Kawan, Jika saudaramu pernah salah, maka jangan kau hakimi dia karena kesalahannya di masa lalu. Mungkin amat buruk bagimu akan dosanya itu, tapi mungkin saja setetes air mata penyesalan Dan taubatnya telah membuatnya mulia di hadapan-Nya.
Al-Hukmu yaduuru ma’a illatihi wujuudan wa’adaman. Begitulah kaidah fiqhiyyah menyebutkan, yang bermakna hukum itu selalu terkait dengan keberadaan atau tidaknya sebab. Ibarat air yang najis, ketika kenajisannya hilang disebabkan adanya penghilang-penghilang najis itu, maka ia menjadi air yang suci kembali, kau dapat bersuci dan mengambil manfaat darinya.
Maka hukumi saudaramu sebagaimana engkau menghukumi air itu, pergauli dia dengan baik sebagaimana engkau mendekati air yang telah suci dari kenajisannya, yang juga kau mengambil manfaat darinya.
Jika kau selalu menghukumi dia karena dosanya di masa lalu, maka kau telah salah. Kau masih menganggap ia sebagai air yang najis tadi.
Jika Musa pernah kalah berdebat dengan Adam, mengapa tak mengambil ibrah darinya??
Musa berkata, “Wahai Adam, engkau adalah bapaknya manusia, Allah menciptakanmu dengan Tangan-Nya, meniupkan ruh-Nya kepadamu, Dan membuat Malaikat bersujud kepadamu. Kau telah mengecewakan kami kau telah mengeluarkan kami dari surga.
Wahai Musa mengapa engkau mendebatiku pada suatu musibah yang telah Allah tetapkan untukku??
Adam bersalah, tapi dengan taubatnya Allah mengampuninya bahkan menjadikannya sebagai Nabi.
Hukumilah saudaramu sesuai apa yang ada pada dirinya, bukan dengan masa lalunya yang kelam. Jika dia benar-benar telah bertaubat.
Oleh Ustadz Abu Ukasyah al-Munawy