وكاره لما شرع الله، والله يقول سبحانه: ذلك بأنهم كرهوا ما أنزل الله فأحبط أعمالهم، من كره ما أنزل الله حبط عمله، فالذي يكره تعدد الزوجات ويرى أن الشريعة قد ظلمت، أو أن حكم الله في هذا ناقص أو مو طيب، أو أن ما يفعلونه في بلاد النصارى من الوحدة أن هذا أولى وأفضل هذا كله ردة على الإسلام، نعوذ بالله
“Siapa yang membenci poligami dan menuduh bahwa tidak melakukan poligami adalah sesuatu yang lebih baik maka dia telah kafir, murtad dari agama islam. Karena dia –Nau’dzubillah– telah mengingkari hukum Allah dan membenci sesuatu yang telah Allah syariatkan. Allah azza wajalla berfirman, “Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” Siapa saja yang membenci apa yang telah Allah turunkan, niscaya hal itu akan menghapuskan amalannya. Maka siapa saja yang membenci poligami dan mengira bahwa syariat ini telah melakukan kezhaliman atau mengira bahwa hukum syariat ini kurang, atau tidak baik, atau mengira bahwa apa yang dilakukan oleh orang-orang nashrani berupa perbuatan monogami lebih baik, maka semua keyakinan ini telah menjadikan pelakunya murtad, keluar dari islam. Na’udzu billah. (Lihat di website resmi beliau: http://www.binbaz.org.sa/node/18069)
Oleh karena itu setiap yang mengaku dirinya muslim atau muslimah, harus menerima semua syariat Allah dengan tunduk, penuh kepatuhan dan keyakinan bahwa seluruh syariat Allah adalah kebaikan bagi seluruh manusia dan alam semesta. Tanpa ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya yang menyebkan dia mencari-cari alasan lainnya untuk membenarkan perkataannya. Sebagaimana firman Allah azza wajalla:
فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa: 65)
Wallahu a’lam
Abu Ukasyah Wahyu al-Munawy