Agama islam adalah agama yang sempurna dan agama rahmat bahkan hanya islamlah agama yang diterima oleh Allah semenjak diangkatnya Nabi Muhammad shollahu ‘alaihi wassalam sebagai nabi dan rasul sampai nanti hari kiamat , sebagaimana firman Allah

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

“Agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam” (QS. Ali Imran: 19).

Dan salah satu bukti dari kesempurnaan islam pun telah Allah kabarkan di dalam Al qur’anul karim

Allah Ta’ala berfirman,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (QS. Al Ma’idah: 3).

Seorang ahli tafsir yang tsiqoh dan menjadikan rujukan para ulama –Ibnu Katsir rahimahullah– berkata tentang ayat ini, “Inilah nikmat Allah ‘azza wa jalla yang terbesar bagi umat ini di mana Allah telah menyempurnakan agama mereka, sehingga mereka pun tidak lagi membutuhkan agama lain selain agama ini, juga tidak membutuhkan nabi lain selain nabi mereka Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, Allah menjadikan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup para nabi, dan mengutusnya kepada kalangan jin dan manusia. Maka perkara yang halal adalah yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam halalkan dan perkara yang haram adalah yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam haramkan.”

Dan salah satu bentuk keindahan yang ada di dalam agama islam yang manusia dapat merasakan nikmatnya didunia ini adalah Allah perintahkan bagi ummat muslim untuk memuliakan tetangga dan tamunya , sebagaimana sabda nabi

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ قَالَ حَدَّثَنِي سَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ عَنْ أَبِي شُرَيْحٍ الْعَدَوِيِّ قَالَ
سَمِعَتْ أُذُنَايَ وَأَبْصَرَتْ عَيْنَايَ حِينَ تَكَلَّمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ جَائِزَتَهُ قَالَ وَمَا جَائِزَتُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ وَالضِّيَافَةُ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ فَمَا كَانَ وَرَاءَ ذَلِكَ فَهُوَ صَدَقَةٌ عَلَيْهِ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami Al Laits dia berkata; telah menceritakan kepadaku Sa’id Al Maqburi dari Abu Syuraih Al ‘Adawi dia berkata; “Saya telah mendengar dengan kedua telingaku dan melihat dengan kedua mataku ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan sabdanya: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia memuliakan tetangganya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaknya ia memuliakan tamunya, dan menjamunya” dia bertanya; ‘Apa yang dimaksud dengan menjamunya wahai Rasulullah?” beliau menjawab: “yaitu pada siang dan malam harinya, bertamu itu tiga hari, lebih dari itu adalah sedekah bagi tamu tersebut.” Dan beliau bersabda: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya dia berkata dengan baik atau diam.”
( H.R Bukhori )

Siapakah yang disebut tetangga itu ?

Ulama Syafi’iyah dan Hambali berpendapat bahwa yang menjadi tetangga adalah 40 rumah dari segala arah (depan, belakang, kanan dan kiri). Salah satu ulama syafi’iyah menjelaskan

Al-Hafidz Ibn Hajar membawakan keterangan,

عَنْ عَائِشَةَ حَدُّ الْجِوَارِ أَرْبَعُونَ دَارًا مِنْ كُلِّ جَانِبٍ وَعَنِ الْأَوْزَاعِيِّ مِثْلَهُ

Dari Aisyah, batasan tetangga adalah 40 rumah dari segala penjuru, demikian pula pendapat dari Al-Auza’i.

Ibn Hajar juga membawakan riwayat lain,

وَأخرج بن وهب عَن يُونُس عَن بن شِهَابٍ: أَرْبَعُونَ دَارًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ يَسَارِهِ وَمِنْ خَلْفِهِ وَمِنْ بَيْنَ يَدَيْهِ

Diriwayatkan oleh Ibn Wahb, dari Yunus, dari Ibn Syihab, “Tetangga adalah 40 rumah, ke kanan, kiri, belakang dan depan. (Fathul Bari, 10:447)

Ulama Malikiyah berpendapat bahwa disebut tetangga jika berdempatan dilihat dari berbagai penjuru atau antar rumah itu hanya dipisah jalan sempit, bukan dipisah pasar besar atau sungai lebar yang melintang. Begitu pula disebut tetangga kalau dikumpulkan oleh satu masjid atau berada di antara dua masjid yang berdekatan. Bisa jadi pula disebut tetangga dengan patokan ‘urf (anggapan masyarakat) walau tidak memakai batasan tadi.

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa disebut tetangga jika berdampingan atau menempel. Sedangkan ulama Hanafiyah lainnya yaitu Abu Yusuf dan Muhammad berpendapat bahwa tetangga itu yang berdampingan dan yang disatukan oleh masjid. Definisi terakhir ini adalah definisi syar’i dan definisi menurut penilaian masyarakat (‘urf). (Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 16:216-217)

Kata “tetangga” mencakup Mukmin dan Kafir

Al-Hafidz Ibn Hajar mengatakan, “Kata tetangga mencakup muslim maupun kafir, ahli ibadah maupun ahli maksiat, teman dekat maupun musuh, pendatang maupun penduduk asli, yang suka membantu maupun yang suka merepotkan, yang dekat maupun yang jauh, yang rumahnya berhadapan maupun yang yang bersingkuran.”

Beliau juga menegaskan, “Masing-masing tetangga memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Ada yang lebih baik sifatnya dibandingkan lainnya…dan masing-masing disikapi dengan baik sesuai keadaannya…” (Fathul Bari, 10:441).

Maka dari itu dengan iman dan islam yang ada pada diri seorang mu’min maka wajib bagi kita untuk mengamalkan apa yang telah diperintahkan didalam agama islam sebagai bentuk kecintaan kita terhadap Allah dan rasulNya .
Mari kita mengambil ilmu dan nasehat dari imam Al ghozali rahimahullah terhadap tetangga :

1.Memulai mengucapkan salam pada tetangga ( jika ia muslim )
2.Menjenguk tetangga yang sakit.
3.Melayat (ta’ziyah) ketika tetangga mendapatkan musibah.
4.Mengucapkan selamat pada tetangga jika mereka mendapati kebahagiaan.
5.Berserikat dengan mereka dalam kebahagiaan dan saat mendapatkan nikmat.
6.Meminta maaf jika berbuat salah.
7.Berusaha menundukkan pandangan untuk tidak memandangi istri tetangga yang bukan mahram.
8.Menjaga rumah tetangga jika ia pergi.
9.Berusaha bersikap baik dan lemah lembut pada anak tetangga.
10.Berusaha mengajarkan perkara agama atau dunia yang tetangga tidak ketahui

Oleh Tegar dovianda putra

Artikulli paraprakKemenag Sulbar: Kehadiran Wahdah Islamiyah Menginspirasi Kualitas Keimanan Ummat
Artikulli tjetërHukum Mendapatkan Pekerjaan Dari Hasil Suap

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini