Apakah seorang wanita berdosa jika ia mencukur rambutnya dan memotong kukunya serta membersihkan semuanya pada masa haid? Dan apakah wajib baginya mencuci rambut dan kuku tersebut sebelum dipotong?
Jazakumullah khair.
JAWABAN:
Alhamdulillah.
Ini adalah problem yang dialami oleh banyak wanita, yaitu hukum memotong rambut, kuku dan semacamnya yang tergolong dalam sunah fitrah (kebersihan) pada masa haid, masalah ini merebak ditengah masyarakat disebabkan karena tersebarnya keyakinan yang keliru di tengah mereka, yaitu anggapan bahwa bagian tubuh yang terpisah akan kembali kepada pemiliknya pada hari kiamat kelak, maka ketika mereka menghilangkannya dengan cara dipotong ataupun dicukur dalam kondisi berhadas besar seperti junub, haid atau nifas maka bagian tubuh yang telah terpisah itu akan kembali kepadanya pada hari kiamat dalam kondisi najis, dan ini adalah keyakinan dan prasangka yang keliru dan salah.
Syekh Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang memotong kukunya atau kumisnya atau menyisir rambutnya (kemudian rontok) dalam kondisi junub, apakah ia akan mendapatkan masalah? dan sebagian dari penanya mengatakan: “Apabila seseorang dalam kondisi junub kemudian mencukur rambutnya atau memotong kukunya maka bagian-bagian tubuh yang telah terpotong tersebut akan kembali padanya di hari kiamat, dan dia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan membawa sisa-sisa dari junub yang kadarnya sesuai dengan bagian tubuh yang telah ia potong, dan pada setiap rambut terdapat bagian dari junub, apakah informasi itu benar atau keliru?”.
Maka beliau rahimahullah menjawab: “Telah valid hadis dari Nabi Muhammad ṣalallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Hużaifah dan Abu Hurairah raḍiyallahu ‘anhumā bahwasanya Rasulullah ṣalallahu ‘alaihi wasallam tatkala disebutkan padanya tentang junub maka beliau bersabda:
إِنَّ المؤمِنَ لَا يَنْجُسُ
Artinya:“sesungguhnya seorang mukmin tidak najis”.
Dan dalam riwayat al-Hakim terdapat tambahan,
حَيًّا وَلَا مَيتًا
Artinya:“Dalam keadaan hidup maupun mati”.
Dan saya tidak menemukan dalil syar’i yang memakruhkan seseorang yang sedang dalam kondisi junub untuk mencukur rambut dan memotong kukunya, bahkan Nabi Muhammad ṣalallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda kepada orang yang baru masuk Islam,
أَلْقِ عَنكَ شَعْرَ الكُفرِ وَاختَتِن
Artinya:”Cukurlah rambut-rambutmu (yang tumbuh ketika engkau dalam keadaan kufur) dan berkhitanlah”. HR. Abu Daud (356) dan dinilai hasan oleh syekh Albani dalam kitab Irwaul Galīl (1/120).
Rasulullah ṣalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada orang yang baru masuk Islam tersebut agar segera mandi dan beliau tidak memerintahkan kepadanya agar menunda khitan dan mencukur rambut setelah selesai mandi, maka perkataan Rasullah ṣalallahu ‘alaihi wasallam yang mutlak mengandung isyarat bolehnya memilih antara dua perkara (mencukur rambut dan khitan terlebih dahulu atau mandi terlebih dahulu), dan memerintahkan wanita-wanita haid agar menyisir rambutnya ketika mandi, padahal aktifitas menyisir rambut berpotensi menyebabkan sebagian rambut rontok. Selesai ucapan Ibnu Taimiyah.
Sebagaimana dalam kitab “Majmū‘u al-Fatāwā” (21/120-121).
Ibnu Taimiyah mengisyaratkan kepada hadits ‘Aisyah raḍiyallahu ‘anhā ketika beliau dalam kondisi haid pada saat haji wada’, Rasulullah ṣalallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya,
انْقُضِي رَأْسَكِ وَامْتَشِطِي وَأَهِلِّي بِالْحَجِّ وَدَعِي الْعُمْرَةَ
Artinya:”Bukalah gelung rambutmu dan sisirlah (ketika mandi), kemudian berniatlah (berihram) untuk haji dan tinggalkanlah umrah”. HR. Imam Bukhari (1556) Imam Muslim (1211).
Dan biasanya ketika seseorang menyisir rambutnya ada saja beberapa rambut yang rontok, namun Rasulullah ṣalallahu ‘alaihi wasallam tetap mengizinkan bagi orang yang sedang muhrim dan haid untuk menyisir rambutnya.
Para ulama Syāfi’iyah menyebutkan dalam kitab “Tuhfatul Muhtaj” (4/56),
النَّصُّ عَلَى أَنَّ الْحَائِضَ تَأْخُذُهَا
“Ada nas yang mengizinkan wanita haid boleh mengambilnya”.
Maksudnya boleh memotong kuku, rambut kemaluan, dan bulu ketiak.
Yang dimaksud nas diatas adalah pernyataan dalam mazhab.
Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah di dalam program Nūr ‘Ala al-Darb pernah ditanya,
Saya pernah mendengar informasi bahwa menyisir rambut, memotong kuku dan mandi adalah aktifitas yang tidak diperbolehkan bagi wanita haid, apakah hal itu benar atau tidak?.
Maka beliau rahimahullah menjawab:”hal ini tidak benar, wanita haid boleh memotong kukunya, menyisir rambutnya dan dia juga boleh mandi junub, contohnya seperti ketika ia mimpi basah sedangkan dia dalam kondisi haid maka dia boleh mandi junub, atau dia bercumbu dengan suaminya (tidak sampai jimak) sampai klimaks, maka dia juga boleh mandi junub. Oleh karena itu; informasi yang tersebar di kalangan beberapa wanita bahwa mereka tidak boleh mandi, menyisir rambut, merapikan rambut kepala dan memotong kukunya ketika masa haid; tidak ada dalilnya dari syariat sepanjang yang saya ketahui”. Wallahu a’lam.
Sumber:
https://islamqa.info/ar/answers/101285
Alih bahasa: Al-Farid Marjan
Mahasiswa Universitas al-Amir Sattam, Kharj, Saudi Arabiya.