Salah satu wasiat Rasulullah –shallallahu alaihi wasallam- adalah:
اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Artinya:”Bertaqwalah engkau kepada Allah dimanapun berada, dan sertailah kemaksiyatan dengan amalan kebaikan maka niscaya kebaikan itu akan menghapus (gelapnya) dosa keburukan, serta berinteraksilah dengan manusia dengan akhlak yang mulia”.HR Ahmad, Tirmidzi dan yang lainnya.
Jika kita menelaah hadits diatas, maka ada keunikan pada redaksinya, ,mari kita kaji bersama:
Rasulullah memulai wasiatnya dengan sabdanya:
اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ
Artinya:”Bertaqwalah engkau kepada Allah dimanapun berada”.
Sesungguhnya makna kalimat takwa sangat luas, yaitu menegakkan penghalang antara hamba dengan adzab Allah, yaitu dengan melaksanakan perintah-perintah Allah, dan menjauhi larangan-laranganNya.
Maka melaksanakan seluruh amal kebaikan adalah bagian dari ketakwaan, dan menjauhi segala maksiyat juga bagian dari ketakwaan, oleh karena itu, berhias diri dengan akhlak yang mulia, sejatinya adalah bagian dari ketakwaan.
Sebuah pertanyaan muncul, jika makna takwa sangat luas cakupannya, kenapa Rasulullah –shallallahu alaihi wasallam- masih memberikan anjuran untuk berhias dengan akhlak yang mulia pada redaksi hadits yang setelahnya?
وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Artinya:” serta berinteraksilah dengan manusia dengan akhlak yang mulia”.
Tentunya, ada maksud tertentu dari Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- dengan menggunakan redaksi ini, mungkin diantaranya:
Pertama: untuk menampakkan urgensi dari akhlak mulia serta menjelaskan keutamaannya. Dan Allah banyak menggunakan metode yang serupa di dalam Al-Qur’an, contohnya:
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى
Artinya:”Jagalah dan Laksanakanlah shalat-shalat dan laksanakan juga shalat ashar”. QS Al-Baqoroh 238.
Dalam ayat ini, Allah -subhanahu wa ta’ala- memisahkan shalat Ashar dengan shalat yang lainnya, tujuannya bukan untuk mengeluarkan shalat Ashar dari shalat yang lainnya, namun untuk menjelaskan urgensi dan kemulian shalat Ashar di bandingkan dengan shalat yang lainnya.
Maka demikian juga dengan tujuan Nabi Muhammad di atas, tujuannya adalah untuk menegaskan kedudukan akhlaq mulia dalam Agama Islam.
Kedua: untuk menjelaskan bahwa agama Islam terdiri dari Hablum Minanallahi dan Hablum Minannas. Hablum minallahi diwakili dengan sabda Rasulullah:
اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ
Adapun Hablum minannas diwakili oleh sabda Nabi:
وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Dua hal ini merupakan sisi yang saling menyempurnakan bagi keislaman seseorang.
Ketiga: banyak dari kalangan kaum muslimin yang berpandangan bahwa ketaqwaan seseorang hanya diukur dari banyaknya ibadahnya kepada Allah –subhanahu wataa’la-, dan melalaikan sisi social dengan masyarakat, olehnya betapa banyak kita mendapatkan seseorang yang bagus ibadahnya, dan Nampak “cahaya” keshalihan di wajahnya, namun akhlaknya sangat buruk kepada sesama, lisannya yang tajam senantiasa melukai hati masyarakat, maka hadits ini memupus anggapan tersebut, dan menegaskan bahwa keimanan ketakwaan akan semakin sempurna dengan “harmonisnya” antara banyaknya ibadah kepada Allah dengan indah akhlak seorang muslim dalam berinteraksi, bukankah Rasulullah bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا، أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
Artinya:”Orang yang paling sempurna imannya, adalah yang paling mulia Akhlaqnya”.HR Ahmad dan yang lainnya.
Seseorang bertanya kepada Rasulullah:
إن فلانة تقوم الليل وتصوم النهار ، وتصدق وتفعل ، وتؤذي جيرانها بلسانها
Artinya:”Sesungguhnya Fulanah Rajin shalat malam dan puasa di siang hari dan juga banyak bersedekah, namun dia juga menyakiti tetangganya dengan lisannya”.
Maka Rasulullah menjawab:
لا خير فيها، هي من أهل النار
Artinya:”tidak ada kebaikan padanya, dia akan masuk Neraka”.
Kemudian bertanya lagi kepada beliau:
وفلانة تصلي المكتوبة وتصدوا بأثوار ولا تؤذي أحدا
Artinya:”Dan Fulanah, hanya mengerjakan shalat wajib saja, dan sedekahnya sedikit, namun dia tidak menyakiti seorangpun”.
Rasulullahpun bersabda:
هي من أهل الجنة
Artinya:”Dia akan masuk surga”.
Hadits ini menunjukkan kedudukan yang tinggi bagi akhlak yang mulia, yang mana banyaknya ibadah seseorang dan indahnya akhlaknya bagaikan dua sisi mata uang.
Dengan data dan dalil yang telah kita paparkan diatas, maka bisa disimpulkan bahwa berakhlak mulia merupakan amalan yang wajib hukum, bahkan ia merupakan bagian kesempurnaan seseorang.
Manfaat bergaul dan berinteraksi dengan masyarakat dengan akhlak yang mulia bukan hanya menjadi penyebab kecintaan masyarakat kepada kita, bahkan banyak faedah-faedah yang dapat kita petik, diantaranya:
- Orang yang berakhlak mulia adalah yang dekat majlisnya dengan Rasulullah, Rasulullah bersabda:
إن من أحبكم إلي وأقربكم مني مجلسا يوم القيامة أحاسنكم أخلاقا
Artinya:”Sesungguhnya diantara orang yang aku cintai dan yang paling dekat majlisnya pada hari kiamat adalah orang yang paling mulia akhlaknya”. HR Ahmad dan Tirmidzi dan yang lainnya.
Mungkin diantara penyebab dari keutamaan ini adalah karena Rasulullah adalah penghulu bagi akhlaq yang mulia, bahkan Allah memuji akhlaq beliau:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
Artinya:”Dan sesungguhnya engkau berakhlak mulia”. QS Al-Qolam 4.
- Orang yang mulia dan terbaik adalah yang baik akhlaqnya, Rasulullah bersabda:
مِنْ خِيَارِكُمْ أَحَاسِنُكُمْ أَخْلَاقًا
Artinya:”Orang ayang paling mulia adalah orang paling baik akhlaknya”. HR Ahmad dan yang lainnya.
- Dapat mencapai derajat orang yang banyak melaksanakan shalat dan puasa, Rasulullah bersabda:
إِنَّ الرَّجُلَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ الْخُلُقِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ
Artinya:”Sesungguhnya seseorang dengan akhlak yang mulia dapat mencapai derajat orang yang banyak puasanya dan shalatnya”. HR. Ahmad dan yang lainnya.
Oleh Ust. Lukman Hakim, Lc
(Alumni S1 Fakultas Hadits Syarif Universitas Islam Medinah Munawwarah dan Mahasiswa S2 Jurusan Dirasat Islamiyah Konsentrasi Hadits di King Saud University Riyadh KSA)