Negeri Syam. Pernahkah Anda mendengarnya? Tentu saja pernah. Negeri ini kerap disebut oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabda-sabdanya. Tentang negeri ini, Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berpesan, “Pergilah ke Syam, karena ia adalah bumi pilihan Allah, Dia memilih hamba-hamba terbaikNya untuk ke sana. Jika kalian tidak mau, maka pergilah ke Yaman kalian dan minumlah dari telaga-telaga kalian. Karena sesungguhnya Allah telah menjamin untukku Syam dan penduduknya.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Hibban dan al-Hakim. Dishahihkan oleh al-Albani). Dalam kesempatan lain, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga berkata, “Beruntunglah Syam!” Mendengar seruan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut, sahabat bertanya, “Mengapa demikian, wahai Rasulullah?” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Karena sungguh malaikat Allah membentangkan sayap-sayapnya kepada negeri itu” (Lihat Shahih al-Tirmidzi, 3/254).

Bahkan secara spesifik, Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang tercinta mendoakan negeri Syam dengan doa yang luar biasa, “Ya Allah, berkahilah untuk kami pada negeri Syam kami dan pada negeri Yaman kami.” (HR. Bukhari). Mengapa hari ini tiba-tiba kita berbicara tentang Syam? Ada apa di bumi syam hari ini?

Ya, di bumi Syam hari ini, ada satu negeri yang menjadi bagiannya. Suriah namanya. Sebuah negeri yang dahulu dibebaskan pertama kali dari cengkeraman Romawi di era Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu anhu, dimana pasukan sahabat yang pertama menorehkan sejarah umat di kota ini dipimpin oleh “Pedang Allah”, Khalid bin Walid radhiyallahu anhu. Tidak sedikit sahabat Nabi dan orang-orang shalih yang berhijrah ke sana, karena keutamaan-keutamaan yang telah disebutkan sebelumnya. Demikian banyak ulama dan intelektual yang lahir, atau pernah belajar dan mukim, atau mengajar serta menorehkan karya besarnya di kota ini. Sebut saja di antaranya, Imam Nawawi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Ibnu Qudamah, Ibnu Katsir, Ibnu Rajab al-Hambali, Ali Musthafa al Thanthawi dan lainnya rahimahumullah.

Ada apa di Suriah hari ini? Sekedar untuk mengingatkan dan menyadarkan kita kembali, hari ini, Suriah adalah negara dengan penduduk mayoritas ahlussunnah wal-jamaah yang diperintah dan dipimpin oleh Basyar al-Asad, presiden yang berasal dari kelompok minoritas bernama Nushairiyyah atau Isma’iliyah.Kelompok ini merupakan salah satu sekte penting dalam aliran Syiah, selain kelompok Syiah Rafidhah yang telah merambah Indonesia dengan mengatasnamakan Ahlul Bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tentang kelompok ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah mengatakan, “(bahwa kelompok ini) jauh lebih kufur daripada Yahudi dan Nasrani. Bahkan lebih kufur dari kebanyakan kaum musyrikin, dan bahaya mereka jauh lebih besar dari bahaya kaum kafir yang memerangi Islam, seperti bangsa Tartar”. Wallahul-musta’an. Dalam banyak referensi bahkan disebutkan, Basyar al-Asad yang berkuasa di Suriah itu tidak sekedar berpaham Nushairiyyah, namun juga seorang komunis-sosialis. Karena itu, tidak mengherankan jika Rusia dan Cina mendukungnya dengan memveto rancangan keputusan PBB untuk menjatuhkan sanksi kepada Basyar al-Asad.

Sejak rakyat Suriah menuntut turunnya Basyar al-Asad hingga saat ini, telah ada puluhan ribu saudara-saudara kita di sana yang telah gugur sebagai syuhada’ –insya Allah- di tangan rezim Basyar al-Asad. Mereka gugur sebagai martir perjuangan untuk menjatuhkan pemerintahan yang telah sekian lama menzhalimi mereka. Belum lagi dengan korban yang terluka. Banyak korban terluka yang tidak mungkin dibawa ke rumah sakit, sehingga mereka harus membuat rumah sakit rahasia untuk mengobati korban luka dengan perlengkapan medis seadanya. Mengapa? Karena para tentara Basyar al-Asad tidak pernah ragu untuk menyeret korban terluka itu keluar dari rumah sakit, atau bahkan langsung membunuhnya di ranjang jika dianggap mendukung revolusi penggulingannya. Bahkan, seorang dokter mengatakan bahwa para dokter yang mengobati korban luka itupun terancam nyawanya oleh militer keji itu. Rezim ini selama bertahun-tahun lamanya melakukan penindasan, menculik para pemuda, merampas kehormatan para muslimah dan membumihanguskan tempat tinggal mereka.

Hari ini, kaum muslimin di Suriah menjadi manusia yang terusir di negerinya sendiri. Di sebuah tempat bernama Aleppo, salah satu kota (provinsi) di negeri ini, dengan dalih melawan gelombang pasukan oposisi yang menentang pemerintah, jet tempur di bawah kendali Asad melontarkan bom udaranya tepat di atas fasilitas publik. Ledakan paling fatal menghantam fasilitas medis Al-Quds di Aleppo, sebuah rumah sakit spesialis penyakit anak-anak. Serangan fatal jet tempur Russia di pagi buta ini pun telah menjadi satu dari sekian banyak kejahatan kemanusiaan paling keji yang dilakukan oleh Asad.

Kabar terakhir yang dikutip dari sumber Al-Jazeera, Syrian Observatory for Human Rights, serangan di Aleppo sudah membunuh ratusan jiwa, di antaranya adalah anak kecil. Mereka, anak-anak Aleppo kebanyakan tewas karena percikan bom barrel rezim Asad yang tega menembus tubuh mungil tak bersalah. Tak sedikit pula tubuh kecil yang terjebak dalam darurat perang itu tewas karena tertimbun reruntuhan bangunan, imbas dari ledakan bom jet tempur Asad. Hampir seluruh bangunan dan pemukiman yang ada telah hancur dan rata dengan tanah. Sehingga, untuk sekedar merebahkan badan, mereka harus bergantian tidur di siang dan malam hari di tanah yang masih tersisa karena tidak ada tempat yang cukup untuk itu. Dan dengan mata kepala mereka sendiri, mereka harus menyaksikan kerabat mereka mati perlahan-lahan karena kekurangan obat. Mereka menderita kelaparan. Mereka ketakutan. Seorang dari mereka mengatakan, “Kami hanya bisa memandangi korban terluka menjemput kematiannya. Yang bisa kami lakukan hanyalah mencoba menutupi luka itu dengan kain seadanya, dan selanjutnya hanya bisa melihat mereka pelan-pelan menjemput kematiannya.” Tidak hanya itu, bahkan para suami di sana hari-hari ini ada yang telah meminta fatwa kepada syaikh Abdur Razzaq Al-Mahdi untuk dibolehkan membunuh anak istri dan saudari mereka sendiri daripada diculik dan diperkosa oleh rezim sebagaimana terjadi selama ini. Namun syaikh melarang sambil menangis, dan bertanya, “Apakah sudah semurah ini harta dan jiwa kaum muslimin ?!” Jangan lakukan itu!.

Sungguh, kesedihan yang menyayat hati. Belum lagi selesai pilu dan luka kita akan kasus penista agama, kita juga tahu belum selesai belasungkawa kita pada saudara-saudara kita di Aceh yang diuji oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan musibah gempa, juga belum lengkap perhatian kita pada Rohingya, dengan kejadian di Suriah hari ini, seolah-olah Allah subhanahu wa ta’ala ingin mengajarkan dan mengingatkan kita kembali bahwa kejadian-kejadian ini seharusnya menjadi sakit di seluruh badan ummat yang satu, agar kita tertempa menjadi satu kekuatan. “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam” (HR. Muslim). Demikian pesan Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Mungkin sebagian kita bertanya-tanya, mengapa media-media cetak dan elektronik di Indonesia tidak terlalu tertarik mengangkat isu ini, seperti semangat mereka dulu menayangkan dan memberitakan berita-berita politik di negeri ini? Entahlah. Tapi tragedi Suriah akan menyingkap begitu banyak rahasia yang selama ini tersembunyi, insya Allah!

Yakinlah! Allah pasti akan menolong saudara-saudara kita di Suriah. Perlawanan para mujahidin dan kaum muslimin terhadap rezim yang zhalim itu terus terjadi di sana dan menunjukkan hasil yang menggembirakan, insya Allah. Sebab jika malam semakin gelap, pertanda tidak lama lagi sinar mentari akan hadir menerangi bumi. Jika kezhaliman telah mencapai titik kulminasinya, maka itu pertanda ia tidak lama lagi ia akan hancur. Begitulah Sunnatullah. Fir’aun, nenek moyang para penguasa zhalim, telah menunjukkan itu, bahkan diabadikan di dalam al-Qur’an.

Namun pertanyaannya adalah ; jika kelak Allah subhanahu wa ta’ala bertanya kepada kita, “Apa yang telah engkau lakukan untuk mereka?” Bagaimanakah kita akan menjawabnya, Saudaraku? Tragedi Suriah yang pasti mengajarkan kepada kita bahwa umat Tauhid ini tidak akan mati. Benih yang ditanam oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan selalu hidup, menebarkan aroma dan pesonanya, menegaskan aqidah dan keyakinannya bahwa La ilaha illallah, tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah subhanahu wa ta’ala, selamanya. Hari ini, saudara-saudara kita di Suriah dalam tuntutannya selalu meneriakkan, “Kami tidak akan ruku’ kecuali kepada Allah!”

Maka, wahai Saudaraku! Kami pesankan, titipkan negeri Suriah dalam doa–doamu. Mari ajak isteri, anak, dan keluarga kita untuk mendoakan mereka. Pilihkan doa, pada waktu dan tempat terbaik untuk mereka, seperti pada sepertiga malam yang akhir, ketika Allah subhanahu wa ta’ala, Rabb kita yang Maha Perkasa turun ke langit dunia. Mungkin, saat ini kita tidak mampu membantu mereka secara langsung. Jika hanya doa yang mampu kita panjatkan, lakukanlah!

Doakan mereka, doakan mereka! Sungguh-sungguhlah doakan mereka! Kita meyakini bahwa Allah  mendengar, Allah subhanahu wa ta’ala mengetahui, Allah subhanahu wa ta’ala mengabulkan doa-doa hamba-Nya. Beri mereka kekuatan. Sebab, satu saat di padang mahsyar, kita berharap mereka semua mengenali kita karena doa yang kita panjatkan, kepedulian yang kita bagi, sambung rasa dan hati yang kita lakukan. Memang mereka jauh dari kita, tapi bisa jadi mereka lebih dekat kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dan cinta kita pada mereka, semoga bisa menjadi sebab cinta Allah subhanahu wa ta’ala kepada kita. Jika Allah subhanahu wa ta’ala Sang Maha Kaya menitipkan sebagian karunia rizqiNya kepadamu wahai Saudaraku, jangan ragu untuk menyisihkannya untuk mereka. Sekarang, Saudaraku! *(Naskah Buletin Al-Munir DPD WI Gowa, Edisi 252/Jumat, 16 Deember 2016)

Artikulli paraprakKyai Didin: Pesantren Harus Pertahankan Khitah Sebagai Lembaga Iqamatuddin
Artikulli tjetërWAHDAH PEDULI LINGKUNGAN

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini