Islam Moderat Hanya Munculkan Pengkotak-kotakan

(Diskusi Ramadan ICMI Orwil Sulsel-Fajar)


Wakil Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah Salah Satu Pembicara

BELAKANGAN ini, istilah Islam moderat begitu sering diucapkan. Banyak malah yang salah menafsirkannya.BERANGKAT dari fenomena itulah, Selasa, 23 September malam tadi, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orwil Sulsel secara khusus membahasnya dalam sebuah diskusi bertajuk “Membangun Islam Moderat” di Gedung Fajar Graha Pena.
 

Tampil sebagai pembicara Prof Dr H Ahmad M Sewang, MA, Prof Dr HM Saleh Patuhena, MA, serta HM Ikhwan A Jalil Lc. Bagaimana pandangan ketiganya dalam diskusi yang dipandu kolumnis Fajar, Ir Fuad Rumi, serta seperti apa tanggapan peserta?

Menurut Ahmad Sewang, Islam moderat ini memang baru dikembangkan. Makanya, kata dia, belum diketahui ke mana arahnya. Tapi, Islam moderat itulah, kata dia, Islam yang ideal.

Di Indonesia, lanjut Ahmad Sewang, dikenal adanya Islam moderat dan Islam ekstrem. Islam ekstrem terbagi lagi menjadi Islam radikal (fundamental), serta Islam liberal. Namun, munculnya istilah moderat ini berawal dari peristiwa 11 September di Amerika Serikat.

Menurut Ahmad Sewang, Islam moderat itu adalah Islam yang wasatan di antara dua hal yang bertentangan. Penganutnya selalu memelihara mizan atau keseimbangan dalam beragama dan bermasyarakat.

“Islam itu melarang yang berlebihan dalam beragama, sehingga menimbulkan sikap ekstrem. Nabi juga mengingatkan hal tersebut. Dalam hadis Rasulullah saw, itu diharuskan adanya keseimbangan. Kita diminta menjaga keseimbangan,” jelasnya.

Bagi Ahmad Sewang, dikenal dua ajaran dalam Islam, yakni yang bersifat sabat atau tetap dengan ajaran yang bersifat tatanwur. Untuk yang sabat itu, kata dia, termasuk akidah dan salat. Sedangkan yang tatanwur atau mengikuti perkembangan dan bersifat inklusif, itu bersifat kemasyarakatan. “Artinya kita bisa sharing dengan etnis atau agama lain,” jelasnya.

Saleh Putuhena yang tampil sebagai pembicara kedua, terlebih dulu membahas soal Islam itu sendiri. Menurutnya, melihat Islam itu bisa dari tiga kacamata. Pertama Islam sebagai agama, kedua Islam sebagai budaya, serta ketiga Islam sebagai ilmu pengetahuan.

Untuk Islam sebagai agama, ditegaskan Saleh, itu menyangkut keseluruhan ajaran yang terdapat dalam Alquran, serta sunnah. Sedangkan Islam sebagai budaya, erat kaitannya dengan nilai-nilai yang dijunjung, dihargai, dan dikembangkan. “Nilai itu tetap bersumber pada agama.” katanya.

Sementara Islam sebagai ilmu pengetahuan, itu ajaran Islam yang sudah diintepretasi, dipahami oleh tokoh-tokoh agama. Untuk Islam sebagai agama, itu merupakan satu kesatuan. Sedangkan sebagai budaya dan ilmu pengetahuan, itu bisa bermacam-macam.

Namun, menurut dia, penggunaan kalimat Islam moderat itu kurang ia sepakati. Sebab katanya, Islam moderat itu dia artikan sebagai paham orang muslim. Memang, menurut Saleh, pembagian-pembagian termasuk istilah moderat itu hanya buatan negara barat. Orang barat, kata dia, melihat Islam bukan dari ajaran tetapi perilaku umat.

Masalahnya, kata dia, sekarang ini pendidikan di rumah tangga lebih agar anak bisa pintar. “Padahal, dulu itu kita sekolah untuk akhlak dan moral. Sebab kalau pintar saja, itu bisa korupsi. Pendidikan itu harus mengarahkan menjadi orang baik. Kurikulum sekolah juga mesti berpengaruh ke mahasiswa dan siswa agar mereka bisa menjadi orang moderat,” urai mantan Rektor IAIN Alauddin ini.

Ikhwan A Jalil sendiri mengatakan, pengapungan tema moderat, memang harus dilakukan. Sebab, kata dia, ada hal yang kurang menguntungkan umat muslim.

Dia juga menegaskan bahwa pemakaian kata moderat itu sebenarnya bukanlah masalah. Bergantung dari sisi mana melihat kata moderat itu. “Islam yang moderat itu sebenarnya muncul untuk mendukung hegemoni barat. Tapi yang kita mau sebenarnya adalah substansinya,” jelasnya.

Ketika Islam moderat itu memunculkan pengkotak-kotakan, menurut dia, istilah itu tidak perlu digunakan. Bisa saja dimunculkan selama itu dimaknai positif. “Bagi kita, Islam moderat itu harus dalam pengertian muslim moderat yang intinya bagaimana menjadikan Islam itu yang terbaik,” jelasnya.

Ketua Persatuan Islam Tionghoa (PITI) Sulsel, Sulaeman Bazali dalam diskusi ini mengatakan, seharusnya ajaran Islam diterapkan secara kaffah oleh umatnya. Sehingga tidak ada lagi pengkotak-kotakan kelompok Islam di tengah masyarakat.

Sementara Ketua Dewan Pakar ICMI Maros Prof dr Jafar Baco, mengharapkan ada kriteria-kriteria yang dibuat untuk mendefinisikan muslim moderat dan bukan moderat. Sebab menurutnya, selama ini masyarakat cenderung menggunakan moderat dengan kriteria dari Barat. (*) Sumber :fajar.co.id

 

Artikulli paraprakWI Buka On The Road
Artikulli tjetërDownload Naskah Khutbah Seragam Iedul Fitri 1429 H

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini