Islam Mendudukkan Akal

Date:

Islam Mendudukkan Akal

Apa yang akan dilakukan oleh seorang rasionalis, pendewa akal ketika ditimpa penyakit? Dia segera mendatangi seorang dokter terpercaya, lalu mengeluhkan penyakitnya. Memasrahkan dirinya sepenuhnya kepada dokter itu, walaupun dokter itu akan membedah tubuhnya.

Jika dokter menyerahkan resep, dia pun langsung menerimanya tanpa menanyakan komposisi obat dan unsur-unsur kimia yang terkandung di dalamnya. Ketika dokter memintanya untuk meminum obat tiga kali sehari, tanpa membantah, dia pun melakukannya.

Tapi apa yang akan dikatakan seorang rasionalis, pendewa akal ketika berhadapan dengan hukum-hukum Allah yang diwahyukan kepada rasul-Nya? Maka dia merasa perlu untuk mengeceknya, membahasnya, memperdebatkannya, lalu pada akhirnya membantahnya.

Bayangkan, hukum-hukum dokter yang ia hanyalah seorang manusia biasa, yang bisa benar bisa juga salah, diterimanya tanpa perdebatan. Bahkan tanpa akal! Lalu hukum-hukum Allah سبحانه وتعلى, dia akan menganggap dirinya bodoh jika tidak memperdebatkannya terlebih dahulu. Manakah di antara dua hukum di atas yang lebih wajib untuk diterima secara akal?

Kedudukan Akal dalam Islam
Akal adalah nikmat besar yang Allah titipkan dalam jasmani manusia. Nikmat yang bisa disebut hadiah ini menunjukkan akan kekuasaan Allah yang sangat menakjubkan.

Pujian bagi yang berakal
Dalam banyak ayat Allah سبحانه وتعلى memuji hamba-hamba-Nya yang menggunakan akalnya. Firman Allah , artinya:

“Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untuk-mu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami(nya).” (QS. An-Nahl: 12).

“Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebagian tanaman-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Ra’d: 4).

Kita pun dapat melihat agama Islam dalam ajarannya memberikan beberapa bentuk kemuliaan terhadap akal, seperti:

1. Allah سبحانه وتعلى menjadikan akal sebagai tempat bergantungnya hukum sehingga orang yang tidak berakal tidak dibebani hukum. Nabi  bersabda,

“Pena diangkat dari tiga golongan: orang yang gila yang akalnya tertutup sampai kembali waras, orang yang tidur hingga bangun, dan anak kecil hingga baligh.” (HR. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Ad-Daraquthni. Asy-Syaikh Al-Albani mengatakan hadits ini shahih).

2. Islam menjadikan akal sebagai salah satu dari lima perkara yang harus dilindungi yaitu; agama, akal, harta, jiwa dan kehormatan.

3. Allah سبحانه وتعلى mengharamkan khamr untuk menjaga akal. Allah سبحانه وتعلى berfirman, artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90).
Nabi  bersabda,

 
 كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
 

“Setiap yang memabukkan itu haram.” (Muttafaqun ‘alaihi dari Abu Musa Al Asy’ari ).

4. Tegaknya dakwah kepada keimanan berdasarkan kepuasan (kemantapan) akal. Artinya, keimanan tidak berarti mematikan akal, bahkan Islam menyuruh akal untuk beramal pada bidangnya sehingga mendukung kekuatan iman dan tidak ada ajaran manapun yang memuliakan akal sebagaimana Islam memuliakannya, tidak menyepelekan dan tidak pula berlebihan.

Adapun para pengultus akal yang beritikad memuliakan akal, pada hakekatnya justru menghinakan akal serta menyiksanya karena mambebani akal dengan sesuatu yang tidak mampu dicernanya.

Celaan Bagi Yang Tidak Berakal
Seperti dalam ayat-Nya, artinya:

“Dan mereka berkata, "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu), niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala".”(QS. Al-Mulk: 10).

Ruang Lingkup Akal dalam Islam
Meskipun Islam sangat memperhatikan dan memuliakan akal, tetapi tidak menyerahkan segala sesuatu kepada akal. Bahkan Islam membatasi ruang lingkup akal sesuai dengan kemampuannya, karena akal terbatas jangkauannya, tidak akan mungkin bisa menggapai hakekat segala sesuatu.
Maka Islam memerintahkan akal agar tunduk dan melaksanakan perintah syar’i walaupun belum sampai kepada hikmah dan sebab dari perintah itu.

Kemaksiatan yang pertama kali dilakukan oleh makhluk adalah ketika Iblis menolak perintah Allah untuk sujud kepada Adam karena lebih mengutamakan akalnya yang belum bisa menjangkau hikmah perintah Allah tersebut dengan membandingkan penciptaannya dengan penciptaan Adam.
Iblis berkata, ”Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah…” (QS. Shaad: 76).

Karena alasan inilah, Islam melarang akal menggeluti bidang-bidang di luar jangkauannya, seperti pembicaraan tentang Dzat Allah, hakekat ruh, dan yang semacamnya. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,

 
تَفَكَّرُوْا فِيْ آلاَءِ اللهِ وَلاَ تَفَكَّرُوْا فِيْ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
 

”Pikirkanlah nikmat-nikmat Allah, janganlah memikirkan tentang Dzat Allah. (HR. Ath-Thabrani, Al-Lalikai dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhu. Asy-Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini hasan).

Allah سبحانه وتعلى berfirman, artinya:
"Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah,” Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.”  (QS. Al Isra’: 85).


Akal Sehat Tidak Menyelisihi Syariat

Ahlul kalam menyebutkan bahwa tatkala bertentangan antara akal dan wahyu maka akal mesti dikedepankan. Dengan prinsip ini, mereka menolak sekian banyak nash yang shahih, dulu maupun sekarang.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah—rahimahullah—menjelaskan, "Sesuatu yang diketahui dengan jelas oleh akal, sulit dibayangkan akan bartentangan dengan syariat sama sekali. Bahkan dalil naqli yang shahih sama sekali tidak akan bertentangan dengan akal yang lurus. Saya telah memperhatikan hal itu pada kebanyakan hal yang diperselisihkan oleh manusia. Saya dapati, sesuatu yang menyelisihi nash yang shahih dan jelas adalah syubhat yang rusak dan diketahui kebatilannya dengan akal.

Bahkan diketahui dengan akal, kebenaran kebalikan dari hal tersebut yang sesuai dengan syariat. Kita tahu bahwa para rasul tidak memberikan kabar dengan sesuatu yang mustahil menurut akal, tapi (terkadang) mengabarkan sesuatu yang membuat akal terkesima. Para rasul itu tidak mengabarkan sesuatu yang diketahui oleh akal sebagai sesuatu yang tidak benar, namun (terkadang) akal tidak mampu untuk menjangkaunya.

Karena itu wajib bagi orang-orang Mu’tazilah yang menjadikan akal mereka sebagai hakim terhadap nash-nash wahyu, demikian pula bagi mereka yang berjalan di atas jalan mereka serta meniti jejak mereka agar mengetahui bahwa tidak terdapat satu hadits pun di muka bumi yang bertentangan dengan akal kecuali hadits itu lemah atau palsu.

Wajib bagi mereka untuk menyelisishi kaidah kelompok Mu’tazilah, kapan terjadi pertentangan antara akal dan syariat menurut mereka maka wajib untuk mengedepankan syariat. Karena akal telah membenarkan syariat dalam segala apa yang ia kabarkan, sedangkan syariat tidak membenarkan segala apa yang dikabarkan oleh akal. Demikian pula kebenaran syariat tidak tergantung dengan semua yang dikabarkan oleh akal.”(Dar’u Ta’arrudhil ‘Aql wan Naql, 1/155, 138)

Ketika Dalil "Bertentangan" dengan Akal
Pertentangan akal dengan syariat takkan terjadi manakala dalilnya shahih dan akalnya sehat. Namun terkadang muncul ketidakcocokan akal dengan dalil walaupun dalilnya shahih. Kalau terjadi demikian maka jangan salahkan dalil, namun curigailah akal Anda. Sebab bisa jadi akal tidak memahami maksud dari dalil tersebut, atau akal tidak mampu memahami masalah yang sedang dibahas dengan benar. Sedangkan dalil, kebenarannya pasti. Wallahu A’la wa A’lam. (Dari Berbagai Sumber)-Al Fikrah-

 

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Menghadapi Tantangan Dakwah, Wahdah Sulbar Adakan Lokakarya Tuk Tingkatkan Kapasitas dan Komitmen Kader

MAMUJU, wahdah.or.id – Dalam upaya memperkokoh dakwah yang berbasis...

Programkan Gerakan 5T, Mukerwil VII DPW Wahdah Banten Siap Wujudkan Banten yang Maju dan Berkah

BANTEN, wahdah.or.id – Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Wahdah Islamiyah...

Capai Skor IIWCP Kategori “BAIK”, Nazhir Wahdah Islamiyah Raih Piagam Apresiasi Dari Badan Wakaf Indonesia

MAKASSAR, wahdah.or.id - Ketua Badan Wakaf Wahdah Islamiyah, Ustaz...

Susun Visi Misi Kota Wakaf, Musyawarah BWI Kab. Wajo dan Kemenag Libatkan Wahdah Wajo

WAJO, wahdah.or.id – Perwakilan Dewan Pengurus Daerah Wahdah Islamiyah...