Haid dan nifas merupakan dua keistimewaan yang difitrahkan oleh Allah atas kaum hawa demi adanya proses penciptaan janin dalam kandungan wanita dan kelahirannya didunia sebagai seorang bayi .
Dalam istilah syar’i ; haid berarti darah alami yang keluar dari dalam rahim wanita yang sedang dalam kondisi sehat ,pada waktu-waktu tertentu. Keluarnya darah haid dari seorang wanita merupakan tanda kedewasaannya, yang berarti seluruh kewajiban-kewajiban agama telah wajib ia kerjakan seperti shalat, puasa, menutup aurat dll. Umur minimal seorang wanita mengalami haid adalah 9 tahun, jika diumur ini ia telah haid maka ia telah dianggap dewasa walaupun belum mencapai umur 15 tahun. Sedangkan umur maksimalnya berdasarkan kondisi masing-masing wanita, namun secara umum haid ini berhenti tatkala seorang wanita berumur sekitar 50 tahunan.
Batas atau lamanya masa haid, berbeda-beda antara satu wanita dengan lainnya, tergantung kebiasaan yang ia alami. Namun secara umum, masanya adalah 6 atau 7 hari sebagaimana sabda Rasulullah kepada Hamnah : “Engkau haidh sesuai ilmu/ketentuan Allah selama enam atau tujuh hari” (HR Abu Daud dan Tirmidzi : shahih).
Haid tidak memiliki masa batasan minimal atau maksimal. Boleh jadi haidnya seorang wanita hanya satu hari, dan bisa saja mencapai 15 hari atau lebih. Semua ini bisa diketahui lewat kebiasaan yang dialaminya ketika haid.
Jika seorang wanita telah haid, maka wajib memperhatikan hal berikut :
1.Dengan haid, ia telah menjadi dewasa sebab itu diwajibkan baginya untuk menutup aurat dan mengerjakan kewajiban-kewajiban islam lainnya.
2.Jika haid telah selesai masanya, maka wajib baginya untuk mandi wajib karena haid merupakan hadas besar.
3.Jika seorang wanita diceraikan suaminya, maka ia wajib menunggu masa ‘iddah selama 3 kali haid (ia tidak boleh menikah lagi kecuali setelah mengalami 3 kali haid).
Darah lainnya adalah nifas yaitu darah yang keluar dari wanita karena proses melahirkan. Batas minimal masa nifas ini tidaklah menentu, namun batas maksimalnya adalah 40 hari sesuai ijma’nya para salaf. Imam Tirmidzi berkata : “Semua ahli ilmu dari kalangan sahabat nabi, dan setelah mereka sepakat bahwa wanita nifas hendaknya meninggalkan shalat 40 hari kecuali jika ia telah suci sebelum masa itu, maka hendaknya ia mandi wajib dan kembali mengerjakan shalat” (Dalam hadis 139).
Hal-hal yang diharamkan atas wanita ketika haid atau nifas :
1.Melakukan ” hubungan suami istri “. Adapun kalau bercumbu tanpa “berhubungan badan” maka tidak mengapa. Karena Rasulullah bersabda : “Lakukanlah semua apa yang engkau kehendaki (ketika wanita haid) kecuali “berhubungan badan”. (HR Muslim).
2.Haram berpuasa dan mengerjakan shalat. Sesuai sabda Rasulullah : “Bukankah jika kalian haid, kalian tidak puasa dan tidak juga shalat ?!” (HR Bukhari Muslim).
3.Thawaf di Ka’bah. Rasulullah bersabda kepada Aisyah yang sedang haid ketika haji : “Lakukanlah semua apa yang dilakukan oleh seorang yang berhaji, kecuali engkau jangan thawaf di ka’bah, sampai engkau suci” (HR Bukhari Muslim). Namun jika seorang wanita yang sedang berhaji atau umrah terus-terusan haid, dan belum suci padahal rombongannya akan segera meninggalkan Mekah dan sangat susah untuk kembali lagi, maka tidak mengapa baginya untuk melakukan tawaf di ka’bah dengan syarat mengikat dan menguatkan pembalut ditempat keluarnya darah haid agar tidak darah tidak keluar menetes dan mengotori masjid.
Lalu apakah hukumnya jika seorang wanita memakan obat anti haid ketika haji/umrah ? Hukumnya boleh, selama obat tersebut tidak membahayakan kesehatan dan telah dikonsultasikan dengan dokter.
4.Tinggal berlama-lama dimasjid. Sesuai hadis : “Saya tidak menghalalkan masjid untuk orang junub dan haid” (HR Abu Daud). Adapun kalau hanya sekedar lewat dalam masjid maka tidak apa-apa, kecuali jika dikhawatirkan darah haid atau nifasnya akan mengotori masjid maka tidak dibolehkan.
Adapun membaca Al-Quran ketika haid atau nifas hukumnya boleh, demikian pula melangsungkan akad nikah. Juga tidak dilarang untuk memotong kuku, atau memotong rambut karena tidak ada dalil yang melarang hal ini.
Selain dua jenis darah diatas, ada jenis darah ketiga yang keluar dari rahim perempuan yaitu darah istihadhah yang merupakan darah penyakit dan hampir sama dengan darah yang keluar karena luka. Darah jenis ini keluar karena adanya suatu penyakit atau pecahnya/putusnya urat dalam rahim, warnanya merah, baunya seperti darah biasa, dan ketika keluar langsung mengental. Wanita yang mengeluarkan darah istihadhah ini tetap diwajibkan mengerjakan shalat, atau puasa sebab ia masih dianggap suci . Namun jika ia ingin shalat, maka hendaknya membersihkan darahnya terlebih dahulu, lalu memakai pembalut dan diharuskan berwudhu setiap kali shalat berdasarkan sabda Nabi kepada Fatimah Bintu Abis Hubaisy yang sedang istihadhah ; “ Kemudian wudhu’lah engkau setiap kali hendak shalat “ (HR. Al Bukhari ).
Bagaimanakah caranya membedakan antara darah haid dan istihadhah ??
Wanita yang mengalami istihadah ada tiga keadaan :
1. Dia memiliki masa haid yang jelas sebelum mengalami istihadhah. Kondisi seperti ini dikembalikan pada masa haid yang sudah diketahui sebelum adanya istihadhah. Jika ada darah yang keluar diluar masa kebiasaan haidnya, maka itu darah istihadhah. Berdasarkan sabda Rasulullah kepada Fatimah bint Abi Hubaisy yang mengalami kondisi seperti ini : “Tinggalkan shalat seukuran engkau biasa mengalami haid kemudian mandilah (haid) dan shalatlah” (HR. Al Bukhari).
2.Apabila dia tidak memiliki kebiasaan haid yang jelas sebelum mengalami istihadhah.
Maka pada kondisi yang seperti ini dia harus membedakan keduanya lewat sifat darah yang keluar tersebut.Jika darahnya berwarna kehitaman, atau kental dan berbau, maka itu adalah darah haid, dan sang wanita tersebut dianggap sedang haid. Adapun jika cirinya tidak seperti itu maka di hukumi darah istihadhah. Dalam hadis :“ jika darah itu haid, maka sesungguhnya darahnya kehitaman dan dikenali. Jika demikian kondisi darahnya maka tahanlah dirimu dari melakukan shalat. Sedangkan jika kondisi darahnya tidak demikian , maka berwudhulah dan shalatlah karena sesungguhnya itu hanyalah dari urat (rahim) yang terbuka (HR. Abu Dawud dam An Nasa’i : hasan )
3. Apabila masa haidnya tidak jelas dan sifat darahnya tidak bisa dibedakan, sehingga tidak mungkin di hukumi sebagai darah haid atau istihadhah . Maka kondisi ini diberlakukan padanya kondisi haidnya wanita secara umum yaitu 6 atau 7 hari.
Misalnya : Darah terus menerus keluar pada hari kelima di bulan tersebut. Lalu disepanjang bulan itu darah terus menerus keluar tanpa bisa dibedakan apakah itu darah haid atau istihadhah. Dalam kondisi ini, maka haid dihitung pada setiap bulannya ; selama enam atau tujuh hari ,berawal dari hari kelima tersebut dan berakhir di hari ke sebelas atau duabelas saja, selebihnya dianggap saja sebagai darah istihadhah.
Dalilnya adalah hadis :“Sesungguhnya darah tersebut tendangan – tendangan syaitan, maka massa haidmu enam atau tujuh hari berdasarkan ilmu Allah Ta’ala. Kemudian mandilah jika engkau melihat dirimu sudah bersih (dari haidmu) dan berpuasalah” (HR.Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi : hasan)
Oleh Ustadz Maulana La Eda
(Mahasiswa Pascasarjana (s-2) Jurusan Ilmu Hadis Universitas Islam Madinah)