Dalam hadis Muttafaq ‘Alaihi, dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
للصائم فرحتان: فرحة حين يفطر، وفرحة حين يلقى ربه،
Artinya: “Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan: kegembiraan tatkala berbuka, dan kegembiraan tatkala berjumpa dengan Rabb-nya”.
Hadis ini merupakan penggalan hadis dari redaksi hadis yang lebih panjang dalam Shahih Bukhari (7492) dan Muslim (1151).
Dua kegembiraan ini ada dua, yaitu yang didapat didunia tatkala berbuka puasa, dan yang didapat diakhirat tatkala berjumpa dengan Allah ta’ala.
Sabda beliau: “Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan”.
Ungkapan beliau ini menunjukkan bahwa yang benar-benar bisa meraih dua kegembiraan yang akan disebutkan kemudian adalah yang berpuasa dengan ikhlas, dan betul-betul sungguh-sungguh didalam ibadah ini. Artinya puasanya tidak hanya meninggalkan pembatal-pembatal puasa, lalu bebas melakukan maksiat ataupun perbuatan sia-sia disiang hari puasa. Walaupun maksiat dan perbuatan sia-sia ini tidak membatalkan puasa, namun ia bisa menghilangkan atau mengurangi pahala tersebut. Oleh karena itu jenis orang seperti ini sudah disinggung sendiri oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dalam sabdanya:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Artinya: Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatannya, maka Allah tidak mempunyai sebuah keperluanpun untuk meninggalkan makan dan minumnya”. (HR. Bukhari: 1903)
Sabda Beliau: kegembiraan tatkala berbuka,
Para ulama banyak menyatakan tentang alasan kenapa seseorang yang berpuasa harus merasa gembira dengan dekatnya atau tibanya waktu berbuka. Diantara alasan tersebut adalah:
Pertama: Sebagai rasa senang atas sempurnanya ibadah puasa pada hari itu, dan bahwa ia tidak melalaikan puasa tersebut.
Kedua: Sebagai rasa senang akan berbuka dan menyantap makanan ifthor. Hal ini tidaklah dilarang namun dibolehkan, sebab ini merupakan fitrah manusia, yang apabila telah lama tidak menyantap makanan atau meneguk minuman, tentunya ia akan bergembira bila makanan atau minuman tersebut akan segera ia konsumsi, apalagi bila perutnya dalam keadaan lapar dan kerongkongannya dalam keadaan haus. Sebab itu tidak aneh bila doa ketika berbuka:
ذَهَبَ الظَّمَـأُ، وابْــتَلَّتِ العُرُوقُ، وثَــبَتَ الأَجْرُ إِن شَاءَ اللهُ
Dzahaba-zh Zama’u, Wabtalati-l ‘Uruuqu wa Tsabata-l Ajru, Insyaa Allah (“Telah hilang dahaga, urat-urat telah basah, dan telah diraih pahala, insya Allah.)” (Doa ini riwayat Abu Daud : 2357 )
Ketiga: Rasa senang karena adanya harapan dan keyakinan akan adanya pahala dan ganjaran puasa yang akan diraih dengan berakhirnya puasa pada hari itu. Sebab itu dalam doa diatas: (dan telah diraih pahala, insya Allah.)”
Keempat: Rasa gembira bahwa waktu berbuka merupakan waktu yang sangat mustajab untuk berdoa, sebagaimana dalam HR Ibnu Majah (1753) dan selainnya dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhuma ;
للصائم عند فطره دعوة لا ترد
Artinya ; “Bagi orang berpuasa ketika berbuka, memiliki doa yang tidak tertolak”.
Walaupun hadis memiliki sisi dhoif namun tetap disunatkan bagi orang berpuasa untuk memperbanyak doa karena doa disunatkan dalam waktu kapanpun dan juga karena orang yang puasa senantiasa ada dalam ketaatan yang mana doanya sangat mungkin dikabulkan oleh Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman :
وإذا سألك عبادي عني فإني قريب أجيبُ دعوة الداعِ إذا دعان
Artinya ; “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah: 186)
Ayat doa ini terdapat dalam redaksi ayat-ayat puasa yang menunjukkan pentingnya doa ketika menjalankan ibadah puasa khususnya dibulan ramadhan.
Dalam Fath Al-Bari, Hafidz Ibnu Hajar menyebutkan bahwa kegembiraan ketika berbuka puasa memiliki dua hukum, yaitu bisa mubah dan bisa sunat. Yang mubah adalah kegembiraan karena tabiat fitrah manusia yaitu ingin segera makan dan minum (sebagaimana yang disebutkan dalam poin kedua diatas). Adapun bila alasan kegembiraannya adalah poin pertama, ketiga dan keempat diatas maka hukumnya sunat, serta kegembiraan tersebut akan diberikan ganjaran tersendiri oleh Allah ta’ala.
Sabda beliau: kegembiraan tatkala berjumpa dengan Rabb-nya
Tentunya, seorang muslim yang benar-benar menjalankan ibadah puasa dengan sungguh-sungguh dan ikhlas, akan mendapatkan ganjaran pahala dan ridha Allah ta’ala. Sebab itu, tidak aneh kalau ia akan menjumpai Allah ta’ala diakhirat kelak dengan rasa gembira dan ceria. Alasannya:
Pertama: Kegembiraan akan menyaksiakan dan mendapat pahala dan ganjaran puasa yang Allah khususkan padanya dan Dia yang akan langsung menyerahkan hal tersebut kepada orang yang berpuasa. Allah berfirman dalam hadis qudsi:
« كل عمل ابن آدم له إلا الصوم فإنه لي وأنا أجزي به »
Artinya: : “Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa, sebab ia hanyalah untukku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran padanya secara langsung ”. (HR Bukhari dalam Shahihnya: 2/226 dari hadis Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).
Para ulama telah memberikan penjelasan makna redaksi hadis “ia hanyalah untukku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran pada-Nya secara langsung ” diantaranya: Bahwa semua amalan anak adam bisa dijadikan sebagai tebusan atas qishash/pembayaran kezalimannya antara dia dengan orang-orang yang ia zalimi. Bila ia memiliki sifat zalim, maka orang-orang yang ia zalimi akan menuntut dia dihari kiamat kelak dengan mengambil beberapa amalan kebaikan/pahalanya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis lain, dimana seseorang pada hari kiamat kelak datang dengan membawa pahala amalan-amalan shalih laksana gunung, akan tetapi ketika didunia ternyata telah mencela orang lain, atau memukulnya, atau memakan harta orang lain secara zalim, sehingga pahala-pahalanya tersebut diambil darinya, dan diberikan pada orang-orang yang ia zalimi, hingga bila pahalanya telah habis dibagi-bagi, maka dosa-dosa orang-orang yang ia zalimi yang belum mendapat bagian pahalanya, dipindahkan padanya, lalu ia dijerumuskan kedalam neraka. (lihat: Shahih Imam Muslim: 4/1997 dari hadis Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).
Kedua: Ia berjumpa dengan Rabb-nya karena akan mendapatkan derajat yang tinggi dihadapan Allah ta’ala karena sebab pahala dan ganjaran puasa dan kesabarannya dalam menjalankannya.
Ketiga: Bergembira karena mengingat nikmat Allah ta’ala dan taufiqNya atas dirinya tatkala didunia dalam kesuksesan menjalankan ibadah puasa hingga mendapatkan ridha, derajat yang tinggi, dan ampunan-Nya.
Demikian, semoga kita diberikan anugerah untuk mendapatkan dua kegembiraan ini didunia dan diakhirat kelak, aamiin.
Oleh Maulana La Eda, L.c
Lihat :
Syarh Muwaththa’ – Al-‘Allamah Az-Zarqani (1/297)
Ikmaal Al-Mu’lim – Imam Qadhi ‘Iyadh (4/112)
Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim – Imam Nawawi (8/31)
Lathaaif Al-Ma’aarif – Hafidz Ibnu Rajab (hal.156-157)
Al-Taudhih Li Syarh Jami’ Shahih- Al-‘Allaamah Ibnu Al-Mulaqqin (13/29-30).
Al-Tanwir Syarah Jami’ Shaghir – Al-‘Allaamah AbdurRauf Al-Munawi (7/852)
Fath Al-Bari – Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani (4/118)
Mirqaat Al-Mafaatiih – Al-‘Allaamah Mulla Ali Qari (4/1363)
Nail Al-Awthar- Imam Asy-Syaukani (4/428)