Ketentuan dan Hukum Do’a Bersama Menurut MUI
Akhir-akhir ini kembali mengemuka wacana do’a bersama antar ummat beragama. Yakni do’a yang dilakukan bersama-sama dilakukan secara bersama-sama antara umat Islam dengan umat non –Islam dalam acara-acara resmi kenegaraan maupun kemasyarakatan pada waktu dan tempat yang sama.
Wacana ini menuai beragam tanggapan dari berbagai pihak. Sebab do’a merupakan ibadah ritual masing-masing agama. Do’a juga merupakan manifestasi dari kepercayaan kepada Tuhan yang diyakini oleh masing-masing agama.
Menyikapi hal tersebut , Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat telah mengeluarkan fatwa yang ditetapkan pada Musyawarah Nasional MUI VII pada 21 Jumadil Akhir 1426 H yang bertepatan dengan 28 Juli 2005 M.

Dalam fatwa tersebut MUI menetapkan enam ketentuan hukum terkait do’a bersama. Do’a bersama antar agama termasuk bid’ah jika dilakukan secara bersama-sama oleh orang Islam dengan non Islam. Karena hal itu tidak dikenal di dalam Islam.
Jika dilakukan dalam bentuk setiap pemuka agama berdo’a secara bergiliran, maka orang Islam haram mengikuti dan mengamini do’a tersebut.
Do’a bersama juga dihukumi haram oleh MUI jika dilakukan dalam bentuk Muslim dan non muslim berdo’a secara serentak (misalnya membaca teks do’a bersama-sama).
Keharaman do’a bersama juga berlaku pada kondisi dimana seorang non muslim memimpin do’a yang diamini oleh orang Islam. Orang Islam haram mengikuti dan mengamini do’a bersama yang dipimpin non muslim.
Namun do’a bersama boleh atau mubah jika dipimpin oleh seorang muslim dan atau setiap orang berdo’a menurut agama masing-masing.