Jaya dengan Ilmu dan Pendidikan

Date:

Islam menempatkan ilmu pengetahuan dan pendidikan pada posisi yang utama. Hal ini dibuktikan oleh banyak hal, diantaranya ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi banyak yang berbicara tentang ilmu dan pengetahun. Ayat yang pertama turun adalah perintah untuk membaca yang merupakan aktivitas yang lekat dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Allah Ta’ala berfirman:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ﴿1﴾ خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ ﴿2﴾ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ ﴿3﴾ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ ﴿4﴾ عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ ﴿5﴾

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq: 1-5).

Lima ayat yang pertama turun ini menunjukkan pentingnya ilmu dan pendidikan dalam Islam. Karena ilmu merupakan  sebab kemajuan ummat manusia dan kebangkitan peradaban serta faktor kebahagiaan yang hakiki. Ayat ini juga menjadi bukti tentang kewajiban belajar atau mencari ilmu. [1]

Bukti lain yang menunjukkan strategisnya kedudukan pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam Islam adalah eksistensi dan posisi nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diutus oleh Allah sebagai mu’allim (guru, pendidik, dan pengajar) bagi umat manusia. Bahkan hal itu merupakan aspek penting dari misi kerasulan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana diungkapkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an, diantaranya surat Al-Jumu’ah ayat 2:

هُوَ ٱلَّذِي بَعَثَ فِي ٱلۡأُمِّيِّـۧنَ رَسُولٗا مِّنۡهُمۡ يَتۡلُواْ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمۡ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبۡلُ لَفِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ

Artinya: “Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kaum mereka sendiri, yang membacakan para mereka ayat-ayat-Nya, [2]menyucikan (jiwa) mereka dan bergabung dengan mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah), sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Qs. Al-Jumu’ah:2)

Ayat ini mengabarkan tentang tujuan diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yakni mengentaskan umat manusia dari kesesatan yang nyata. Proses pengentasan dari dhalalin mubin dilakukan melalui (1) tilawah ayat (membacakan ayat-ayat Al-Qur’an), (2) tazkiyah[3] (mensucikan) dari aqidah yang rusak dan perilaku yang biadab, serta (3) mengajarkan ilmu pengetahuan agama dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Ketiga aktivitas tersebut merupakan bagian dari proses pendidikan. Namun masing-masing dari tazkiyah dan ta’lim memiliki titik tekan masing-masing. Tazkiyah lebih bersifat umum  karena meliputi pendidikan jasmani, rohani, dan akal. Ia mirip dengan terma tarbiyah. Sedangkan ta’lim lebih fokus pada kegiatan intelektual yang  bersifat teoritis dan praktis.[4] Melalui pendidikan dan pengajaran (tilawah, tazkiyah, dan ta’lim) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berhasil mengeluarkan umat yang buta huruf dari kesesatan yang nyata lalu bangkit menjadi umat terbaik. Syekh As-Sa’di mengatakan:

Setelah pengajaran (ta’lim) dan pendidikan (tazkiyah) ini mereka menjadi makhluq paling berilmu, bahkan menjadi pemimpin ahli ilmu dan ahli agama, serta makhluq paling sempurna akhlaqnya  dan paling bagus petunjuk dan sifatnya.

Ayat tersebut juga menunjukan bahwa nabi Muhamamd diutus sebagai pengajar dan pendidik. Sebagaimana dalam hadits shahih yang diriwayatkan Imam Muslim.

((إن الله لم يبعثني معنتًا ولا متعنتًا، ولكن بعثني معلمًا وميسِّرًا))

Sesungguhnya Allah tidaklah mengutusku sebagai seorang yang suka meyusahkan dan keras kepala, melainkan Dia mengutusku sebagai pengajar dan pemberi kemudahan”. (HR. Muslim). [5]

Keberadaan Nabi sebagai pengajar juga direkam dengan tinta emas dalam sejarah kehidupan umat Islam, bahkan umat manusia. Sepanjang sejarah tidak ditemukan satu pengajarpun yang kesuksesannya dapat menandingi kesuksesan yang pernah dicetak oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menciptakan generasi yang berpendidikan. Melalui pendidikan dan pengajaran yang beliau praktikkan lahirlah generasi para sahabat dan tabi’in yang merupakan generasi terbaik dari ummat ini.

Kesusksesan pengajaran beliau tersebut dapat dibuktikan diantaranya dengan melihat dan mengomparasikan antara kehidupan mereka pra islam (jahiliah) dengan kondisi mereka setalah masuk Islam dan belajar kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.[6] Beliau berhasil mendidik sahabatnya menjadi masyarakat Muslim yang berkualitas dan berkarakter, sehingga mereka rindu kepada kebenaran, semangat menuntut ilmu, merasa mulia dengan Islam,[7] sederhana dalam sikap, di malam hari mereka menangis ber-taqarrub kepada Allah subhanahu wa Ta’ala di siang hari berjihad melawan kemusyrikan, kekafiran, dan kedzaliman, memerintahkan kebaikan  dan melaran kejahatan terhadap kaum Muslimin, serta menebarkan kasih sayang  dengan cara menghilangkan beban-beban mereka.

Dalam hal ini nabi Muhammad layak dijadikan sebagai figur ideal seorang pendidik yang telah membuktikan dirinya sebagai sosok yang sukses merubah perilaku individu dan masyarakat Arab jahiliah yang terkenal memiliki sifat, karakter, dan budaya yang keras dan kasar. Nabi berhasil membimbing mereka menjadi pribadi-pribadi yang shaleh, cerdas, berani, dan memiliki sejumlah sifat terpuji lainnya, bahkan pribadi-pribadi itu melahirkan budaya tinggi dan beradab.[8]

Inilah salah satu prestasi besar pendidikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bangsa Arab yang tidak punya tradisi tulis, dididik oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi bangsa yang haus ilmu dan sangat bersemangat dalam menulis. Sampai-sampai di tengah begitu terbatasnya alat-alat tulis, mereka berlomba menulis Al-Qur’an dan hadits Nabi dalam jumlah ratusan”. [9] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berhasil mendidik dan membina generasi awal Islam. Diantara mereka ada yang terlahir sebagai ulama dan pemimpin, panglima yang shaleh, diplamat ulung yang mempunyai loyalitas keislaman, pengusaha yang dermawan, dan aspek lainnya. Aspek-aspek intelektual dan moral  serta fisik tumbuh secara seimbang  dan menjadikan para sahabat sebagai komunitas Muslim yang berkualitas dan berkarakter. Keberhasilan ini mengantarkan kejayaan Islam berabad-abad pasca kenabian tersebut.

Keberhasilan ini bermula dari tradisi ilmu yang dibangun oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di tengah masyarakat jahiliah gurun pasir, beliau bisa mewujudkan sebuah masyarakat yang sangat tinggi tradisi ilmunya. Para sahabat dikenal sebagai orang-orang yang “gila ilmu”.  Tradisi ilmu yang didorong oleh ayat-ayat Al-Qur’an telah berhasil mengubah para sahabat nabi dari orang jahiliah menjadi orang-orang yang senang dengan ilmu pengetahuandan berakhlaq mulia, mengubah generasi Arab jahiliah yang tidak diperhitungkan dalam pergolakan dunia, menjadi pemimpin-pemimpin kelas dunia yang disegani di seluruh kawasan dunia saat itu.[10]

 

Footnote:

[1] Syaikh Shaleh al-‘Aud, Al-Mukhtashar al-Mufid fi Tafsir al-Qur’an al-Majid, Beirut: Dar Ibn Hazm, 1426 H/ 2005 M, hlm. 125

[2] Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Al-Ummiyun (orang-orang yang buta huruf) yang dimaksud dalam ayat ini adlah semua bangsa Arab, baik yang bisa menulis maupun yang tidak bisa menulis, karena mereka belum pernah memiliki kitab  sebelumnya (seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani). (Abu Bakar  Jabir Al-Jazairi, Aisar al-Tafasir Li Kalam al-‘Aliy al-Kabir, (terj.Indonesia), Jakarta: Darus Sunnah, 2014, jilid. 7,  hlm.493)

[3]Tazkiyah termasuk salah satu terma pendidikan dalam konsep pendididikan Islam.

[4]Muhammad dan Ahmadi, Tarbiyah, hlm. 54

[5]Imam Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim, Kitab Thalaq, bab Bayani anna Takhyira imraatihi Laisa Thalaq[an] Illa Bin Niyyat[i], Hadits. No. 2795

[6] Abdul Fattah Abu Ghuddah, Al-Rasul al-Mu’allim Wa Asalibuhu fi Ta’lim (terjemah ke dalam bahasa Indoneia oleh Mochtar Zoerni), Bandung: Irsyad baitus salam, 2012, cet.4, hlm. 27-28

[7]Umar bin Khathab mengatakan, “Kita adalah kaum yang dmuliakan Allah dengan Islam, andai kita mencari kemuliaan dengan selain Islam Allah hinakan kita”.

[8]Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Qur’an, Bandung: Penerbit Alfabeta, 2009, hlm. 26

[9]Adian Husaini, Perguruan Tinggi Ideal di Era Disrupsi; Konsep, Aplikasi, dan Tantangannya, Depok: Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa Depok, 2019, hlm. 168.

[10] Adian Husaini, Pendidikan Islam; Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab, Depok: Cakrawala Publishing dan Adabi Press, 2012, hlm. 110.

_______

 

Penulis: Sym

Editor: Syaibani dan Absaid

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Ustadz Yusran Anshar Sebut Dakwah dan Tarbiyah Adalah Jihad yang Utama Sekarang

MAKASSAR, wahdah.or.id - Ketua Dewan Syariah Wahdah Islamiyah Ustaz...

Hadiri Mukernas XVI Wahdah Islamiyah, Prof Waryono Dorong LAZ Lebih Optimal dalam Gerakan Zakat dan Wakaf

MAKASSAR, wahdah.or.id – Prof Waryono Abdul Ghafur, selaku Direktur...

Kepala BKSDN Kemendagri: Wahdah Islamiyah Wujud Representasi Civil Society, Jembatan Umat dan Pemerintah

MAKASSAR, wahdah.or.id - Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri...

Dukung Kemerdekaan Palestina, Wahdah Sulsel dan WIZ Pasangkayu Donasi Milyaran Rupiah

MAKASSAR, wahdah.or.id - Perang antara pejuang Palestina dan Israel...