Aku dan Wahdah Islamiyah
(Jejak-jejak Menemukan Mu)
Cuplikan naskah peserta lomba menulis Wahdah Islamiyah 2016
Oleh: Fulana

 

  • Jejak  Sebelum  2013_Sebuah Pencarian

 

Menelisik jauh kebelakang, tak ada yang akan mengira, gadis dengan latar belakang kelabu, akan kuliah di tempat putih bersendi Islam seperti sekarang, pun mendapat asupan menu sehari-hari berupa, Bahasa Arab, Nahwu-Sharof, hafalan Qur’an, kajian Hadis, kajian Kitab Silsilah, dsb. Sangat kontras dengan sosok dirinya dahulu, saat dia menjadi “Waitrees” Bioskop di tahun 2001-2003; dengan pakaian sangat glamour, tanpa jilbab, pakaian batik yang sengaja di permak ketat, rok panjang dengan belahan panjang menyaingi panjang rok, atas alasan standar pelayanan harus tersenyum diramah-ramahin kepada para pelanggan/pembeli karcis (yang jelas bukan muhrim). Saat dia menjadi SPG Pameran/prodak di sepanjang tahun 2003-2004 lebih parah lagi; rok diatas lutut, ketatnya pun super ketat, tentunya tanpa jilbab, dengan make up yang sangat tebal pula. Belum lagi saat dia kerja di sebuah Salon Umum(menerima kongsumen pria/wanita) di akhir tahun 2004, dimana dia harus berlagak manja didepan kongsumen pria, dengan make up yang jangan ditanya lagi,,,parah!!, karena kata Bos nya kala itu, lakukan maksimal demi memenangkan hati para pelanggan, dimana jelas persaingan jumlah salon lagi menjamur.

Sepenggal kisah hidupnya yang tak ingin dia ulang, pun tak ingin dia buang,,,ada begitu banyak pelajaran, begitu banyak pula skenario Allah menjaganya, dapat dia telaah dengan mengingat hikmah semua kisah kelabunya. Telah berkali-kali dia harus bergonta-ganti pekerjaan hitam dengan resiko perzinahan yang sangat kental didalamnya, berkali pula Allah selalu menariknya dengan cara-caraNya yang sangat ajaib, dan semua rencana mendapat uang dengan cara instan buyar. *setelah belajar di ma’had nanti dia akan tahu bahwa Zina adalah dosa yang menurun ke nasab dan sangat mempengaruhi perkembangan jiwa dari nasab kita*.

Dan ternyata cintaMu, menguatkan hamba,,

Berkali hamba tersentuh nikmatMu

Berkali pula hamba menepiskan surgaMu,,

Di tahun 2005 dia memutuskan kuliah dengan pertimbangan tabungannya selama bekerja akan cukup membiayai kuliahnya kelak, memilih kuliah bukan tanpa sebab, dia merasa hidupnya berjalan datar-datar saja, semenjak hijrah dari desa ke Ibu-kota dengan niat mengikuti kesuksesan para ‘kaum urban’ yang telah lebih dahulu menaklukkan kota, memanen pundi-pundi materi yang mentereng. Targetnya tiga atau empat tahun dia sudah sukses secara materi *tapi sudah tahun keempat sejak dia tiba di ibu kota, dia masih nge-kost dengan keuangan yang masih kembang-kempis, bahkan untuk biaya isi perut*. Dia bisa saja memanen uang yang banyak dalam empat tahun itu, seandainya dia mau mengikuti saran teman-teman kerjanya yang memiliki kerja ganda, selain kerja normal juga menggeluti kerja-kerja terselubung, tapi seperti yang terceritakan diatas, Rabb nya sangat menyayang dia dan selalu menjaganya, menaungi hatinya dengan menumbuhkan prinsip tegas, menolak kontak fisik lebih intim dengan lawan jenis tanpa nikah, dia masih punya “Siri`” yang masih kukuh terjaga, bekal berharga dari kampung.

Dari awal hingga menjelang semester akhir perkuliahan S1 nya, dia  habiskan dengan berhura-hura, acara makan, jalan-jalan ke Mall, belanja barang-barang model terbaru, tak sekalipun tanda yang mencirikan bahwa dia seorang muslimah berstatus mahasiswi kampus Islam ternama. Temannya banyak, selain karena dirinya ‘supel’ dalam bergaul(buah pengalaman semasa kerja), dia juga lumayan cerdas untuk Mata Kuliah non ke-Islaman, apalagi Statistik dia jagonya. Bersamaan itu banyak pula rejeki ‘nomplok’ dari mahasiswa yang dengan sukarela mentraktir sekedar untuk mendapatkan perhatiannya bagi lawan jenis, atau untuk ikutan tenar bagi sejenis. Di Fakultas Tarbiyah tempatnya menimba ilmu, cuma mahasiswa ‘kutu-buku’saja yang tidak mengenalnya kala itu, dengan faktor itulah membuat dia banyak di dekati komutnitas-komunitas kampus, karena dapat dijadikan sebagai ‘influence’ penarik massa. Tak ketinggalan pula akhwat-akhwat Wahdah Islamiyah mencoba mendekatinya, ada yang berusaha menjadi sahabatnya, ada yang rutin datang dengan senyum termanis sembari memberinya selebaran ‘Kamat’(Kajian Jumat), ada pula yang rutin mengiriminya SMS hikmah, entah dari mana mereka mendapatkan nomor handphonenya,,,“gencar juga akhwat-akhwat itu”. Namun tak sedikit pun hatinya terketuk kala itu, dia cuma memberikan sedikit ruang pada keramahan, senyum, sapa dan salam akhwat-akhwat itu.  

Gerbang tahun 2010 tinggal selangkah, semester demi semester telah terjalani, tak banyak yang berubah, sosoknya awal semester hingga akhir semester masih sama, beda di dirinya penghujung 2009 itu, hanyalah dia semakin akrab, dan sering jalan bareng dengan salah seorang dari mereka yang dia beri gelar ‘Ninja’ *belakangan dia tahu bahwa pangilan mereka bukan ‘Ninja’ tapi ‘Akhwat’!!!*, ke mesjid, perpustakaan, ruang dosen, kerja tugas, bahkan ke kantin pun mereka selalu bersama,,,terkadang setiap kali melintas didepan teman/geng gaulnya dulu, banyak yang iseng mencibir, atau sekedar tatapan sinis melihat perubahan sikapnya yang beubah(saat itu cara berpakaiannya masih sama seperti awal kuliah, cuma hatinya aja yang mulai respek menerima dakwah si teman barunya, dan dia lebih sika diam), kata para ‘Bullyer’ dia kena ‘pelet’ si akhwat, ada pula yang mengatakan dia menjilat ludah sendiri(karena dulu dia sangat anti dan sering mengolok-olok setiap yang berpakaiaan sama seperti si akhwat), namun dia tak peduli, dia perempuan cuek ”Toh dia juga pernah ambil bagian dengan para ‘Bulyyer’ itu”. Baginya bersama akhwat tersebut dia mendapat kenyamanan, dan penerimaan tanpa pamrih, bukan seperti teman-teman nya yang mendekatinya karena ingin numpang populer, dia enak diajak jalan, makan, belanja bareng, karena uang dari ‘kakak-kakakannya banyak. Ujung-ujungnya tetap beraroma ‘hedonisme’.

Sikap penerimaan itu datang ketika si akhwat tersebut bercerita bahwa dirinya dulu, persis sama seperti diri dia yang sekarang, tutur si akhwat juga demikian lembut, menenangkan, dan bersamanya tidak menguras kantong namun tetap ‘happy’, si akhwat juga ternyata nyambung juga bila diajak bicara tentang hal-hal gaul(salah-satu tips mengambil hati seseorang, adalah dapat nyambung dengan pembicaraannya).

Persahabatan sejiwa itu terus berlanjut sampai pada saat dia dan si akhwat tersemat ‘Toga’, penutup kisahnya bersama si akhwat, karena hari setelah penyematan toga, sang akhwat kembali berdakwah di kampung halamannya, meninggalkan dirinya sendiri di Makassar.

Tapi baginya kini dia tak sendiri, akhwat sahabatnya itu tak sepenuhnya meninggalkannya, akwat itu telah berhasil menyemai cinta dihatinya,  cinta kepada ‘Manhaj Sahih’ seperti milik akhwat itu, walau tanpa sosok sang akhwat,

Kau mengajar bukan dengan kata, tapi dengan ikhlas

Hingga  dihatinya  ada penerimaan, untuk menjadi utuh,,,

Tinggal menunggu hujan menyirami,,entah kapan?

Menyandang gelar sarjana di pertengahan 2010 membawa dia ke dunia kerja yang tak lagi serupa dengan saat dia masih berijazah SMU, lebih berkelas dan sedikit jauh dari resiko pergaulan tidak benar,awalnya bekerja disebuah Toko Alat Tulis, yang sangat melonggarkan karyawannya memakai jilbab, karena alasan melanjutkan Pascasarjana,dia pindah kerja di sebuah Salon Muslimah binaan salah-satu Partai Islam terbesar di Indonesia, yang mengharuskan karyawannya berbusana muslimah, kajian pekanan, cuma melayani pelanggan perempuan saja, dan diberi izin melanjutkan Pascasarjana kuliah. Hingga di suatu sore tahun 2012, saat dia sedang menggunting rambut pelanggan, telepon berdering, ada info dari seorang teman Kampus Hijau, memberinya informasi pendaftaran di sebuah Ma’had, tempat yang mustahil masuk daftar tujuannya.

Sepertinya Gerimis segera kan menyapa,,,

Datanglah berupa Hujan kekasih Bumi

Hingga bermekaran yang kuncup, dan muncul hidup dari mati

 

  • Jejak Setelah 2013_Sebuah Penerimaan

 

Jadilah dia mahasiswi baru lagi di tahun 2013, sebuah Ma’had disudut timur kota Makassar menerimanya sebagai mahasiswi angkatan pertama. Pada angkatan pertama itu informasi pendaftaran belum tersebar luas(internal), sehingga kebanyakan dari pendaftar Ma’had adalah mereka yang merupakan senior/murabbiyah beberapa organisasi sekota Makassar, para ‘Murabbiyah’ itu dah kenyang ilmu dan sangat memahami karakteristik dakwah. Adapun dia ikut terkumpul didalamnya, ikut bergabung dengan para murabbiyah itu, adalah sebuah anugrah yang akan merubah jalannya.

Bertemu mereka(akhwat-akhwat baru) di ma’had bukan suatu ‘kebetulan’, karena untuk kembali pada jalanNya tak ada kata kebetulan. Allah lah yang telah melangkahkan kakinya ke tempat itu. Di ma’had itulah benih ‘Sunnah’ yang ditanam si akhwat Kampus Hijau dulu, kembali dikuatkan para rekan se ma’hadnya, rekan sema’had tak banyak mengajak, tapi langsung memberi teladan, kesantunan khas mereka kunci iman yang terpancar, dia banyak belajar isyarat CintaNya dari apapun yang dia lihat, dengar, dan rasa, serta berulang hari ditangkap indranya. Rangkaiaan  hembus nafas Ma’had Biru itu, ibarat ‘Madrasah Alam’ yang mudah tercerna.

Awal 2014, dia memutuskan berjilbab panjang di ‘Mustawa Awwal’(tingkatan pertama di ma’had, tapi untuk ma’had dia, merupakan tingkatan kedua setelah tingkatan dasar-tamhidy), dan mencoba  mengikuti ‘Liqo’ Tarbiyah’ yang disarankan temannya, keputusannya bulat,,,telah sekian lamanya waktu terbuang percuma, bahkan dia jadi malu sendiri, dia yang seorang alumni ‘cumlaude’ Pendidikan Agama Islam(PAI) Kampus Hijau, bahkan tak bisa berkata apa-apa saat pembelajaran  di kelas dasar(tamhidy). Apa jadinya seorang murid, bila diajar oleh Guru Agama yang bahkan bahasa Arabnya saja masih serampangan. Masihkah dia mampu mengangkat muka, dengan menenteng ijazah ‘cumlaude’ kosong?. Dia harus belajar!!!!.

Mengapa memilih Wahdah Islamiyah? Pertanyaan yang sering terlontar dari keluarga, rekan sema’had(non WI), dan kenalannya, dia punya jawaban sendiri. Akumulasi kejenuhan dari orang-orang di masa lalunya telah mengkristal. Kejenuhan politik-kotor dunia kerja yang terpampang jelas dimatanya, baik itu dari atasan ke bawahan yang mencurangi system agar menghemat modal dan menumpuk laba, ataupun bawahan ke atasan yang mencari perhatian dengan cara-cara ‘licik’ demi melicinkan karirnya, semua itu tak luput dari pengamatannya,,dia muak kronis!!! Sampai padanya dulu sangat terpaksa harus mengikuti arus permainan kalau tak ingin hilang. Pun saat dia di kampus hijau dulu, begitu gencarnya para rekan aktifis kampus memutar-mutar logika, menuntut birokrasi, mengugat system kampus, sampai keRasulan, bahkan Tuhan pun mereka gugat. Sejenak dia lena dengan gensinya sebagai perempuan kesayangan aktifis kampus, tapi setelah mengenal akhwat itu, seperti ada yang menggelitik hatinya “kau datang dikampus untuk belajar kan??? Ambil ilmu yang bermanfaat, selain itu tinggalkan!!!!”. Sampailah dia pada Wahdah Islamiyah yang dikenalnya dari akhwat Kampus Hijau, lalu dikuatkan akhwat  Ma’had Biru,  menawarkan cinta universal, senantiasa menyerukan perbaikan diri kedalam(ibadah), memulai dari hal-hal terkecil untuk menyentuh hal-hal besar, pun sangat santun akhlaknya, dan dialah ‘manhaj’ yang sangat tegas mengenai batas Sunni-Syi’ah(dimana dia dan orang-orang kesayangannya bersentuhan dengan hal itu). Dia seperti menemukan telaga bening ditengah ‘oase’ yang nyaris membuatnya ambruk.

Dan, para akhwat Ma’had dari Wahdah Islamiyah tak pernah memaksanya bergabung, dia yang menawarkan diri, meminta diberi tahu info ‘Daurah’, dan dibentukkan ‘Liqo’. Meskipun usianya dah berbilang kepala-tiga saat menjalani ‘Marhalah Ta’rif’, dengan tangan-terbuka dia menyambut pendamai hati. Selamat datang ‘Tarbiyah’Wahdah Islamiyah sang pilihan hati, selamat datang penerimaan utuh, selamat datang jalan cahaya.

Artikulli paraprakIni Pesan Menag Kepada Wahdah Islamiyah
Artikulli tjetërMIUMI: Wahdah Islamiyah Harus Jadi Pagar Moral Bangsa

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini