Inilah Kewajiban Anda Terhadap Para Sahabat !

Date:

unta

Meyakini adanya keutamaan dan fadhilah para sahabat Nabi shallallahu’alaihi wasallam yang banyak disebutkan oleh Allah ta’ala dalam AlQur-an ataupun Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dalam banyak hadisnya ; merupakan suatu aqidah dan fondasi keimanan seorang muslim. Mengingkarinya adalah suatu kekufuran terhadap ayat-ayat suci Al-Quran dan hadis-hadis Rasulullah, serta kedurhakaan terhadap jasa dan budi baik mereka atas tersebarnya ajaran islam ini keseluruh penjuru dunia, sebab merekalah yang menyebarkan dien ini, dan mendakwahkannya kepada umat manusia. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim yang hakiki, hendaknya memperhatikan kewajiban-kewajiban dan adab-adab yang khusus ditujukan kepada mereka yang telah berjasa dalam mengemban amanah dakwah islamiyah. Inilah beberapa kewajiban dan adab tersebut (Di sadur dari tulisan Syaikh Abdullah As-Sa’ad hafidzhahullah).

 

Pertama ; Wajib atas setiap muslim untuk meyakini adanya keutamaan para sahabat Nabi, dan bahwasanya mereka adalah orang-orang yang paling utama setelah Nabi Muhammad shallallahu’ alaihi wa sallam. Telah terdapat suatu hadis dalam Shahihain dan selainnya dari beberapa sahabat bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda ;

خير الناس قرني ,ثم الذين يلونهم , ثم الذين يلونهم

Artinya : “Sebaik-baik manusia adalah yang hidup dizamanku, kemudian orang-orang setelah mereka, kemudian orang-orang setelah mereka”.

 

Juga wajib baginya meyakini bahwa sahabat yang paling utama adalah Abu Bakr, lalu Umar, lalu Utsman, lalu Ali, lalu enam orang yang tersisa dari 10 sahabat yang diberikan kabar gembira dengan surga, lalu setelah itu orang-orang yang ikut serta dalam perang Badr, lalu orang-orang yang membaiat Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dibawah pohon (baiat Ridwan), lalu orang-orang yang masuk islam sebelum penaklukkan Kota Mekah (Fathu Makkah), lalu orang-orang yang masuk islam setelah Fathu Makkah. Dan –secara umum- hendaknya lebih mengutamakan Kaum Muhajirin daripada Kaum Anshar sesuai keumuman makna hadis-hadis.

 

Syu’bah meriwayatkan dari Hurr bin Shayyah dari AbdurRahman bin Al Akhnas, ia berkata : “Saya melihat Sa’id bin Zaid bin ‘Amr bin Nufail bersama AlMughirah bin Syu’bah, lalu ia menyebutkan keadaan Ali radhiyallahu’anhu, dan berkata : Kami mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda ;

 

عشرة من قريش في الجنة أبو بكر في الجنة وعمر في الجنة وعلي في الجنة وعثمان في الجنة وطلحة في الجنة والزبير في الجنة وعبد الرحمن في الجنة وسعد بن أبي وقاص في الجنة وسعيد بن زيد بن عمرو

 

“Sepuluh orang dari Kaum Quraisy yang masuk surga ; Abu Bakr masuk surga, Umar masuk surga, Ali masuk surga, Utsman masuk surga, Thalhah masuk surga, AzZubair masuk surga, AbdurRahman masuk surga, Sa’ad bin Abi Waqqash masuk surga, dan juga Sa’id bin Zaid bin ‘Amr”1.

Imam AlBukhari2 dan selainnya juga meriwayatkan dari hadis Mu’adz bin Rifa’ah bin Rafi’ AzZuraqi dari ayahnya radhiyallahu’anhu yang merupakan salah seorang Ahli Badr ,bahwa ia berkata :

جاء جِبْرِيلُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : مَا تَعُدُّونَ أَهْلَ بَدْرٍ فِيكُمْ ؟ قَالَ : مِنْ أَفْضَلِ الْمُسْلِمِينَ -أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا-, قَالَ : وَكَذَلِكَ مَنْ شَهِدَ بَدْرًا مِنْ الْمَلَائِكَةِ.

Artinya :

“Jibril mendatangi Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan bertanya kepada beliau ; “Apa pandangan kalian terhadap Ahli Badr dikalangan kalian?”, Beliau menjawab : “Mereka adalah kaum muslimin yang paling utama” –atau beliau mengatakan ucapan yang seperti ini-. Lalu Jibril ‘alaihissalam berkata : “Seperti itulah (keutamaan) para malaikat yang menyaksikan perang Badr (dibandingkan dengan malaikat lainnya)”.

 

Tentang keutamaan mereka ini, Allah ta’ala juga berfirman ;

 

{ لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا } (الفتح : 18)

Artinya :

“Sungguh Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berbaiat berjanji setia kepadamu (Muhammad) dibawah pohon. Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan member balasan dengan kemenangan yang dekat”. (QS Al Fath ; 18)

 

 

Juga firman-Nya ;

{ لَا يَسْتَوِي مِنْكُمْ مَنْ أَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ أُولَئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِنَ الَّذِينَ أَنْفَقُوا مِنْ بَعْدُ وَقَاتَلُوا وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ } (الحديد : 10)

Artinya :

“Tidak sama orang yang menginfakkan (hartanya dijalan Allah) diantara kamu dan berperang sebelum penaklukkan (mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menginfakkan (hartanya) dan berperang setelah itu. Dan Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al Hadid ; 10)

Kedua ; Dalil-dalil tentang keutamaan para sahabat yang telah dipaparkan sebelumnya mengisyaratkan adanya keharusan untuk wajib mencintai, membela kehormatan ,serta memohonkan ampunan untuk mereka, dan hendaknya menghilangkan semua sikap dengki dan benci terhadap seluruh orang beriman, utamanya para sahabat Nabi –radhiyallahu’anhum-, sebagaimana firman Allah ta’ala dalam Al Quran ;

{ وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ } (الحشر : 10)

Artinya :

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar) ,mereka berdoa ; “Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah lebih dahulu beriman daripada kami, dan janganlah engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sungguh Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (QS Al Hasyr ; 10)

Ketiga ; Barangsiapa yang mencela dan menghina seluruh para sahabat ,utamanya pembesar-pembesar mereka seperti Abu Bakr, Umar –radhiyallahu’anhum-, atau meremehkan dan mencemooh agama dan sikap ketaatan mereka, maka ia telah kafir. Yahya Ibnu Ma’in rahimahullah berkata : “Barangsiapa yang mencela Utsman atau Thalhah atau salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam ,maka ia adalah seorang dajjal (pendusta besar), tidak boleh menulis dan mengambil ilmu darinya, dan balasan atasnya adalah laknat dari Allah ta’ala. Para malaikat, dan dari seluruh manusia”3.

AlKhathib AlBaghdadi rahimahullah dalam Kitabnya “Tarikh Baghdad” meriwayatkan dari jalur Mush’ab bin Abdullah ,ia berkata ; “Amirulmu’minin AlMahdi berkata kepadaku ; “Wahai Abu Bakr, apa pandanganmu terhadap orang yang meremehkan para sahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam ?”, Saya menjawab ; “Mereka adalah Kaum Zindiq (Kaum munafiq yang ingin merusak islam dari dalam)”, AlMahdi berkata ; “Saya tidak pernah mendengar seorangpun mengucapkan hal ini sebelum engkau”. Saya lalu berkata ; “Mereka adalah suatu kaum yang ingin meremehkan dan menghina Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, akan tetapi mereka tidak mendapatkan seorangpun dari umat ini yang mengikuti mereka sehingga merekapun berpindah meremehkan para sahabat dihadapan anak keturunan mereka, seakan-akan mereka menyatakan ; “Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam ditemani oleh para sahabat yang buruk dan jahat, dan betapa buruknya seseorang jika sahabat-sahabatnya adalah orang-orang buruk”, AlMahdi lalu berkata ; “Saya tidaklah berpandangan kecuali seperti apa yang anda katakan”4.

Ahmad AdDusturi rahimahullah berkata ; “Saya mendengar Abu Zur’ah –rahimahullah- berkata : “Jika anda mendapati seseorang meremehkan dan menghina sahabat Nabi shallallahu’alaihi wasallam, maka ketahuilah bahwa ia adalah zindiq”5.

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : “Adapun orang yang melampaui batas dalam hal tersebut (menghina para sahabat-pent) sampai-sampai mengklaim bahwa mereka (para sahabat) telah murtad sepeninggal wafatnya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam kecuali beberapa orang saja yang jumlahnya hanya sekitar belasan orang , atau mengklaim bahwa kebanyakan para sahabat adalah orang-orang fasik, maka orang ini tidak diragukan lagi akan kekafirannya karena ia telah mendustakan dalil dan penjelasan Al Quran dalam banyak ayat, berupa wajibnya mendoakan keridhaan Allah atas mereka, memuji dan menyebut-nyebut mereka dengan baik, bahkan barangsiapa yang ragu-ragu terhadap kekafiran orang yang seperti ini (para pengkafir sahabat) maka ia juga termasuk orang kafir, karena tujuan utama/konsekuensi dari klaim seperti ini adalah (agar dianggap) bahwasanya para perawi Al Kitab (Al Quran) dan Sunnah (Hadis-Hadis Nabi) adalah orang-orang kafir atau orang-orang fasik, dan bahwasanya orang-orang yang disebutkan dalam ayat ini (“Kalian adalah sebaik-baik umat yang dikeluarkan kepada manusia” –Aali ‘Imran ; 11) yang mana sebaik-baik mereka adalah yang hidup pada zaman pertama islam (para sahabat Nabi) adalah kebanyakannya orang-orang kafir atau fasik. Konsekuensi lainnya adalah (agar dianggap) bahwa umat ini adalah seburuk-buruk umat, dan bahwasanya pendahulu umat ini (para sahabat) adalah yang paling buruk diantara mereka. Kekufuran klaim seperti ini adalah diantara perkara yang pasti dan wajib diketahui dari agama islam ini, sebab itu anda mendapati bahwa kebanyakan orang yang menyebarkan sebagian paham yang seperti ini terbukti bahwa ia adalah seorang zindiq”.

Keempat ; Bahwasanya apa-apa yang bersumber dari empat khulafa’ rasyidun berupa hukum dan ijtihad maka dianggap sebagai hujjah/ dalil jika tidak menyelisihi dalil dari Al Quran atau Sunnah. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda ;

(…فإنه من يعش منكم يرى اختلافا كثيرا وإياكم ومحدثات الأمور فإنها ضلالة فمن أدرك ذلك منكم فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ )

Artinya :

“…sesungguhnya barangsiapa yang hidup diantara kalian sepeninggalku, ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka jauhilah perkara-perkara baru (bid’ah),karena ia adalah suatu kesesatan, barangsiapa diantara kalian yang mendapati hal ini hendaknya wajib berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnahnya para khulafa’ rasyidun yang diberikan petunjuk setelahku, gigitlah ia dengan gigi gerahammu”. (HR Tirmidzi)

Terlebih khusus lagi, jika hal itu bersumber dari Abu Bakr atau Umar radhiyallahu’anhuma sebagaimana yang diriwayatkan oleh AdDarimi –dengan sanad shahih- dari jalur Ibnu ‘Uyainah dari Abdullah bin Abu Yazid ,ia berkata ; “Dulu Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu jika ditanya tentang suatu perkara yang jawabannya ada dalam Al Quran, iapun memberitahukannya, jika tidak ada dalam Al Quran namun ada dalam hadis Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, maka iapun memberitahukannya , jika tidak ada, maka ia mengambil pendapat Abu Bakr dan Umar, dan jika tidak ada juga, maka iapun mengambil pendapat dari ijtihadnya sendiri”.

Adapun para sahabat lainnya –selain khalifah yang empat- maka tidak diragukan lagi bahwa pendapat mereka dalam perkara agama lebih baik dan lebih utama daripada pendapat orang-orang yang datang setelah mereka karena merekalah yang menyaksikan turunnya wahyu secara langsung, menemani Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, dan merekalah yang lebih tahu dan paham tentang agama ini setelah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, dan dengan sebab inilah, kita diharuskan untuk menelaah pendapat dan ijtihad mereka.6

Kelima ; Seluruh kaum muslimin seharusnya mengetahui sejarah para sahabat dan biografi para pembesar mereka, karena hal ini dapat memunculkan sikap kecintaan terhadap mereka, dan lebih mendorong hati untuk loyalitas terhadap mereka. Kitab-kitab yang perlu dibaca untuk mengetahui sejarah mereka setelah Kitabullah adalah diantaranya ;

1.Kitab-kitab hadis seperti Kitab Shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim), dan kitab-kitab Sunan, didalamnya terdapat hadis-hadis tentang keutamaan mereka dan penyebutan sejarah dan biografi kehidupan mereka.

2.Diantara referensi klasik adalah kitab-kitab sajarah yang disusun oleh para ahli hadis seperti Kitab AtTarikh AlAwsath karya Imam AlBukhari rahimahullah, dan Tarikh Ya’qub bin Sufyan Al Fasawi rahimahullah.

3.Diantara referensi yang disusun pada zaman belakangan adalah Siyar A’lam AnNubala’ karya AdzDzahabi rahimahullah, dan Al Ishabah karya Ibnu Hajar rahimahullah.

Keenam ; Merupakan hal yang baik adalah memberikan nama anak-anak dengan nama para sahabat, karena hal ini dapat mengingatkan kita akan mereka, serta dapat menguatkan hubungan keimanan antara mereka dengan orang-orang setelah mereka. Ini pernah juga dilakukan oleh Ali radhiyallahu’anhu ketika menamakan sebagian anak-anaknya dengan nama ; Abu Bakr dan Umar.

Ketujuh ; Sesungguhnya perselisihan yang sempat terjadi antara sesama para sahabat radhiyallahu’anhum telah ditakdirkan dan diketahui oleh Allah subhaanahu wata’ala, dan –dengan wahyu dari Allah- Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam telah mengabarkan hal tersebut, namun Allah ta’ala tetap saja memuji mereka dalam banyak ayat dalam Kitab-Nya, dan juga Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dalam banyak hadisnya, sebab itu tidak alasan yang logis untuk bisa menghina atau meremehkan mereka hanya karena mereka berselisih.

Kedelapan ; Salah satu kewajiban seorang muslim terhadap para sahabat ; Membela kehormatan dan nama baik mereka jika dihina dan dijelek-jelekkan oleh orang-orang kafir atau sesat seperti sekte syiah rafidhah, khawarij, kaum liberal, atau selain mereka. Juga hendaknya berdiam diri dan tidak berkomentar buruk terhadap perselisihan para sahabat radhiyallahu’anhum, adapun dalilnya adalah semua dalil yang telah disebutkan sebelumnya, dan para ulama islam telah ijma’ / sepakat akan hal ini. AbdurRahman bin Abi Hatim rahimahumallah berkata ; “Saya bertanya kepada ayahku dan Abu Zur’ah tentang madzhab ahli sunnah, dan madzhab para ulama yang kami dapati diseluruh negeri kaum muslimin ; di Hijaz, Iraq, Mesir, Syam dan Yaman… Maka diantara madzhab mereka adalah ; memohonkan doa rahmat atas seluruh sahabat Nabi shallallahu’alaihi wasallam” .

Maksud dari “berdiam dari perselisihan mereka” adalah bukan berarti tidak mau menyebutkan perselisihan mereka dari sisi sejarah, sebab para ulama ternyata menuliskan sejarah perselisihan mereka tersebut, seperti Ibnu jarir AthThabari , Ibnu Katsir, dan Ibnu Hajar, dan mereka sama sekali tidak menjadikan sejarah ini sebagai alasan untuk menghina dan menjelek-jelekkan mereka, akan tetapi maksud “berdiam” disini adalah tidak menjadikan perselisihan mereka tersebut sebagai wasilah dan batu loncatan untuk menghina atau menjelek-jelekkan mereka .

Telah populer komentar indah Umar bin AbdulAziz rahimahullah ketika ditanya tentang perselisihan para sahabat yang sampai menumpahkan darah ;

“Itu adalah darah yang Allah sucikan pedang-pedang kita darinya, maka apakah tidak pantas jika kita mensucikan lisan kita darinya ??!”.

Terakhir ; simaklah sajak Syaikh Ibrahim bin Yusuf Asy-Syinqithi dalam bait-bait syairnya ;

ألا إن حب المصطفى صفوة الورى

وصاحبه في الغار من جاز مفخرا

 

وحب أبى حفص وعثمان ذي الندى

وحيدر الغطريف والستة الذرى

 

وسائر أصحاب النبي وآله

وازواجه في الله من أوثق العرى

 

ومن كان للصحب الاماجد مبغضا

فذاك لعين في الغواية قد جرى

 

تبرأ منه المسلمون جميعهم

ودين الهدى من خبث نحلته برا

 

فنال من الله العقاب معجلا

ومثوى بأطباق الجحيم مسعر

 

 

Artinya :

“Ingatlah, mencintai AlMushthafa (Nabi Muhammad),sebaik-baik manusia . . . Dan sahabatnya dalam goa (Abu Bakr) yang dengannya ia meraih kebanggaan…

“Juga mencintai Abu Hafsh (Umar) dan Utsman Sang Dermawan. . . Dan Haidar Sang Perkasa (Ali) dan Enam (Sahabat) Yang Termulia7

“Dan (mencintai) seluruh sahabat Nabi dan keluarganya. . .Dan juga para istrinya karena Allah ; merupakan ikatan (islam) yang paling kokoh…

“Dan barangsiapa membenci para sahabat yang mulia. . . Maka ia adalah orang terkutuk, terjatuh dalam jurang kesesatan…..

“Seluruh umat islam berlepas diri darinya. . . dan juga agama petunjuk (islam) berlepas diri dari keburukan agamanya….

“Sehingga iapun akan mendapatkan siksa yang disegerakan dari Allah. . . Dan nanti ditempat kembalinya (neraka) akan dicabik-cabik oleh ular-ular neraka jahim…”.

Demikianlah…Wallaahu a’lam, semoga Allah mencurahkan shalawat, salam dan keberkahan atas Nabi kita Muhammad, keluarga dan seluruh sahabat beliau.

Oleh Ustadz Maulana La Eda
(Mahasiswa Pascasarjana (s-2) Jurusan Ilmu Hadis Universitas Islam Madina)


1 .Pent ; Hadis dengan sanad dan lafadz ini diriwayatkan oleh Imam Nasai dalam AsSunan AlKubra (8210) Hadis ini diriwayatkan dengan beberapa jalur ,salah satunya dengan jalur jayid ( hadisnya hasan) dan yang lainnya jalurnya shalih la ba’sa bihi (bisa dijadikan sebagai hujjah -pent) dengan lafadz : “Sepuluh orang dari Kaum Quraisy yang masuk surga …” lalu perawi menyebutkan mereka dengan mendahulukan Nabi shallallahu’alaihi wasallam ,kemudian baru menyebutkan sembilan sahabat diatas, sebagaimana diriwayatkan oleh AlBazzar dalam Musnadnya (1269) dengan jalur sebelumnya (dari Hurr bin Shayyah dari AbdurRahman bin Al Akhnas dari Sa’id bin Zaid), dan juga diriwayatkan oleh AlHumaidi dalam Musnadnya (84) dari jalur Hilal bin Yasaf dari Ibnu Dzholim dari Sa’id bin Zaid bin ‘Amr.

diantara sembilan sahabat tersebut terdapat nama ; Sa’id bin Zaid –radhiyallahu’anhu- dan tidak menyebut nama ; Abu ‘Ubaidah bin AlJarraah, dan disebagian lafadz hadis ini, ia juga disebut namanya, namun lafadz hadis yang paling benar adalah tanpa penyebutan nama Abu Ubaidah .

Dalam hadis lain juga terdapat penyebutan nama Abu Ubaidah yaitu dalam hadis AbdurRahman bin’Auf –radhiyallahu’anhu-. Hadis ini dinilai shahih oleh Ibnu Hibban akan tetapi yang lebih benar adalah hadis ini tidaklah shahih (Silahkan rujuk pada komentar Bukhari dan Tirmidzi tentang hadis ini dalam jami’ Tirmidzi (2748).

 

Penyebutan Abu Ubaidah juga ada dalam hadis riwayat Ath-Thabrani –dengan perawi-perawi tsiqah- namun hadisnya gharib dari segi sanad sebagaimana Ath-Thabrani sendiri menjelaskannya dalam kitabnya (AlMu’jam AlKabir (11/91) dan AlMu’jam AshShaghir (hadis no. 62). Hadisnya dari jalur Hamid bin Yahya AlBalkhi dari Ibnu ‘Uyainah dari Su’air bin Al Khims, dari Habib bin Abi Tsabit dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam. Setelah meriwayatkan hadis ini –dalam kedua kitab beliau tersebut-, AthThabrani berkata ; “Tidak ada yang meriwayatkan hadis ini dari jalur Habib dari Ibnu Umar kecuali Su’air , dan tidak ada yang meriwayatkannya dari Su’air kecuali Sufyan (Ibnu ‘Uyainah), dan hadis dengan jalur ini diriwayatkan secara tafarrud oleh Hamid bin Yahya”.

-wallaahu a’lam-.

2 .No 3992

3 .Tarikh Baghdad (7/137)

4 .Tarikh Baghdad (10/175)

5 .Ash-Shorim AlMaslul (1/591)

6 .Lihat Kitab Jaami’ul ‘Ulum walhikam (2/109) karya Ibnu Rajab rahimahullah dalam syarah hadis Al’irbadh bin Saariyah radhiyallahu’anhu ,beliau telah menukil beberapa hadis dan atsar dari para salaf tentang berdalil dengan apa yang bersumber dari ijtihad para khulafa’ rasyidun terutama yang bersumber dari Abu bakr dan Umar radhiyallahu’anhuma. Juga silahkan merujuk ke kitab Al Furuq karya Al Qarafi rahimahullah.

7 .Pent .: Mereka adalah (Thalhah, Zubair, AbdurRahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, Sa’id bin Zaid, dan Abu Ubaidah)…

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Rakyat Gaza Kembali Diserang, Wahdah Islamiyah Respon Kondisi Terkini dengan Aksi Bela Palestina

MAKASSAR, wahdah.or.id - Menjelang sepuluh hari terakhir Ramadan 1446...

Gagas Perubahan: Pemudi Wahdah Perkuat Kolaborasi Antar Komunitas di Ramadan Talk

MAKASSAR, wahdah.or.id - Sebanyak 70 pemuda perwakilan komunitas, remaja...

Perkokoh Silaturahmi, Safari Ramadan Wahdah Bulukumba Sasar 14 Masjid Binaan di Kecamatan Rilau Ale

BULUKUMBA, wahdah.or.id - Dewan Pengurus Daerah (DPD) Wahdah Islamiyah...

DPW Wahdah Islamiyah Sulteng Gelar Pengajian dan Buka Puasa, Tekankan Peran Dakwah dan Ketahanan Keluarga

PALU, wahdah.or.id - Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Wahdah Islamiyah...