Imāmul A’ẓam Abū Ḥanīfah (Serial Biografi Ulama Empat Mazhab)

Date:

Imāmul A’ẓam Abū Ḥanīfah (Serial Biografi Ulama Empat Mazhab)

Pengantar

Setiap zaman punya cerita tersendiri. Dan masing-masing cerita punya tokoh yang memerankan jalannya peristiwa sejarah. Kita mungkin tidak punya kuasa penuh atas segala peristiwa bersejarah, kita hanya bisa ‘mengintervensi’ jalannya cerita. Dan itu membutuhkan peran kita dalam sejarah.

Sejarah adalah cerita masa lalu yang selalu menawarkan harapan masa depan. Ibarat kita memanah, semakin kencang menarik busur ke belakang, makin jauh pula menjangkau kedepan. Orang yang tidak membaca ‘sejarahnya’ akan kesulitan mengimpikan bahkan menyebut ‘masa depannya’. Sekalipun itu dalam mimpi yang terputus-putus.

Surah ar-Rum adalah Surah yang bercerita tentang perang antara Persia dan Romawi. Surah ini Makkiyah, diturunkan disaat kaum muslimin masih terlalu dini, belum diperhitungkan, hanya sebagai ‘penonton’ dibalik dua peradaban besar ini. sebagaimana penonton dibalik perhelatan world cup.

Tetapi siapa yang menyangka. Berlalu 30 tahun kemudian, dua negara adidaya ini sudah menjadi bagian kekuasaan kaum muslimin!

Apa yang Allah ingin ajarkan kita lewat Surah ar-Rum ini?

Bahwa cara memandang masa depan adalah bagian dari paradigma al-Qur’an. Narasi masa depan kita harusnya sesuai pola al-Qur’an. Pola sejarah yang telah bertahun-tahun dibangun oleh para ulama . Masa depan kita adalah sejarah keemasan Islam masa silam. Bagaimana peran tokoh-tokoh Islam baik dari kalangan ulama, cendekiawan maupun mujahid dalam membangun peradaban. Mereka telah memainkan peran mereka. Sejarah biografi mereka adalah sejarah kita hari ini.

Dalam rubrik Biografi Ulama ini, kita akan memulai dari Biografi empat Imam Mazhab sesuai urutan zamannya.

Imam Abū Ḥanīfah: Imāmul A’ẓam

1.      Nama, Nasab dan Kuniyyah

Pengetahuan akan nama adalah salah satu cabang ilmu yang sangat penting. Sekalipun sebutan nama yang masyhur Abū Ḥanīfah, akan tetapi tidak menyurutkan niat kita menelusuri seluk beluk nama lengkapnya, Nu’mān bin Ṡabit bin Zauṭa, Al-Taimī, Al-Kūfī.[1] Salah satu dari Imām empat Mażhab.

Bertemu beberapa sahabat dan disebutkan pula meriwayatkan dari tujuh sahabat. [2] Diantaranya Anas bin Mālik, Jābir Ibnu Abdillāh, Abdullāh Ibnu Unais, Abdullāh Ibnu Abi Aufā, Abdullāh Ibnu Hāriṡ Ibnu Jiz’in al-Zubaidī, Ma’qīl Ibnu Yasār, Ważilu Ibnu al-Asqo’ī, ‘Asiyah bintu ‘Ajradī radiallāhu ‘anhum.  Oleh karenanya adapula menggolongkannya sebagai sigharu al-tabi’in.

Abū Ḥanīfah Nu’mān bin Ṡabit bin Zuṭa –dengan huruf zay yang diḍammahkan dan ṭa difatḥaḥkan- inilah yang masyhūr. Ibnu Al-Syahnah menukil dari gurunya Majduddīn Al-Fairuzzābdi dalam Thabaqāt Al-Ḥanafiyah: bahwa huruf zay difatḥaḥkan dan ṭa juga difatḥaḥkan (jadi bacanya Zauṭa), sebagaimana Sakra. Dahulu Zautha adalah seorang raja dari Bani Taimullāh bin Ṡa’labah.

a.      Nasab Keturunan

Setelah nama, silsilah keturunan memudahkan kita menghubungkan puzzle pengenalan yang lebih lengkap. Imām Al-Żahabī penulis sejarah terkemuka berkata, “Dia seorang Imām, faqīhul millāh (ahli fiqihnya millāh ini). Disebutkan juga bahwa Abū Ḥanīfah adalah keturunan Persia.”[3] Diberi nama Nu’man agar kelak menjadi orang besar seperti Nu’man salah satu Raja Persia. Terjadi perselisihan pendapat tentang daerah asalnya. Sebagaimana kita hari ini, daerah asal adalah pertanyaan penting dalam setiap perkenalan. Ada yang mengatakan dari Kābil. Ahmad al-‘Ijlī mengatakan, Abū Ḥanīfah ‘تَيْمِيٌّ Taimiyyu’.

An-Naḍru Ibnu Muhamad al-Marwazi dari Yahya Ibnu Nadhri berkata, bahwasanya Bapak Abū Ḥanīfah dari Nasā. Menurut riwayat Sulaimān Ibnu Robi’ dari Hāriṡ Ibnu Idrīs, Abū Ḥanīfah asalnya dari Tirmiżi. Sedangkan Abu Abdurrahmān al-Muqri berpendapat Abū Ḥanīfah berasal dari Bābil. [4] Adapula riwayat dari Abu Ja’far bahwasanya Bapak Abū Ḥanīfah berasal dari Ahli Anbār.[5]

Abū Ḥanīfah merupakan keturunan dari keluarga Shaleh. Ayahnya (Ṡabit) berasal dari keturunan Persia sedangkan kakeknya (Zuṭa) berasal dari Kabul, Afganistan.  Suatu waktu Zuṭa bersama anaknya Ṡabit berkunjung, bertemu Ali bin Abi Thalib pun mendo’akan agar kelak keturunan Ṡabit menjadi orang-orang yang utama di zamannya.

Sebagaimana yang disebutkan oleh cucu Abū Ḥanīfah, “Demi Allah, tak pernah ada sejarah perbudakan dalam keluarga kami” kata Ismail bin Hammad. “Kakekku (Ṡabit) pernah menghadap Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ketika masih anak-anak. Beliau mendo’akan kakek beserta keturunannya. Dan kami berharap Allah mengabulkannya”. Berkat do’a do’a yang kuat, banyak keajaiban yang menanti di masa mendatang.

Sirajuddin Al-Hindi menyimpulkan komparasi dari semua riwayat yang ada bahwa kakek beliau berasal dari Kābil, lalu pindah ke Nasā, lalu ke Tirmidz, atau ayahnya dilahirkan di Bābil, lalu dia dibesarkan di Al-Anbār, dan seterusnya.[6]

b.      Nama Kuniyah

Abū Ḥanīfah adalah panggilan dari Nu’man ibnu Ṡabit bin Zauṭa. Ada beberapa riwayat menyebutkan penisbatan kuniyah Abū Ḥanīfah antara lain;

  1. Salah satu anaknya bernama Ḥanīfah, maka Abū Ḥanīfah berarti bapak dari Ḥanīfah.
  2. Tersebutlah Abū Ḥanīfah seorang yang sangat taqwa kepada Allah, punya prinsip yang tidak dapat digoyahkan. Istiqamah, teguh dengan ajaran Islam. Dia tidak akan tergoyahkan dengan bujukan apapun yang diajukan kepadanya, baik itu menguntungkan secara materi terlebih lagi yang dapat merugikan dirinya.

Beliau pernah diusulkan diangkat menjadi pembesar oleh Khalīfah dengan syarat Abū Ḥanīfah harus meninggalkan prinsipnya.

Maka Abū Ḥanīfah lebih memilih dipenjara daripada dia harus meninggalkan prinsipnya. Demikian kuat prinsip dari Imām Abū Ḥanīfah. Tidak menjadi ‘corong’ penguasa demi tunjangan materi.

Sebagaimana Nabi Yusuf yang memilih penjara daripada mengikuti ajakan istri pembesar Mesir kala itu.
Abū Ḥanīfah berarti berasal dari kata Abu yang berarti hamba, dan Ḥanīfah berarti cenderung atau condong berbuat baik dan taat. Dengan demikian Abū Ḥanīfah berarti hamba Allah yang cenderung berbuat kebaikan dan taat kepada Allah.

  1. Karena selalu membawa tinta untuk menulis sehingga dipanggil oleh guru dan teman-temannya dengan sebutan Abū Ḥanīfah. Tinta dalam bahasa Iraq dikenal dengan sebutan Ḥanīfah. Jadi Abū Ḥanīfah adalah kunniyah bukan nama yang berarti Bapaknya Tinta.[7]

Terlepas dari keseluruhan panggilan terhadap Abū Ḥanīfah karena sesuai dengan tingkah laku, perbuatan, ucapan, amalan, dan ketekunannya serta cita-cita luhur yang dia miliki.

Pada mulanya Abū Ḥanīfah telah menekuni ilmu qira’āt, ḥadīs, sastra, nahwu, sya’ir, teologi dan ilmu-ilmu lainnya yang berkembang pada masa itu. Ilmu yang diminatinya adalah teologi, sehingga ia menjadi salah seorang tokoh terpandang dalam ilmu tersebut. Dengan kecerdasan pemikirannya, ia sanggup mematahkan syubhat golongan Khawārij yang doktrin ajarannya sangat menyimpang.

Tidak sedikit ulama menjuluki Abū Ḥanīfah sebagai Imāmul A’ẓam. Gelar ini bisa kita dapatkan dalam kitab Manaqīb Imām Al-A’ẓam Abi Ḥanīfah, Al-Khairāt Al-Hissān fi Manaqīb Al-Imām Al-A’ẓam Abi Ḥanīfah An-Nu’mān, dan lainnya. [ed:sym].

[1] Ahmad Farid, Min ‘Alām al-Salaf

[2] Al-Bidāyah wa al-Nihāyah, jilid 10; (Dārul Fikri: t.t.p.), h. 107.

[3] Al-Żahabī,  Siyar A’lamin Nubalā.

[4] Al-Żahabī,  Siyar A’lamin Nubalā.

[5] Al-Żahabī,  Siyar A’lamin Nubalā

[6] Al-Qadhi Abu Abdillah Husein bin Ali Al-Shimari, Akhbār Abī anīfah.

[7] Ahmad Farid, Min ‘Alām al-Salaf .

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Gagas Perubahan: Pemudi Wahdah Perkuat Kolaborasi Antar Komunitas di Ramadan Talk

MAKASSAR, wahdah.or.id - Sebanyak 70 pemuda perwakilan komunitas, remaja...

Perkokoh Silaturahmi, Safari Ramadan Wahdah Bulukumba Sasar 14 Masjid Binaan di Kecamatan Rilau Ale

BULUKUMBA, wahdah.or.id - Dewan Pengurus Daerah (DPD) Wahdah Islamiyah...

DPW Wahdah Islamiyah Sulteng Gelar Pengajian dan Buka Puasa, Tekankan Peran Dakwah dan Ketahanan Keluarga

PALU, wahdah.or.id - Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Wahdah Islamiyah...

Tebar 100.000 Paket Ifthar: Muslimah Wahdah Islamiyah Berbagi Kebahagiaan di Seluruh Indonesia

MAKASSAR, wahdah.or.id - Muslimah Wahdah Islamiyah kembali menggelar program...