Baru-baru kita dikejutkan dengan berita jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 dan juga bencana gempa bumi. Berbagai komentar dan sikap yang menunjukan rasa sedih dan belasungkawa atas musibah itu. Hal yang wajar ketika kesedihan itu datang, selama masih dalam kontrol dan koridor tuntunan syariat. Islam telah mengajarkan kita adab dan etika ketika mendengarkan suatu musibah, di antara adab-adab tersebut adalah:
1. Mengucapkan kalimat isrtirja’ (Innaa lillahi wa innaa ilaihi rajiun).
“orang-orang yang sabar yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Inna lillahi wainna ilaihi rajiun (sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan kepada Dia jualah kita akan kembali).” [QS. Al Baqarah:156].
2. Meyakini bahwa semua itu adalah takdir Allah, dan Dia berbuat apa saja yang Ia kehendaki.
Rasulullah bersabda: “Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: “Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.” Akan tetapi hendaklah kau katakan: Qodarullah wa maa-syaa-a fa’ala (Ini sudah jadi takdir Allah dan setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi).” [HR Muslim].
3. Ketika melihat musibah itu, baik secara langsung atau melalui media elektronik, memuji Allah yang tidak memberinya musibah tersebut. Rasulullah bersabda: “Siapa yang melihat suatu musibah lalu ia ucapkan: Alhamdulillahilladzi ‘afani mimmabtalaka bihi, wa faddhalani ‘ala katsirin mimman khalaqa tafdhila (Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan aku dari musibah yang menimpamu dan benar-benar memuliakanku dari makhluk lainnya”), maka ia tidak akan tertimpa musibah seperti itu” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
4. Mengirimkan ucapan belasungkawa (takziah) kepada orang yang tertimpa musibah. Misalnya dengan mengucapkan: “Semoga keluarga yang ditinggal dianugerahkan kesabaran”, dan kata-kata semisal yang tujuannya memberikan motivasi agar orang yang tertimpa musibah dapat tegar dan tabah menghadapi musibah tersebut. Dan jika orang yang meninggal dalam musibah tersebut seorang muslim maka didoakan agar diampuni segala dosanya dan dimasukkan ke surga. Adapun jika orang yag meninggal dalam musibah itu non muslim, maka tidak boleh didoakan untuk diampuni dosa-dosanya dan dimasukan ke surga. Karena Allah telah melarang hal tersebut dalam firmanNya:
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam” [QS. At Taubah:113]. Dan ucapan Rasulullah kepada pamannya, Abu Thalib, yang menjadi sebab turunnya ayat di atas: “Demi Allah, aku akan memintakan ampun untuk mu selama aku tidak dilarang”, lalu turunla ayat di atas (sebagai syariat bagi ummatnya). [HR. Bukhari dan Muslim]. Dan sabda beliau: “Aku minta izin kepada Tuhanku untuk memintakan ampun bagi ibuku namun aku tidak diberi izin, dan aku meminta izin untuk menziarahi kuburnya, maka aku diizinkan” [HR. Muslim]. Imam Nawawi berkata: “Adapan menshalati (jenazah) orang kafir dan mendoakan ampun baginya, hukumnya haram menurut Al Qur’an dan Ijma’ (ulama)”. [Al Majmu’: 5/119].
Penulis: Ust. Aswanto Muhammad Takwi, Lc., M.A