Kepada Pemimpin dan Yang Dipimpin
(Taujihat Ketua Umum Pada Pengukuhan Reshufle Pengurus LM)
Dalam rangka tetap menjaga jalannya roda kepengurusan yang efektif dalam tubuh Lembaga Muslimah (LM) Dewan Pimpinan Pusat Wahdah Islamiyah (DPP WI), Ketua Umum DPP WI Ustadz Muhammad Zaitun Rasmin, Lc mengukuhkan secara resmi kepengurusan hasil Reshufle LM DPP WI Periode 1429 H- 1433 H/2008 M-1012 M, Rabu 15 Oktober 2008 di Masjid Darul Hikmah Kantor DPP.
Namun sebelum dibacakan SK Kepengurusan oleh DPP, Ketua Umum DPP WI pada kesempatan tersebut memberikan taujihat kepada para calon pengurus baru dan kepada unsur pimpinan dan Ketua Departemen/Lembaga dalam lingkup DPP yang diundang dalam acara pengukuhan ini, akan pentingnya keberadaan suatu jamaah, unsur-unsur penting dalam jamaah dan bagaimana seharusnya sifat seorang pemimpin dan yang dipimpin dalam sebuah organisasi.
Dalam pengantarnya, Ketua Umum memberikan penjelasan akan pentingnya masalah kepemimpinan dalam sebuah organisasi. Hendaknya ada kesadaran bahwa kepengurusan dalam sebuah organisasi adalah sebuah ibadah dan bagian dalam perjuangan menuju Izzul Islam wal Muslimin
Lebih lanjut, Ustadz mengatakan bahwa bentuk organisasi Wahdah Islamiyah adalah sistem jamaah, ada beberapa unsur penting di dalamnya, diantaranya: Ada pemimpin dan yang dipimpin, ada aturan-aturan diantara mereka dari AlQuran, Hadits dan Ijma para salafushaleh, serta ada musyawarah, yang mesti digalakkan dalam mengambil keputusan. Tentang musyawarah, dalilnya begitu jelas dalam Al Qur’an dalam Surat Asy syuraa (Musyawarah) ayat 38: wa’muruhum Syuro bainahum, sedang urusan mereka ditetapkan dengan musyawarah antara mereka.
Syuro tentunya tidak berarti menghilangkan hak pemimpin mengambil kebijakan sendiri dalam batas-batas kewenangannya di satu sisi dan kebijakan yang diambil melalui musyawarah di sisi lain. Memadukan antara keduanya, merupakan hal yang semestinya tidak terpisahkan, bagaikan dua sisi mata uang dan itulah yang terbaik dalam jamaah.
”Untuk memadukannya, diperlukan pengetahuan yang luas dan mendalam terhadap masalah kepemimpinan dan terhadap masalah-masalah yang dihadapi, ditambah perlunya seni kepemimpinan, kapan seyokyanya suatu keputusan diambil dalam musyawarah dan kapan mengunakan hak untuk mengambil kebijakan sendiri, sekali lagi dalam batas-batas yang diperlukan”, Ujar Ustadz.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah orang yang paling banyak bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya, padahal Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dibimbing oleh Wahyu. Tapi di sisi lain Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, para khulafaur rasyidin, serta pemimpin berikutnya, di saat yang dibutuhkan mengambil keputusan sendiri terhadap masalah-masalah yang dihadapi
Lanjutnya, Semua komponen dalam jamaah harus siap menjalakan kebijakan dalam organisasi selama tidak maksiat dan ini masuk dalam firman Allah dalam surat ali imran ayat 3 :..faidza azamta fatawakkal ‘alallahi, innallaha yuhibbul mutawakkilin, kalau sudah ada azam atau tekad (sudah hasil musyawarah dan tidak dalam maksiat), maka hendaklah bertawakkal kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal. Sehingga maksud kita benar terwujud dan tidak kontraproduktif pada organisasi, berdaya guna, lebih bisa mengayomi dan menjalankan pogram-program menuju visi 1436/2015
Sifat Pemimpin
Secara umum ada beberapa sifat yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin yakni amanah (memiliki kesiapan penuh melaksanakan tugas tersebut semaksimal kemampuan), jujur, adil ( Seorang pemimpin perlu bersikap adil menghadapi banyak yang dipimpin, agar tidak menjadi bumerang dalam kepemimpinan), bermusyawarah, komitmen dalam perjuangan, terbuka untuk dikritik, rendah hati tawadhu. Sifat sifat ini hendaknya juga melekat kepada Setiap kader muslim yg berjuang.
Sifat yang lain yang begitu penting bagi seorang pemimpin adalah harus punya ketegasan. tanpa ketegasan kepemimpinan akan lemah, tidak akan pernah bisa mengambil keputusan yang terbaik, “ Karena tidak tegas, ingin mengikuti semua orang yang memberikan pendapat, jika demikian organisasi tidak akan terarah dan melelahkan”, tegasnya.
Selain ketegasan, pemimpin pada semua level pimpinan juga harus mandiri, walaupun ada penasehat atau ada yang dituakan yang sering diminta tanggapannya. “ Pempimpin yang ideal adalah memadukan kemandirian, ketegasan dan kelemah lembutan. Kelemah lembutan dalam berinteraksi dan dalam menyampaikan kebijakan-kebijakan. Boleh saja kebijakan dianggap keras oleh sebagian orang, tetapi kemudian cara menyampaikan kebijakan tetap harus dijaga agar lemah lembut. Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diingatkan Allah Subhanahu Wata’ala agar berlaku lemah lembut, sebab orang yang tidak berlaku lemah lembut akan ditinggalakn oleh orang-orang di sekelilingnya. Termasuk kelemah lembutan dalam berbicara, berusaha semaksimal mungkin dijaga, sehingga dengan cara itu dia bisa menjaga diri dan sehingga apa yang diinginkan sampai kepada orang yang dipimpinnya”, papar Ustadz
Ustadz mengingatkan, orang yg memimpin sering ada ujian, cobaan, tidak selamanya hati legah, perasaan enak, ada saja hal yang menjengkelkan. Tapi, menghadapi semuanya itu mesti tetap menjaga stabilitas emosional, Sehingga perkataan yang keluar tetap bisa lemah lembut dan proporsional, sehingga dapat dipahami oleh yang dipimpin.
Nasehat Bagi yang Dipimpin
Selanjutnya, bagi yang dipimpin, harus ada kesiapan mendengar, Kadang-kadang pemimpin keluh lidahnya, menjadi tidak semangat berbicara karena tidak melihat orang yang dipimpinnya, mempunyai kesiapan dalam mendengar. Kadang-kadang ada keluhan dari sebagian pemimpin, yang berbicara dengan yang dipimpinnya rasanya selalu kehilangan bahan, sebab pimpinan berkata satu dua kata, lalu yang dipimpin memberikan penjelasan panjang lebar, sehingga apa yang diinginkan pimpinan tidak sampai
Taat melaksanakan kebijakan pimpinan, disukai atau tidak disukai, ringan maupun berat dalam batas kemampuannya. “ Ciri yang paling menonjol dalam kepemimpinan jamaah adalah adanya ketaatan dari anggota kepada pimpinan, selama perintah yang bukan maksiat dan mampu dilaksanakan sekalipun berat dan menimbulkan pertanyaan dalam hati. Bukan kepada kepemimpinan kubra saja diperlukan ketaatan, tapi juga pada kepemimpinan shugra. Sesuai dengan perkatan Syaikh Utsaimin: Kalau tidak ada ketaatan di dalamnya percuma ada organisasi atau jamaah dan percuma pemimpin diangkat sebagai pemimpin,” Jelas Ketua Umum Di hadapan para calon pengurus
Bila sesuatu sudah diputuskan, mungkin ada yang tidak puas.” saya yakin setiap keputusan tidak bisa memuaskan semua orang. Tidak akan pernah ada keputusan bisa memuaskan semua orang, tetapi organisasi dan aktivitas tetap harus jalan. Olehnya itu, ketidakpuasaan itu tidak lagi dimunculkan apalagi sesuatu yang diperselisihkan, dan ingin terus-menerus mempertahankan pendapat”, Ujar Ustadz mengingatkan
Keputusan yang keluar dengan mempertimbangkan segala aspek dan diusahakan seobyektif mungkin, kalau ada kekeliruan dalam keputusan, itu bisa terjadi, dan bisa diperbaiki kemudian. Silahkan disampaikan dengan cara yang santun, sopan, beradab dan cepat bila ada hal dianggap keliru”, imbau Ustadz
Orang yang dipimpin juga berkewajiban memberikan nasehat. Nasehat dalam artian masukan, kritikan, dukungan kepada yang dipimpin, serta memberikan bantuan-bantuan kepada pemimpin dalam melaksanakan tugasnya.
Memberikan penghormatan dan penghargaan kepada yg memimpin. Tanpa penghormatan dan penghargaan akan menyulitkkan berlangsungnya kepemimpinan, dan akan menyebabkan organisasi tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Pemimpin tidak boleh gila hormat, punya keinginan selalu ingin dihargai, sebab pengharggan bukan sesuatu yangg diminta, tapi akan datang sesuai dengan pengabdian, keimanan dan mujahadah dari sang pemimpin.
Perhargaan bisa diwujudkan dalam beberapa hal, seperti dalam berkata-kata, menempatkan diri bagaimana berkata kepada pimpinan, begitu juga dalam bersikap, “ Setiap yang tidak disukai dari pimpinannya, menunjukkan muka masam, menunjukkan rasa tidak senang, apalagi menunjukkan reaksi yang berlebihan. Harus ada kesabaran, sebab orang yang memimpin tentu punya tanggung jawab yang begitu besar, sangat sulit tanpa dukungan dan penghormatan, agar dapat menyenangkan pikiran yang memimpin dan kemudian dapat menjalankan kepemimpinannya. Memang kalau ada hal yang keliru, ada hal yang tidak disukai, boleh saja kita menyampaikan masukan kritikan, bahkan sanggahan, tetapi sekali lagi harus menjaga etika”, papar Ustadz menjelaskan
Berikutnya, adalah menjaga perasaan pimpinan. ” Harus dijaga Jangan mudah membicarakan pimpinan, kalau menghibah orang biasa saja tidak boleh, apalagi mengibah pemimpin, selain resikonya dosa juga bisa menyebabkan kurang hormatnya orang lain kepada pemimpin dan itu bisa menyebabkan organisasi jadi lemah”, pinta Ustadz di forum yag dihadiri juga petinggi dan Ketua Departemen/lembaga DPP ini.
Pemimpin kita adalah para umarah dan ulama, penghormatan kita pada mereka mesti dijaga. Hal ini harus diwujudkan dalam jamaah kita, Kepemimpinan yg ada saat ini adalah bagian dari pengkaderan, untuk kita maupun yang berada di bawah kita. “Kalau kita sendiri tidak bisa mewujudkan sebuah jamaah yang baik, sebuah bentuk ketaatan penghormatan dari yang dipimpin, maka suatu ketika kita akan merasakan bagaimana orang-orang yang menjadi kader kita akan memperlakukan kita juga seperti itu”, Ujar Ustadz mengingatkan.
Kepengurusan adalah amanah dari Allah Subhaanahu Wata’ala, hendaknya dilaksanakan dengan sebaiknya- baiknya disukai maupun tidak sukai, kecuali amanah yang tidak mampu dikerjakan dengan alasan logis dan syar’i serta diharapkan melahirkan sikap positif dan pro aktif bukan sikap apatis ketika dipilih jadi pengurus. ”Semoga Allah Subhaanahu Wata’ala membimbing kita semua dalam menjalankan amanah yang diberikan”, tutup Ustadz dalam taujihatnya.