Di antara penyakit kronis yang diderita ummat ini adalah hilangnya cita-cita dari benak mereka. Cita untuk hidup sekaligus mati mulia sesuai dengan tuntunan Allah dan RasulNya. Bahkan ada ungkapan di tengah ummat ini “kita hidup di dunia ini yang biasa-biasa sajalah!” atau “kita hidup berislam yang biasa-biasa sajalah!”. Lalu Apa ukuran “yang biasa-biasa saja”?.
Gambaran kehidupan sehari-hari ummat kita adalah jawabannya. Ukuran yang biasa saja adalah yang sesuai dengan trend yang berhembus. “Tidak usah terlalu fanatik; kita hidup di zaman yang serba transparan dan terbuka; kita jangan terlalu eksklusif”. Akhirnya, gambaran kehidupan yang Islami tenggelam dalam lautan budaya hidup sekularistik. Tidak ada cita-cita di sana!.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal shalih dan bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan agama mereka yang telah diredhaiNya bagi mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap beribadah kepadaKu dan tidak mempersekutukan sesuatupun denganKu” (an-Nur:55).
Inilah janji Allah Ta’ala kepada kita, Ummat Islam. Dia akan memberi dan mengokohkan posisi kita. Janji ini terbayang dalam benak kita seperti sinar harapan yang berkilat menerangi jalan dalam kegelapan pekat yang menyelimuti ummat ini…ummat yang telah berjalan untuk merebut kembali kejayaannya selama kurun waktu yang panjang. Kekhalifahannya yang pernah terbentang mengayomi dan memimpin sebagian besar negara di dunia ini dengan Kitabullah. Akan tetapi, lihatlah realitanya kini, ummat ini meneguk air beracun dari piala kehinaan dan kenistaan.
Kemuliaan dan kejayaan telah berubah menjadi lagu lama yang disenandungkan dan didongengkan oleh anak kecil. Lihatlah tubuh ummat ini masih terkoyak-koyak menjadi negara-negara kecil yang tak berdaya. Yang lainnya menyandang nama negara Islam namun telah dikuasai oleh pemimpin yang sekuler. Meskipun kaya raya, namun semua kekayaannya dikangkangi oleh Yahudi dan Nasrani yang bernaung di bawah ketiak Amerika. Musuh-musuh Islam berebut menyerbu kita, berbagai ideologi dan aliran, teori dan filsafat, organisasi dan yayasan, bangsa dan kerajaan semuanya berpadu memerangi Islam dan kaum Muslimin. Sebagian karena didorong oleh rasa dengki yang terpendam, dan sebagian lagi karena demdam kusumat yang dipendam berabad-abad silam. Kita saksikan pada abad 20 yang lalu pukulan telak telah diarahkan kepada kita; penghancuran khilafah.
Bahkan tidak berhenti sampai di situ, mereka terus mencengkramkan kuku mereka pada otak-otak putra terbaik ummat ini dengan merusak tashawwur (persepsi) mereka tentang Islam. Melalui mereka, musuh-musuh memasukkan ke dalam Islam dan tubuh ummat Islam berbagai paham yang aneh dan asing guna mengaburkan agama ini. Sehingga pada suatu saat nanti, jika kita sadar dan ingin kembali ke pangkuan Islam yang shahih, kita mungkin kembali, tapi bukan ke tempat yang asli. Kita mungkin kembali, tapi kembali pada tempat yang di dalamnya telah bercampur baur dengan kebusukan dan kebaikan. Lalu kaburlah kebenaran Islam itu bagi kita dan sesatlah jalan hidup kita. Pemahaman yang benar tentang din ini akhirnya lenyap dari kita, sebagaimana kekhilafan lenyap dari kita.
Inilah realita kita!, atau katakanlah ujian kita. Kita terperosok ke lubang kehinaan ini, sebelum tipu daya musuh mencampakkan kita ke dalamnya. Tetapi janji Allah terus berlaku bagi kita orang-orang beriman dan beramal shalih. Allah telah mengokohkan posisi generasi salaf shalih, generasi pertama ummat ini, ketika mereka berhasil mengamalkan Islam dan memegang teguh, mendidik pribadi-pribadi dengan kurikulumnya dan menjadikannya sebagai satu-satunya asas dan poros persatuan mereka. Kemudian mereka tampil ke depan untuk berjuang menurut tuntunannya dan membelanya, melalui gerakan yang teratur rapi.
Al-Imam al-Auzaa’i berkata:”Sabarkan dirimu dengan mengikuti sunnah. Berhentilah di tempat kaum dahulu itu berhenti. Katakanlah apa yang mereka katakan, jauhi apa-apa yang mereka jauhi, tempuhlah jalan salafus shalih karena itu akan melapangkan jalanmu, sebagaimana Allah telah melapangkan jalan jalan mereka”
Maka saatnyalah sekarang kita melangkah, beramal dan mendakwahkan Islam ke tengah ummat ini. Tapi sebelum kita mulai, mari kita berhenti sejenak dan belajar.
Belajar tidak mendahului dan melampaui tuntunan Allah dan Rasul-Nya…
Belajar untuk tidak melantangkan suara melebihi suara Nabi…
Belajar membuang egoisme dan seluruh belenggunya dari diri kita…
Belajar mencurakan seluruh perhatian kepada Allah dan agama-Nya…
Jika ini sudah kita mulai, maka kita akan melalui perjalanan ini dengan mudah, insya Allah. Jika ini sudah kita mulai, maka akan mudah pulalah kita memformat diri sesuai dengan sesuai dengan format yang dikehendaki Islam yang murni dan benar, sebagai persiapan untuk berangkat meninggalkan landasan bersama agama ini. “Dan benar-benar Allah akan menolong orang yang menolong agamaNya!” (al-Hajj:40).
Sumber: Mitsaqul ’Amalil Islamy, Dr. Najih Ibrahim