Seorang muslim dibolehkan untuk melakukan ta’ziyah kekeluarga orang yang wafat dalam keadaan kafir atau musyrik bila mereka kafir dzimmi (yang berada dalam naungan negeri islam) atau mu’aahid (yang terikat akad perjanjian damai dengan negeri islam), dan bukan termasuk orang kafir yang memerangi umat islam (jenis kafir harbiy). Hal ini merupakan pendapat banyak ulama termasuk Imam Syafi’i –dinukil dalam Al-Majmu’: 5/275-, dan Abu Hanifah –dinukil dalam Hasyiah Ibnu ‘Abidin: 3/140-. Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Boleh bagi seorang muslim untuk melakukan ta’ziyah kepada kafir dzimmi karena kematian kerabatnya yang juga kafir dzimmiy…”. (Raudhah Al-Thalibin: 2/145).
Dalil kebolehannya adalah dalil umum dari hadis Anas radhiyallahu’anhu: “Dahulu ada seorang anak Yahudi yang membantu Nabi. Suatu ketika si anak ini sakit. Rasulullah menengoknya. Beliau duduk di dekat kepalanya, dan berkata, “Masuklah ke dalam Islam.” Anak tersebut memandang bapaknya yang hadir di dekatnya. Bapaknya berkata,”Patuhilah (perkataan) Abul Qasim,” maka anak itupun masuk Islam. Setelah itu Nabi keluar seraya berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak itu dari siksa neraka.” (HR. al-Bukhari: 1356).
Hanya saja dalam berta’ziyah kepada keluarga orang yang wafat dalam kondisi kafir atau musyrik, kita tidak boleh mendoakan baginya ampunan dan rahmat di alam kubur karena doa ini khusus diperuntukkan bagi seorang yang wafat dalam keadaan muslim, adapun orang yang mati dalam keadaan kafir/musyrik maka tidak didoakan rahmat dan ampunan, sebagaimana dalam ayat:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
Artinya: Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) Jahim. (at-Taubah: 113)
Akan tetapi boleh mendoakan keluarganya tersebut agar bersabar, dan mendapatkan petunjuk dan hidayah dari Allah ta’ala. Juga dalam proses ta’ziyah ini hendaknya diniatkan untuk dakwah dengan menampakkan kemuliaan dan akhlak islami, sehingga dengannya mereka dapat tertarik dengan agama islam atau aqidah yang shahih. Tujuan dan maslahat baik inilah yang didorong oleh Komite Fatwa Arab Saudi dalam Fatawa mereka (9/132) ketika seorang muslim menta’ziyah orang kafir atau musyrik.
Dari sini, dapat disimpulkan bahwa kebolehan berta’ziyah pada keluarga orang wafat dalam kondisi kafir/musyrik ini dibolehkan dengan beberapa syarat:
1.Orang kafir atau musyrik tersebut adalah kafir dzimmi (yang berada dalam naungan negeri islam) atau mu’aahid (yang terikat akad perjanjian damai dengan negeri islam), dan bukan termasuk orang kafir yang memerangi umat islam (jenis kafir harbiy).
2.Tidak boleh mendoakan rahmat dan ampunan bagi si mayit yang kafir atau musyrik tersebut.
Catatan: Sebagian ulama berpendapat tidak bolehnya melakukan ta’ziyah ini kepada orang kafir, namun yang paling benar adalah kebolehannya sebagaimana disebutkan diatas, tentunya dengan syarat-syarat yang juga telah disebutkan diatas.
Wallaahu a’lam.
Oleh Ustad Maulana La Eda, Lc. Hafizhahullah
Terimakasih yah informasinya, membantu banget untuk orang awam seperti saya