Karena engkau Mukmin dan bukan Munafik

Date:

(Tadabbur surat Al – Ankabut ayat 11 sd 13)
Oleh : Samsul Basri, SSi, MEI

وَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْمُنَافِقِينَ
Dan sesungguhnya Allah benar-benar mengetahui orang-orang yang beriman dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang munafik. (QS. Al-Ankabut : 11)

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آمَنُوا اتَّبِعُوا سَبِيلَنَا وَلْنَحْمِلْ خَطَايَاكُمْ وَمَا هُمْ بِحَامِلِينَ مِنْ خَطَايَاهُمْ مِنْ شَيْءٍ ۖ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
Dan berkatalah orang-orang kafir kepada orang-orang yang beriman: “Ikutilah jalan kami, dan nanti kami akan memikul dosa-dosamu”, dan mereka (sendiri) sedikitpun tidak (sanggup), memikul dosa-dosa mereka. Sesungguhnya mereka adalah benar-benar pendusta. (QS. Al-Ankabut : 12)

وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالًا مَعَ أَثْقَالِهِمْ ۖ وَلَيُسْأَلُنَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَمَّا كَانُوا يَفْتَرُونَ
Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka, dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri, dan sesungguhnya mereka akan ditanya pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka ada-adakan. (QS. Al-Ankabut : 13)

Hikmah dan pelajaran :

Pelajaran pertama, segala sesuatu yang terjadi dan menimpa manusia mesti selalu dikaitkan dengan keimanannya, atau bahkan menjadi ukuran keimanannya. Karena itulah iman menjadi sesuatu yang sangat sentral. Salahsatu ciri orang munafik terlihat dari sikapnya yang tidak mampu bersabar menghadapi ujian dari Allah. Ketika umat Islam menghadapi musuh, mereka berpaling dari memberi bantuan. Namun ketika umat Islam memperoleh kemenangan, mereka justru menuntut bagian yang besar, karena merasa memberi andil yang besar dalam kemenangan itu. Seseorang dikatakan mukmin karena keimanan yang terpatri kuat di dalam hatinya. Dan keimanan yang terpatri itu membuat ia mampu merespon positif setiap musibah yang menimpanya dan merubahnya menjadi suatu keberkahan. Jika iman itu lemah atau rusak maka musibah yang datang menimpa menjadi beban hidup yang sangat berat. Masalah infak misalnya, bukan persoalannya terletak ada atau tidaknya materi, mampu atau tidaknya seseorang. Tetapi persoalannya lebih pada aspek iman atau tidak. Karena orang yang beriman akan selalu berinfak baik dalam keadaan lapang atau sempit,

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءَ
(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit. (QS. Ali Imran : 134)

Ibadah haji adalah ibadah yang berkaitan dengan keimanan. Serangkaian aktivitas dalam ibadah haji ternyata berat dijalankan oleh seseorang meskipun mampu secara fisik dan materi, kecuali bagi siapa saja yang beriman.

Dalam praktek jual beli, seseorang berani melakukan kecurangan dalam takaran karena imannya lemah. Makanya di surat al-mutaffifin, ketika Allah berfirman, “Wailullil muthaffifiina” yaitu Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. Kemudian bentuk kecurangan mereka disebutkan di dua ayat setelahnya. Lantas di ayat keempat dikaitkan sebab kecurangannya itu dengan aspek Iman pada hari kiamat, “Tidakkah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan?”. Lemahnya iman menjadi sebab mudahnya seseorang tergelincir pada dosa dan maksiat. Inilah syumuliah Islam yang tidak bisa dipisahkan dalam setiap aspek kehidupan sehingga dalam urusan bisnis sekalipun harus ada nilai keimanan di dalamnya. Harus ada kejujuran bila ingin untung dunia akhirat. Nabi saw bersabda,
التاجر الصدوق الأمين المسلم مع الشهداء يوم القيامة
Pedagang muslim yang jujur, dan amanah bersama dengan para Syuhada pada hari kiamat. (HR. Ibnu Majah)

Dalam riwayat yang lain ia akan dikumpulkan bersama para Nabi,
التاجر الصدوق الأمين مع النبيين والصديقين والشهداء يوم القيامة
Pedagang jujur dan amanah bersama dengan para Nabi, para shiddiqin, dan para syuhadaa pada hari kiamat. (HR. Tarmidzi)

Jadi keimanan itu harus terus melekat pada semua lini dan aspek kehidupan seorang muslim.  Iman itu harus ikut terbawa di kantor, di sekolah atau kampus, di lapangan, di tempat survei, di rumah, di darat, di laut, bahkan di udara sekali pun, pokoknya di mana saja kaki berpijak di muka bumi ini. Karena bagi orang yang beriman, apa saja yang diperhadapkan padanya dari berbagai ujian baik perintah, larangan, kesenangan, kemewahan, musibah dunia, atau gangguan musuh adalah ujian iman dari Allah sang pencipta keadaan.

Maka hikmah keberadaan ujian itu adalah untuk membedakan siapa yang  mukmin dan siapa yang munafik. Jadi persoalan dalam kehidupan ini adalah berkaitan dengan keimanan. Karena itu penting untuk selalu memperbaharui keimanan. Dalam Musnadnya, Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits,

عن أبي هريرة أن النبي صلى الله عليه وسلم قال قال ربكم عز وجل لو أن عبادي أطاعوني لأسقيتهم المطر بالليل وأطلعت عليهم الشمس بالنهار ولما أسمعتهم صوت الرعد وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن حسن الظن بالله عز وجل من حسن عبادة الله وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم جددوا إيمانكم قيل يا رسول الله وكيف نجدد إيماننا قال أكثروا من قول لا إله إلا الله
Dari Abu Hurairah r.a bahwasanya Nabi saw bersabda: “Rabb kalian Azza Wa Jalla berfirman, ‘Sekiranya hamba-hamba-Ku mentaati-Ku niscaya kucurahkan pada mereka hujan di malam hari, dan kuterbitkan matahari di siangnya, dan tidak kuperdengarkan mereka suara halilintar’.” Kemudian Nabi saw bersabda, “Sungguh baik sangka kepada Allah Azza Wa Jalla adalah diantara bentuk baiknya ibadah kepada Allah”. Kemudian beliau saw bersabda, “Perbaharuilah iman-iman kalian!”. Beliau lantas ditanya, “Bagaimana kami memperbaharui Iman-iman kami ya Rasulullah?”.  Beliau menjawab, “Perbanyaklah kalian mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah.”

Pelajaran kedua, sebagai pelaksana dakwah tidak boleh bersikap permisif apalagi diam menyikapi fenomena jauhnya manusia dari ajaran Allah. Harus terus dikerahkan potensi untuk mengingatkan dan mengajak manusia kepada Allah. Kalau saja dalam upaya mulia itu para da’i merasa telah korban harta, waktu, tenaga, fikiran bahkan nyawa, mendapati kesulitan, kepayahan dan kelelahan di dalamnya, maka hendaknya mereka merenungi firman Allah di surat al-anfal ayat 36. Bahwa ternyata orang kafir meskipun ujung usahanyanya adalah kesedihan dan penyesalan, namun mereka teramat gigih mendakwahkan kekafirannya itu dan rela menempuh jalan kepayahan dan kelelahan demi tersosialisasi dan tersebarnya ajaran kafirnya itu.

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ ۗ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَىٰ جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan. (QS. Al-Anfal : 36)

Jadi tidak perlu kaget kalau ada kelompok yang memojokkan Islam, berupaya menghancurkan Islam dan menghalangi manusia dari jalan Allah, dengan berbagai buku-buku, media, seminar, buletin, medsos dlsb.  Mereka mendapat sokongan dana yang begitu besar. Karena memang musuh-musuh Islam itu mengerahkan seluruh potensinya untuk bisa memimpin dan menguasai kaum muslimin, bisa menjabat dan memegang peran-peran penting dalam pemerintahan dan kemasyarakatan. Maka tidak boleh sebagai muslim yang bangga dengan keislamannya menganggap remeh urusan kepemimipinan diambil alih oleh kafir, menganggap biasa umat Islam dipimpin mereka selama berlaku adil dan jujur. Bagaimana mungkin kafir itu berlaku adil kalau saja kepada Allah ia tidak berlaku adil dengan menyembah selain-Nya? Bagaimana mungkin kafir itu berlaku jujur kalau saja kepada Allah berani diingkari?

Kembali pada surat al-ankabut ayat 12. Allah SWT menerangkan bahwa mereka orang kafir itu sudah menjadi kebiasan mereka berdusta dan mengelabui umat manusia. Mereka menjanjikan pengampunan dosa dan menjamin keselamatan melalui selebaran surat pengampunan dosa dengan biaya sekian dan sekian dan itu tidak murah. Padahal mereka sendiri tidak terjamin selamat dari azab Allah di hari kiamat. Di sinilah perbedaan fundamentalnya dengan Islam, bahwa tak satu pun muslim yang berani menanggung dosa yang lain. Muslim hanya berkewajiban menunjukkan jalan hidayah kepada manusia, selanjutnya dosanya terampuni atau tidak, selamat tidaknya di akhirat nanti, tergantung kesungguhan orang tersebut bertaubat dan  mendekatkan diri kepada Allah. Lihat surat attaubah ayat 11.

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ ۗ وَنُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui. (QS. At-Taubah : 11)

Muadz bin Jabal r.a ketika ditugaskan berdakwah ke negeri Yaman, ia diperintah untuk mengajak mad’u (objek dakwah) mengucapkan dua kalimat syahadat dengan tanpa paksaan. Jika mad’u menuruti, maka diperkenalkan dan diajarkan cara menegakkan shalat. Baru kemudian setelah itu puasa dst. Semakin terang dan jelas bahwa dalam dakwah Islam ada etikanya. Dalam dakwah Islam harus dihiasi dengan akhlakul karimah bagi para penyerunya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Perkuat Kaderisasi Luar Negeri, Bidang I Gelar Liqa Maftuh Bersama DPLN Wahdah Arab Saudi

ARAB SAUDI, wahdah.or.id — Dewan Perwakilan Luar Negeri (DPLN)...

MUI Bahas Boikot dan Dampaknya, Ust. Zaitun: Masalah yang Kita Hadapi Sekarang adalah Persoalan Kemanusiaan

JAKARTA, wahdah.or.id - Fatwa boikot terhadap produk-produk yang terafiliasi...

Politeknik Wahdah Islamiyah Makassar Menjalani Asesmen Pendirian Oleh Ditjen Diktiristek

MAKASSAR, wahdah.or.id - Usulan pendirian Politeknik Wahdah Islamiyah Makassar...

Kerjasama Pembinaan Baca Qur’an dengan Wahdah, SMA 1 Berau Daftarkan 300 Siswanya

BERAU, wahdah.or.id - Departemen Khidmah Qur'an Dewan Pengurus Daerah...