# Bagi orang yang masuk masjid –baik laki-laki atau wanita- seyogiyanya berniat untuk I’tikaf walaupun sebentar. Telah shahih dari Ya’la bin Umayyah
seorang sahabat, bahwa ia beri’tikaf walaupun sebentar, adapun hadis yang shahih dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam maka waktu I’tikaf adalah satu
malam.
# Barangsiapa yang tidak sanggup I’tikaf pada seluruh 10 hari terakhir Ramadhan, maka ia hendaknya I’tikaf pada malam-malam ganjil saja, barangsiapa yang
tidak sanggup juga, maka hendaknya I’tikaf pada malam ke 27, dan bila ia juga tidak sanggup, maka ia hendaknya berniat I’tikaf setiap kali masuk masjid
walaupun sebentar.
# Sungguh tertipu dan merugi, orang yang tidak menjual waktunya hanya beberapa jam agar bisa membeli waktu (amalan) sebanyak 83 tahun. Dalam ayat: “Lailatul-Qadr lebih baik dari seribu bulan”. Seribu bulan = sekitar 83 tahun.
# Diantara amalan utama pada malam Lailatul-Qadr adalah bacaan Al-Quran, karena Lailatul-Qadr dijadikan utama dengan sebab Al-Quran.
# Tidak ada satu hadispun yang menentukan tanggal/letak Lailatul-Qadr, akan tetapi ia hanya memiliki tanda, dan cirri-ciri tertentu. Yang paling mendekati
dan banyak terjadi adalah dimalam 27, kemudian 21, kemudian 23.
# Tidak ada hadis shahih yang menunjukkan tanda Lailatul-Qadr sebelum terjadinya, yang shahih hanyalah tanda Lailatul-Qadr setelah terjadinya, yaitu hadis: “Bahwa sinar matahari pada pagi harinya tidak memancarkan panas yang menyengat”. Tidak shahih bahwa pada malam Lailatul-Qadr semua binatang:
anjing, keledai, atau ayam tidak mengeluarkan suara.
# Tidak mengapa untuk menjadikan mimpi sebagai salah satu penguat dugaan waktu/letak Lailatul-Qadr, sebagaimana telah shahih dari Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: “Saya memandang mimpi-mimpi kalian (para sahabat) telah sepakat bahwa Lailatul-Qadr ada pada 7 malam terakhir Ramadhan”.
Diterjemahka oleh Maulana La Eda, L.c