Kabar Dai Perintis Dari Surabaya

  • Catatan Khusus Komari & Nasruddin

Kami adalah Dai Perintis gelombang ke-2 untuk Surabaya. Sampai saat ini,  kegiatan kami masih berkutat pada 2 hal yaitu konsolidasi dan silaturrahim. Kami berusaha mengumpulkan kembali binaan-binaan dari Makassar yang sekarang berada di Surabaya, entah karena kerja atau lanjut studi.

Alhamdulillah sekarang telah terbentuk 2 kelompok yang sepakat untuk menghidupkan kembali suasana belajar dalam halaqah-halaqah tarbiyah. Kami pun telah memperkenalkan metode Dirosa kepada sepasang suami istri Dokter yang sedang menyelesaikan studinya di Universitas Airlangga (Unair) dan siap untuk bergabung dalam kafilah dakwah.
   
Pada tataran silaturrahim, kami telah mengunjungi kantor DDII Jatim, dan mendapatkan tawaran kerjasama pendidikan gratis berasrama untuk mahasiswa S1 dakwah. Kami juga telah bertemu dengan Imam Masjid Mujahidin Jl. Raya Perak yang alumni Universitas Islam Madinah (Ust. Muhalimin Lc., M.A), pengurus KKSS Bawakaraeng Surabaya, Markaz Dakwah al-Falah, lembaga kursus al-Qur’an al-Falah, Pesantren al-Qur’an Nurul Falah, dan Ma’had Umar bin al-Khottob Sidoarjo. Rabu 15 Juni ba’da Ashar, kami telah bertemu  Pengurus MUI Jawa Timur, Prof. Dr Roem  Rowi dan Pembina Masjid Al-Akbar Surabaya. Selanjutnya hari Jum’atnya, kami bersilaturrahim ke Ketua DPW PBB Jatim, Pembina Pesantren Mahasiswa Darul Arqom Surabaya, serta beberapa tokoh lainnya.
   
Keadaan dan aktivitas kami di Surabaya sangat terbantu oleh orangtua seorang akhwat di jalan Pegirian yang sekarang studi di Makassar, begitu juga tertopang oleh seorang ikhwan yang baru saja menyelesaikan program doktoralnya di Unair, al-akh. DR. Masriyadi,  dengan memberikan tumpangan bermalam beserta kendaraan operasionalnya.
  
Kondisi Surabaya  sebagai kota metropolitan tidak banyak berbeda dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Surabaya telah dipenuhi dengan “orang-orang pintar”, banyak kyai dan banyak santri, banyak pula lembaga-lembaga Islam yang telah eksis. Seolah-olah Surabaya telah mencapai titik jenuh atau tak bisa lagi menerima masukan dari luar.
   
Tetapi melihat kondisi nyata kota Surabaya, hati kita akan miris dibuatnya. Gang Dolly dan 5 rekannya menyiapkan 320 wisma bagi 2.231 wanita belia yang siap memuaskan pelanggannya (Republika , 14 Juni 2011) dan makin hari semakin ramai saja. Taman-taman kota terutama malam Ahad penuh dengan pasangan muda mudi memadu kasih.

Masjid Agung Sunan Ampel-pun kebanjiran jamaah  dari berbagai daerah. Bus-bus besar keluar masuk tempat parkir khusus , yang sehari saja mencapai ratusan bus, yang sengaja mengantarkan jamaah untuk “ ziarah’ ke makam walisongo dengan berbagai macam niat dan motivasinya. Ribuan orang rela duduk bersimpuh di depan pusaran, berdoa, munajat, berdzikir, tahlilan di area pekubungan Sunan Ampel. Bahkan ada yang sholat di depan kuburan tersebut. Siapa yang mengajari mereka praktek-praktek kesyirikan itu, siapa yang bertanggung jawab terhadap ini semua ?
   
Namun, dibalik keprihatinan tersebut; Surabaya menyimpan mutiara yang tak ternilai harganya. Banyak  pelajaran yang harus kami serap demi perbaikan-perbaikan. Hari itu, Senin 13 juni 2011 ba’da Ashar, di Masjid al-Falah, mata dan telinga kami dibuat kagum olehnya. Mata kami tak henti-hentinya mengamati tiap jengkal ruangan utama masjid. Telinga kami terbuka lebar mendengar suara gemuruh yang membuat hati kami tentram, haru, sejuk; belum pernah kami dapatkan suasana seperti ini di Makassar,atau di daerah-daerah binaan lainnya. Di ruangan masjid itu telah duduk lebih dari 22 halaqah yang sedang belajar dengan berbagai macam jenisnya. Ada yang belajar  baca al-Qur’an, tahsin tilawah al-Qur’an, terjemah al-Qur’an, fiqh bahkan bahasa Arab tingkat awal. Pesertanya terdiri dari anak-anak sampai orangtua; laki dan perempuan. Tiap halaqah dipimpin oleh seorang tutor , dilengkapi dengan satu wireless pengeras suara, satu papan tulis, dan  bangku lipat untuk tiap peserta .
   
Dialah kursus al Qur’an al-Falah, yang sekarang adalah periode ke- 89. Tiap periode berlangsung selama 4 bulan dengan 2 kali tatap muka tiap pekan dan 90 menit tiap pertemuan.  Jumlah santri periode 89 ini mencapai 3170 orang dengan 10 jenis program. Setiap harinya ada 6 shift(kali) pergantian yang dibina oleh 44 tenaga Ustadz/ah. Biaya kursus tiap periode Rp 225.000, maka kursus al-Qur’an al-Falah tiap periodenya mampu mengumpulkan dana tidak kurang dari Rp 600 juta.
   
Ust. Choironi sebagai penanggungjawab kursus, sangat gembira menerima kedatangan kami dan beliau berharap agar kondisi al-Falah ini biasa juga dilaksanakan di Masjid-masjid lainnya. Mari kita merenung sejenak, sudahkah masjid-masjid binaan kita telah memberikan pelayanan kepada masyarakat ? Memberikan sesuatu yang sangat dibutuhkan masyarakat kita yaitu arahan, bimbingan tegur sapa yang santun, senyuman yang sejuk; secara maksimal ?  Sudahkan masjid-masjid binaan kita makmur dengan shalat berjamaah ? Ramai dengan kaum muslimin yang belajar agama ? Atau malah masjid-masjid kita lebih sering nganggur tak terpakai, dan masyarakat enggan ke masjid ?

“Dulu ketika kursus ini gratis, pesertanya pasang surut, tak bersemangat. Tetapi setelah dikenakan  infaq  di muka, pesertanya malah bersemangat bahkan jumlahnya membludak.  Andaikan mereka tak sampai menyelesaikan kursus, tapi mereka sudah berinfak untuk lembaga,” tutur Ketua kursus al Qur’an al-Falah tersebut.
    
Di akhir-akhir tugas kami, kami kedatangan Murabbi kami (Supervisor ) Ust Muh. Yani Abd Karim yang berkesempatan bersilaturrahmi dengan tokoh Islam Nasional asal Surabaya yaitu Prof. Dr Fuad Amsyari  di Masjid Unair. Beliau banyak memberikan arahan tentang pentingnya pendidikan politik bagi kaum Muslimin; Untuk lebih jelas tentang pemikiran-pemikiran beliau, silahkan buka blog beliau http://blog-indonesia.com/blog.php?blogger=11432
   
pada kesempatan yang lain, kami bersilaturrahmi ke KKSS Bawakaraeng yang sedang mengadakan pertemuan rutin di salah satu rumah anggotanya. Dan Alhamdulillah kami berkesempatan memaparkan sedikit tentang program dakwah sekaligus menawarkan kerjasama di masa-masa mendatang. Dan kami juga bertemu dengan salah satu anggotanya yang sangat mendukung kegiatan-kegiatan wahdah (*)

Artikulli paraprakPemuda dan Kemajuan Peradaban Islam
Artikulli tjetërPERNYATAAN SIKAP

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini