HUKUM UCAPAN SELAMAT DAN MERAYAKAN HARI RAYA NON MUSLIM

Date:

UCAPAN SELAMAT DAN MERAYAKAN HARI RAYA NON MUSLIM

Oleh : Reo Adi Syahputra, S.Si.

(Kepala Sekolah SMAS Ibnu Abbas Wahdah Islamiyah Muna)

Tanya :

Apakah boleh memberikan ucapan selamat hari raya atau yang lainnya kepada orang orang Masihiyun?

Jawab :

Yang benar adalah jika kita mengatakan : Orang-orang nasrani, karena kalimat masihiyun berarti menisbatkan syari’at (yang di bawah Nabi Isa ‘Alaihi Salam) kepada agama mereka, artinya mereka menisbatkan diri mereka kepada Al-Masih Isa bin Maryam ‘Alaihi Salam. Padahal telah diketahui bahwa Isa bin Maryam ‘Alaihi Salam telah membawa kabar gembira untuk Bani Israil dengan (kedatangan) Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasalam.

Allah Ta’ala Ta’ala berfirman, yang artinya : “Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata : `Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)`. Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata : Ini adalah sihir yang nyata” (Ash-Shaff : 6).

Maka jika mereka mengkafiri Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wasalam maka berarti mereka telah mengkafiri Isa ‘Alaihi Salam ; kerena mereka telah menolak kabar gembira yang beliau sampaikan kepada mereka. Dan oleh karena itu kita mensifati mereka dengan apa yang disifatkan Allah Ta’ala atas mereka dalam Al-Qur`an dan dengan apa yang disifatkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam dalam As-Sunnah, dan yang disifatkan oleh para ulama muslimin dengan sifat ini yaitu bahwa mereka adalah nashrani sehingga kita pun mengatakan : Sesungguhnya orang-orang nashrani jika mengkafiri Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wasalam maka sebenarnya mereka telah mengkafiri Isa bin Maryam ‘Alaihi Salam.

Akan tetapi mereka mengatakan : Sesungguhnya Isa bin Maryam telah memberi kabar gembira kepada kami dengan seorang rasul yang akan datang sesudahnya yang namanya Ahmad, sementara yang datang namanya adalah Muhammad. Maka kami menanti (rasul yang bernama) Ahmad, sedangkan Muhammad adalah bukanlah yang dikabar gembirakan oleh Isa. Maka apakah jawaban atas penyimpangan ini?

Jawabannya adalah kita mengatakan bahwa Allah Ta’ala telah berfirman, yang artinya : Maka ketika ia (Muhammad) datang kepada mereka dengan penjelasan-penjelasan. Ayat ini menunjukkan bahwa rasul tersebut telah datang dan apakah telah datang kepada mereka seorang rasul selain Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wasalam setelah Isa? Tentu saja tidak, tidak seorang rasul pun yang datang sesudah Isa selain Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wasalam. Dan berdasarkan ini maka wajiblah atas mereka untuk beriman kepada Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wasalam dan juga kepada Isa ‘Alaihi Salam.

Rasul telah beriman kepada Al-Qur`an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah Ta’ala, Malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya (mereka mengakatan) : `Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya (Al-Baqarah : 285).

Oleh karena itu Nabi Shalallahu ‘Alaihi wasalam bersabda, yang artinya : “Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan bahwa Isa adalah hamba dan utusan Allah“ (Catatan kaki: Bagian dari hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 3435 dalam kitab Ahaditsul Anbiya` bab Qauluhu Ta`ala : Ya Ahal Kitabi La Taghlul Fi Dinikum, dan oleh Muslim no. 28 dalam kitab Al-Iman bab Ad-Dalil `Alaa Inna Man Maata `Alat Tauhiid Dakhalal Jannah Qath`an dari hadits `Ubadah bin Ash-Shamit RadhiAllah Ta’alau ‘Anhu).

Maka tidak sempurna iman kita kecuali dengan beriman kepada Isa dan bahwa beliau adalah hamba dan utusan Allah Ta’ala, sehingga kita tidak mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang nashrani; bahwa ia adalah putra Allah dan tidak (pula mengatakan) bahwa ia adalah Tuhan. Dan kita tidak pula mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh orang yahudi : Bahwa beliau adalah pendusta dan bukan seorang Rasul dari Allah, akan tetapi kita mengatakan bahwa Isa di utus kepada kaumnya dan bahwa syari’at Isa dan nabi-nabi yang lainnya telah dihapus oleh syari’at Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wasalam.

Adapun memberi ucapan selamat hari raya natal dan tahun baru kepada orang-orang nashrani atau hari raya orang yahudi maka ia adalah haram berdasarkan kesepakatan para ulama sebagaimana disebutkan Ibnul Qayyim Rahimahullah dalam kitab Ahkam Ahli Adz-Dzimmah, dan silahkan anda membaca teks tulisan beliau : “Dan adapun memberikan ucapan selamat untuk syi’ar-syi’ar kekufuran yang bersifat khusus maka ia adalah haram secara ijma`, seperti mengucapkan selama untuk hari raya dan puasa mereka dengan mengatakan : “Hari raya yang diberkahi untuk anda”. Maka yang seperti ini kalaupun orang yang mengucapkan selamat dari kekufuran maka perbuatan itu termasuk yang diharamkan. Dan ia sama dengan memberikan selamat untuk sujudnya kepada salib. Bahkan itu lebih besar dosanya dan lebih dimurkai oleh Allah Ta’ala daripada memberikan selamat atas perbuatannya meminum khamr, membunuh, melakukan zina dan yang semacamnya. Dan banyak orang yang tidak memiliki penghormatan terhadap Ad-dien terjatuh dalam hal itu dan ia tidak mengetahui apa yang telah ia lakukan”.

Disalin ulang dari Buku Panduan Kebangkitan Islam, (Judul asli : Ash-Shahwah Al-Islamiyah ; dhawabith wa taujihat), oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah, Darul Haq, cetakan pertama Juli 2002.

Sesungguhnya di antara konsekuensi terpenting dari sikap menyelisihi orang-orang kafir ialah menjauhi syi’ar dan ibadah mereka. Sedangkan syi’ar mereka yang paling besar adalah hari raya mereka, baik yang berkaitan dengan tempat maupun waktu. Maka orang Islam berkewajiban menjauhi dan meninggalkannya.

Ada seorang lelaki yang datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wasalam untuk meminta fatwa karena ia telah bernadzar memotong hewan di Buwanah (nama sebuah tempat), maka Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wasalam menanyakan kepadanya (yang artinya) : “Apakah disana ada berhala, dari berhala-berhala orang Jahiliyah yang disembah” ? Dia menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya, “Apakah di sana tempat dilaksanakannya hari raya dari hari raya mereka” ? Dia menjawab, “Tidak”. Maka Nabi bersabda, “Tepatillah nadzarmu, karena sesungguhnya tidak boleh melaksanakan nadzar dalam maksiat terhadap Allah Ta’ala dalam hal yang tidak dimiliki oleh anak Adam” (HR. Abu Daud).

Hadits diatas menunjukkan, tidak bolehnya menyembelih untuk Allah Ta’ala bertepatan dengan tempat yang digunakan menyembelih untuk selain Allah Ta’ala atau di tempat orang-orang kafir merayakan pesta atau hari raya. Sebab hal itu berarti mengikuti mereka dan menolong mereka di dalam mengagungkan syi’ar-syi’ar mereka dan juga karena menyerupai mereka atau menjadi wasilah yang mengantarkan kepada syirik. Begitu pula ikut merayakan hari raya (hari besar) mereka mengandung wala’ (loyalitas) kepada mereka dan mendukung mereka dalam menghidupkan syi’ar-syi’ar mereka.

Diantara yang dilarang adalah menampakkan rasa gembira pada hari raya mereka, meliburkan pekerjaan (sekolah), memasak makanan-makanan sehubungan dengan hari raya mereka (kini kebanyakan berpesiar, berlibur ke tempat wisata, konser, acara musik, diakhiri mabuk-mabukan atau perzinaan). Dan diantaranya lagi ialah mempergunakan kalender Masehi, karena hal itu menghidupkan kenangan terhadap hari raya Natal bagi mereka. Karena itu para shahabat menggunakan kalender Hijriyah sebagai gantinya.

Wallahu ‘Alam. Bersama kita menghindari hari raya selain hari raya dari orang muslim.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Wahdah Islamiyah Papua Barat Gelar Bekam Gratis, Jamaah Sambut dengan Antusias

MANOKWARI, wahdah.or.id — Dewan Pengurus Wilayah Wahdah Islamiyah (DPW...

Perkuat Kaderisasi Luar Negeri, Bidang I Gelar Liqa Maftuh Bersama DPLN Wahdah Arab Saudi

ARAB SAUDI, wahdah.or.id — Dewan Perwakilan Luar Negeri (DPLN)...

MUI Bahas Boikot dan Dampaknya, Ust. Zaitun: Masalah yang Kita Hadapi Sekarang adalah Persoalan Kemanusiaan

JAKARTA, wahdah.or.id - Fatwa boikot terhadap produk-produk yang terafiliasi...