MAKASSAR, wahdah.or.id — Baru-baru ini, viral berita tentang uang palsu yang dicetak oleh salah satu kampus di Sulawesi Selatan. Seakan tak mungkin. Tapi, hal itu ternyata betul adanya.
Di benak kita, kampus adalah salah jantung edukasi yang dari sanalah peradaban itu bermula. Namun, apa jadinya, jika kampus, satu dua orang personilnya mencoreng dunia pendidikan dengan pencetakan uang palsu?
Jika dikaitkan dengan pemberitaan yang viral, yang sementara beredar. Seakan tidak ada hubungannya antara uang palsu dengan kampus.
Jika pun ada masalah di Kampus. Maka, benak kita mungkin akan berkata bahwa masalah di Kampus, ya, yang ada kaitannya dengan dunia pendidikan. Misal; ijazah palsu dosen, jual beli ijazah, skripsi copy paste dan yang lainnya.
Adapun ratusan juta uang yang dicetak di Kampus, rasa-rasanya ini sangat berseberangan dan bertentangan. Ada apa ini? Kenapa hal ini bisa terjadi?
Walau pejabat atau pendidik yang menjadi pelaku. Kita tau mereka bukanlah manusia sempurna. Tempat lupa itu, ada pada setiap kita. Dan obat lupa untuk kita konsumsi bersama adalah diingatkan. Dan dakwahlah jalan indah untuk saling mengingatkan.
Kejadian yang viral ini menarik perhatian Ketua Dewan Pengurus Pusat Wahdah Islamiyah, Ust. Dr. Muh. Qasim Saguni, MA, Bidang Dakwah dan Kaderisasi. Beliau menanggapi kondisi yang lagi hangat diperbincangkan ini.
Menurut beliau, pembinaan karakter di Kampus harus ada. Dakwah yang merupakan oase ruhiyah, tempat tuk saling mengingatkan, tempat membentuk karakter, harusnya tak hanya ditujukan kepada para peserta didik saja, namun para pengajar juga mendapatkan oase itu.
“ini menunjukkan pentingnya pembinaan karakter. Bukan hanya ditujukan kepada Mahasiswa, kepada peserta didik. Tapi juga kepada para pendidik” ujar Ust. Qasim saat menyampaikan responnya ke tim Wahdah.or.id.
Kejadian di Kampus ternama di Sulsel ini, membuat miris siapa saja yang membaca beritanya. Tuk itu, Ust. Dr. Muh. Qasim Saguni, M.A mengusulkan kepada setiap Institusi untuk membuat program pembentukan karakter.
“pentingnya institusi membuat program pembinaan karakter, baik itu dalam bentuk taklim-taklim yang rutin, maupun dalam bentuk kajian-kajian” lanjutnya.
Beliau mengatakan bahwa program-program dakwah ini, tak hanya sebagai tempat pembentukan karakter bagi peserta didik dan para pendidik. Program ini, juga memiliki fungsi lain seperti ajang silaturahmi, ajang saling mengingatkan dan yang lainnya.
“di dalamnya (program dakwah) juga ada pengawasan dan ada silaturahim” jelasnya.
Kasus yang lahir dari Kampus ternama di Sulawesi Selatan ini menjadi peringatan keras bagi para pendidik. Bahkan ini menjadi tamparan keras bagi para pendidik, khususnya yang berkecimpung di dunia pendidikan Islam.
Ust. Qasim menyebut kejadian ini sebagai hal yang memalukan, yang seharusnya tidak terjadi di Kampus.
“hal yang seperti ini, memalukan. Menampar, bagi kita semua sebagai pendidik. Apalagi yang berkecimpung di dunia pendidikan Islam” kata Ustaz yang merupakan Alumni UIN ini.
Saat dakwah menyapa para Mahasiswa dan para Pendidik di Kampus, pastinya di sana kita akan dapati insan-insan yang akan selalu merasa puas dengan ketentuan-ketentuan Allah.
Tak akan terjadi dan takkan dilakukan pencetakan uang palsu, melainkan karena keserakahan, ketamakan dan rasa ketidak puasan terhadap ketentuan, rejeki dan pemberian dari Allah.
Ustaz Qasim yang sudah puluhan tahun berkecimpung dalam dunia dakwah dan pendidikan islam ini menyarankan kepada para kampus dan institut untuk ada program pembinaan karakter.
Modelnya, seperti pengajian rutin. Tak hanya untuk para peserta didik. Antar pimpinan dan karyawan, pembinaan karakter ini juga mesti diprogram dan dijalankan.
Pembinaan karakter ini hendaknya bersifat rutin. Bukan temporer. Minimal sekali sebulan, dilaksanakan rutin. Pertemuan ini sebagai media untuk saling mengingatkan amanah, media menjaga dan meningkatkan ketakwaan sehingga tumbuh karakter muraqabatullah, karakter kejujuran, keadilan dan akhlakul karimah lainnya.
Saat dakwah menyapa para peserta didik dan pendidiknya, dimana pun kampus, lembaga dan atau institusi itu berada. Saat hasil pembentukan karakter itu berhasil. Niscaya, insya Allah kita tidak akan lagi mendengar berita-berita kriminal dan hal-hal yang merusak lainnya, terjadi.
Karena setiap mereka yang menyambut dakwah, yang telah terbentuk sifat muraqabatullahnya dari pembentukan karakter tadi, insya Allah tidak akan melakukan hal yang bertentangan. Entah itu bertentangan dengan hukum Allah atau dengan hukum sesama.
Muraqabatullah itu adalah pengawasan Allah. Ia adalah pengawasan otonom. Indahnya Kampus, saat dakwah dan pembinaan karakter tumbuh indah di sana. [*]