Bermula dari hadits

عَنِ ابْنِ عُمَرَ ض أَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ : خَيْرُ البَقَاعِ الْمَسَاجِدُ وَشَرُّ البَقَاعِ الأَسْوَاقُ

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Sebaik-baik tempat adalah masjid dan seburuk-buruk tempat adalah pasar.” (HR. Al-Hakim dan Ath-Thabarani)

أَنَّ أَحَبَّ البَقَاعِ إِلىَ اللهِ الْمَسَاجِدُ وَأَبْغَضُ البَقاَعِ إِلىَ اللهِ الأَسْوَاقُ

“Tempat yang paling dicintai oleh Allah dalam suatu negeri adalah masjid-masjidnya dan tempat yang paling Allah benci adalah pasar-pasarnya.” (HR. Muslim)

Dr.Kunto Wijoyo mengatakan bahwa di dunia ini hanya ada dua peradaban, peradaban yang berbasis masjid dan perdaban berbasis pasar. Orang di pasar diukur kehormatannya dari materi sedangkan di masjid diukur kehormatannya dengan takwa.

Peradaban pasar nilai dasarnya adalah materi. Orang dihargai di pasar bila punya banyak harta. Penguasa pasar adalah yang punya akumulasi kekayaan yang disebut modal. Abad pertengahan Eropa sebelum revolusi industri, modal direpresentasikan dengan kepemilikan sapi. Para tokoh penguasa pasar waktu itu disebut ‘cowboy’. Saat itu, orang Eropa menghitunng sapi dengan satuan kepala, bukan ekor. Mungkin ini alasan historis sehingga sampai hari ini bangsa Eropa (baca: Barat) menjadi kepala (baca: pemimpin) perdaban, sedangkan Indonesia menjadi bangsa pengekor peradaban.

Asal kata ‘kepala sapi’ dalam bahasa latin diserap menjadi ‘capit’ dalam bahasa Inggris. Oleh karena itu, peradaban pasar yang direpresentasikan dengan kepemilikan ‘kepala sapi’, belakangan dinamakan kapitalisme. Setelah revolusi industri, para capital (pemilik modal) ini menyatu dalam ‘company’ dan mereka mencari tempat baru dengan yang disebut ‘koloni’; VOC. VOC pun sampai di Indonesia dan berkuasa 350 tahun. Untuk pertahankan koloninya itu, mereka membuat jejaring kekuasaan yang disebut ‘imperi’, dari sinilah lahir istilah ‘imperialisme’; Ratu Belanda mengangkat presiden hingga lurah. Imprealisme berakhir abad 20 saat rakyat Indonesia menuntut kemerdekaan.

Berakhirnya imprealisme dalam bentuk penjajahan, bukan berarti menghilangkan imprealisme seutuhnya. Setelah Indonesia merdeka, imprealisme menjelma dalam wajah baru yang disebut imprealisme ekonomi. Sekitar 788 mata air di Indonesia dikuasai perusahaan Perancis dengan keuntungan lebih 700 Triliun pertahun, namun pajak yang mereka berikan hanya 300 Miliar. Gunung emas di Papua, nikel di Sulawesi, batu bara di Kalimantan, semuanya dikelola oleh aing. Minyak, gas, emas, dikuasai oleh asing, intan dikuasia asing dan kita cuma mengelola batu akik. Yang mulia dikuasai oranag lain, dan buat kita cuma batu akik (bagaikan kembali ke jaman batu, pen). Dampaknya, rupiah sekarang semakin MENGUAT-irkan; mencapai 15.000 rupiah, record terburuk pelemahan rupiah.

Kita sekarang hidup masih dalam gempuran imprelisme ekonomi yang nama aslinya adalah pasar sebagaiman hadits rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kita dikuasai oleh peradaban yang paling buruk yaitu pasar. Tugas kita adalah mengubah peradaban pasar jadi peradaban masjid. Tidak mungkin kita merubah peradaban pasar kecuali hidupkan peradaban masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pertama kali tiba di Qubah saat hijrah, beliau langsung membangun masjid ini untuk membendung peradaban pasar dari Mekah. Pertama kali tiba di Madinah, di bangun masjid Nabawi. Dan di ujung kota, untuk bendung peradaban pasar Yahudi dan Kristen, dibangun masjid Bani Salamah (kiblatain).

Peradaban Masjid

Ustadz Jazir menyebutkan bahwa perdaban masjid meliputi:

Pusat ilmu

Masjid bisa dikatakan masjid apabila disitu banyak kajian. Di masa Umar radhiallahu ‘anhu, ada kajian khusus dalam halaqoh ekonomi. Di Maroko, universitas pertama kali dibangun dari masjid; lahirlah Al khawarismi. Paus Silvester II belajar matematika dari universitas yang dibangun dari sebuah masjid di Mesir dan diajarkan diseluruh gereja sehingga lahirnya zaman pencerahan di Eropa.

Pusat ibadah

Disnilah bangun solidaritas umat. Solidaritas masyarakat bergatung dari makmurnya masjid.

Pusat informasi masyarakat

Masjid seharusnya menjadi pusat informasi masyarakat. Informasi dalam hal ini mencakup segala informasi yang dibutuhkan masyarakat; kelahiran, kematian, data penduduk, dll. Sekarang fungsi semacam ini menjadi timpang karena yang diumumkan di masjid hanya orang mati saja. Secara data statistik, ini menyimpang, karena memberikan kesan orang Islam itu cuma punya data statistik kematian.

Tempat menerima tamu

Dalam riwayat disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menginapkan para tamu di masjid.

Pusat pengumpulan dan distribusi zakat, infaq dan shodaqoh

Tempat mengatur kegiatan masyarakat

Pusat pertologan umat

Rumah sakit

Tempat penyelesain sengketa

Pemberdayaan Masjid

Bagaiamana agar masjid berdaya? Kita perlu tau ‘how to image’ dan ‘how to manage’ masjid.

How to image

Buat image yang benar untuk masjid. Realitas hari ini, masjid hanya digunakan untuk sholat, padahal di zaman kerajaan Islam, masjid adalah sentral kekuatan. Masjid, alun-alun, dan kraton berada satu komplek, kecuali pasar. Landasan filosofisnya agar raja tidak didikte oleh pasar (pemilik modal). Yang boleh mendikte raja hanya para ulama.

How to manage

Menentukan wilayah da`wah masjid

Di Quba, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membangun msjid Quba, untuk apa? Untuk memperjelas bahwa daerah teritorial dakwah dari masjid tersebut adalah wilayah Quba. Demikian pula, masjid Jogokaryan di Yogyakarta, Jogokaryan itu merupakan nama salah satu kampung di Yogyakarta yang menandakan daerah teritorial dakwah masjid tersebut.

Melakukan pendataan jamaah masjid

Setelah jelas daerah teritorial dakwah masjid, dibuat program sensus masjid sehingga terdata siapa saja di kampung tersebut yang sudah rutin ke masjid, sering ke masjid, jarang ke masjid, belum pernah ke masjid, atau memang belum tau tata cara sholat. Dengan pemetaan kondisi mad’u yang jelas, maka akan memudahkan pembuatan program untuk mereka sesuai kondisi masing-masing.

Merencanakan kegiatan masjid

Setelah jelas kondisi real mad’u, maka dibuatkan program sesuai kebutuhan masyarakat. Ustadz Jazir menyampaikan bahwa kampung Jogokaryan dulu kampung PKI, tapi sekarang jadi kampung santri. Bahkan sudah ada yang membuat disertasi tentang kampung ini, ‘Jogokaryan, Dari Kampung Abangan Jadi Kampung Santri Berbasis Masjid’.

“Setelah PKI dapat diringkus maka diletakkanlah batu pertama masjid. Dulu masjid ini diisi oleh anak-anak. Yang orang tua cuma 1 atau 2 orang saja, maka dibuatkan program PRAKUSI (Pramuka khusus Islam) bagi para anak-anak, yang dibina oleh mahasiswa UIN yang tinggal di masjid. Saya jadi ketua PAD (pengajian anak Jogokaryan). Di masjid juga saya buat genk ‘BOTAK’ (bocah takwa). Saya awalnya jadi ketua remaja masjid dan akhirya jadi ketua takmir masjid”, ujar ustadz Jazir.

Beliau menambahkan, “Program lainnya yaitu program ‘lumbung masjid’. Masjid jadi sentra pengumpulan beras yang akan dibagikan pada masyarakat miskin di sekitar masjid. Ada pula program bantuan untuk masyarakat yang anaknya tidak bisa sekolah”.

Di masjid Jogokaryan, terdapat program hadiah umroh untuk jama’ah yang istiqomah sholat berjama’ah lima waktu 40 hari berturut-turut, mincing mania masjid jogokarya, sepeda ontel masjid Jogokryan, club senandung masjid Jogorkayan, ta’lim pekanan, sarapan bareng setelah talim, program belajar sholat dari rumah ke rumah, dll. Untuk program sholat dari rumah ke rumah, masyarakat tak hanya sekedar diajari tatacara sholat, namun juga dibagikan peci dan sarung takwa agar dapat semakin menarik hati mereka dekat dnegan masjid.

Mensosialisasakan

Sebanyak dan sebaik apapun program namun tak disosialisasikan, maka akan sulit berhasil secara maksimal. Sosialisasi dapat dilakukan rutin di masjid dengan menggunakan pembesar suara, diumumkan dalam berbagai kajian, penempelan panflet di tempat-tempat umum, maupun mengirim surat pemberitahuan secara langsung kepada masyarakat.

Buat laporan kegiatan

Pembuatan laporan kegiatan juga sangat penting. Dengan dokumentasi yang bagus, bisa diketahui keberhsilan dan kendala-kendala selama kegiatan. Ust. Jazir mencontohkan, dari program belajar sholat dari rumah ke rumah, pada tahun tahun 2000, dari 1809 mukallaf masih ada 800 yang belum sholat. Tahun 2005 setelah program tersebut berjalan, bersisa 300 orang saja yang belum sholat. Hingga tahun 2015, yang belum sholat bersisa 27 orang saja.

“Pengurus masjid sekarang gak punya proyeksi untuk tingkatkan jamaah”, keluh ust. Jazir. Itulah arti penting pelaporan semacam ini, dapat dijadikan bahan evaluasi dan landasan dalam membuat proyeksi program ke depan. Untuk masjid jogokaryan sendiri, awalnya di tahun 2000, mereka membuat program ‘mengundang masyarakat sholat berjama’ah lima waktu di masjid’. Setelah program ini cukup berhasil memakmurkan masjid, maka targetnya ditingkatkan pada tahun 2010, dengan target 10% dari jama’ah jumatan bisa hadir lim awaktu berjama’ah, dan alhamdulillah tercapai. Akhirnya tahun ini, tahun 2015,masjid Jogokaryan menargetkan yang hadir sholat berjama’ah adalah 75% dari peserta sholat jumat. Kita doakan, masjid Jogokaryan dan masjid-masjid lain di sleuruh Indonesia, jama’ah sholat subuh, sama banyaknya dengan jama’ah sholat jumat; inilah masa kebangkitan peradaban Islam, kembalinya bumi Al Quds di pangkuan kaum muslimin.

*Terinspirasi dari materi ‘pelatihan manajemen masjid’ oleh Ust. Jazir ASP. (Mantan ketua Takmir Masjid Jokokaryan Yogyakarta) dalam Silatnas MIUMI di Yogyakarta, Jumat-Ahad, 1-3 Mei 2015

Oleh Andi Muh. Akhyar, S.Pd. M.Sc.

(Pembina Lingkar Dakwah Mahasiswa Indonesia_LIDMI)

Artikulli paraprakTarbiyah Gabungan DPD Wahdah Islamiyah Sleman
Artikulli tjetërMENGENAL IBU SUSUAN RASULULLAH Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini