Kenapa Manusia Menyimpang ?
(Al Balagh Ed.77/Th.II/Muharram/1428)
Semua hari raya Cina, termasuk Imlek, sarat dengan simbol-simbol kesyirikan. Ini diyakini memiliki daya magic untuk melakukan upacara religi, bahwa ada hal yang yang misterius yang mempengaruhi manusia.
Peringatan imlek tidak bisa dari acara barongsai Karena yang demikian dianggap mempunyai kemampuan mengundang roh dan memerintahnya. Karena itu, sejak Dinasti Hsia, penggambaran itu dipercaya mempunyai makna. Tak aneh, sosok singa selalu terlihat sebagai pengawal patung Budha di kuil-kuil China.
Namun sangat disayangkan, kaum Muslimin,juga terseret-seret ikut meramaikan acara ini. Belum ada yang secara khusus mengadakan penelitian apakah keikutsertaan mereka mengikuti tren atau karena ada yang disebut ang pao (sejenis amplop mereh menyala yang berisi uang) yang dibagi-bagi pada saat acara digelar. Jelas ini adalah fenomena kebodohan yang merembes kepada pendangkalan aqidah aqidah kaum Muslimin.
Penyimpangan dari aqidah yang benar adalah kehancuran dan kesesatan. Karena aqidah yang benar adalah pendorong utama yang melahirkan amal yang bermanfaat. Tanpa aqidah yang benar seseorang akan menjadi mangsa prasangka dan duga-duga. Karena itu anda perhatikan aqidah orang kafir cina sarat dengan takhayyul dan khurafat. Inilah yang membangan semua filosofi hidup masyarakat cina yang sangat materialistik.
al-Balagh, kali ini, mencoba mengangkat tema sebab-sebab penyimpangan aqidah yang terjadi disemua manusia, bahkan semua tingkat peradaban. Selamat menyimak.
Masyarakat yang tidak dipimpin oleh aqidah yang benar adalah masyarakat hewani, tidak memiliki prinsi-prinsip hidup bahagia, sekalipun mereka bermandikan uang dan fasilitas tapi justru itu yang menyeret mereka pada kehancuran, seperti yang kita lihat pada masyarakat jahiliyah. Karena sesungguhnya kekayaan materi memerlukan taujih dalam penggunaannya, dan tidak ada yang mampu mengarahkan kecuali aqidah shahihah.
Maka kekuatan aqidah tidak bisa dipisahkan dengan kekuatan maaddiyah (materi). Jika itu dilakukan dengan menyeleweng dari aqidah yang benar, maka kekuatan materi akan berubah menjadi sarana penghancur dan alat perusak seperti terjadi pada semua negara kafir yang memiliki materi, tapi tidak memiliki aqidah shahihah.
Di antara sebab penyimpangan aqidah :
1.Kebodohan
Bodoh terhadap aqidah shahihah, karena tidak mau/enggan mempelajari dan mengajarkannya, atau karena kurangnya perhatian terhadapnya. Sehingga tumbuh generasi yang tidak mengenal aqidah shahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau kebalikannya. Akibatnya, mereka meyakini yang haq sebagai sesuatu yang batil dan yang batil dianggap sebagai yang haq. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Umar radiallahuanhu : “ sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu, manakala di dalam Islam Terdapat orang yang tumbuh tanpa mengenal kejahiliyahan.”
2.Ta’ashshub (fanatik)
Ta’asshub kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek moyang, sekali pun hal itu batil, dan mencampakkan apa yang menyalahinya, sekali pun hal itu benar. Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala, yang artinya :”Dan apabila dikatakan kepada mereka: “ikutlah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab : “(tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat pentunjuk?” (Qs. Al-Baqarah : 170).
3. Taqlid buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah aqidah tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya. Sebagaimana yang terjadi pada golongan –golongan seperti Mu’tazilah, Jahmiyah dan lainnya. Mereka ber-taqlid kepada orang-orang sebelum mereka dari para imam sesat, sehingga juga sesat, jauh dari aqidah shahihah.
4. Ghuluw
Berlebihan dalam mencintai para wali dan orang shalih, serta mengangkat mereka di atas derajat yang semestinya, sehingga meyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik berupa mendatangkan kemamfaatan maupun menolak kemudharatan. Juga menjadikan para wali itu sebagai perantara antara Allah Ta’ala dan makhluk-Nya, sehingga sampai pada tingkat penyembahan para wali tersebut dan bukan menyembah Allah. Mereka ber-taqarrub kepada kuburan para wali itu dengan hewan qurban, nadzar, do’a, istighatsah dan meminta pertolongan. Sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi Nuh a’lahissalam terhadap orang-orang shalih ketika mereka berkata : “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.” (Qs. Nuh : 23)
5.Ghaflah.
lalai terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat raya ini (ayat-ayat kauniyah). Di samping yang tertuang dalam kitab-Nya (ayat-ayat Qur’aniyah). Di samping itu, juga terbuai dengan hasil-hasil teknologi dan kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua adalah hasil kreasi manusia semata, sehingga mereka mengagung-agungkan manusia serta menisbatkan seluruh kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan menusia semata. Sebagaimana kesombongan Qarun yang mengatakan : ‘Sesungguhnya aku diberi harta hanyalah karena ilmu yang ada padaku” (Qs, Al-Baqarah : 78). Dan sebagaimana perkataan orang lain yang juga sombong, “Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku”. (Qs. Az-Zumar : 49). Mereka tidak berpikir dan tidak pula melihat keagungan Tuhan yang telah menciptakan alam ini dan yang telah menimbun berbagai macam keistimewaan di dalamnya. Juga yang telah menciptakan manusia lengkap dengan bekal keahlian dan kemampuan guna menemukan keistimewaan-keistimewaan alam serta memfungsikannya demi kepentingan manusia.
Sumber : Kitab Tauhid 1, Dr. Shalih bin Fausan bin Abdullah al Fauzan