Hukum Mencicipi Makanan selama tidak Masuk dalam Kerongkongan.
Dari Ibnu ‘Abbas k, ia mengatakan,
لاَ بَأْسَ أَنْ يَذُوْقَ الخَلَّ أَوْ الشَّيْءَ مَا لَمْ يَدْخُلْ حَلْقَهُ وَهُوَ صَائِمٌ.
“Tidak mengapa seseorang yang sedang berpuasa mencicipi cuka atau sesuatu, selama tidak masuk sampai ke kerongkongan.(HR Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf 2/304. Syaikh Al-Albani dalam Irwa’ no. 937 mengatakan bahwa riwayat ini hasan)”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah r mengatakan, “Mencicipi makanan dimakruhkan jika tidak ada hajat, namun tidak membatalkan puasa. Sedangkan jika ada hajat, maka dibolehkan sebagaimana berkumur-kumur ketika berpuasa.(Majmu’ Al-Fatawa, 25/266-267)”
Yang termasuk dalam mencicipi adalah mengunyah makanan untuk suatu kebutuhan seperti membantu mengunyah makanan untuk si kecil.
‘Abdur Razaq r dalam Mushannaf-nya membawakan Bab ‘Seorang wanita mengunyah makanan untuk anaknya sedangkan dia dalam keadaan berpuasa dan dia mencicipi sesuatu darinya‘. ‘Abdur Razaq r membawakan beberapa riwayat di antaranya dari Yunus, dari Al-Hasan Al-Bashri, ia berkata,
رَأَيْتُهُ يَمْضَغُ لِلصَّبِي طَعَامًا وَهُوَ صَائِمٌ يَمْضَغُهُ ثُمَّ يُخْرِجُهُ مِنْ فِيْهِ يَضَعَهُ فِي فَمِ الصَّبِي.
“Aku melihat Yunus mengunyah makanan untuk anak kecil -sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa-. Beliau mengunyah kemudian beliau mengeluarkan hasil kunyahannya tersebut dari mulutnya, lalu diberikan pada mulut anak kecil tersebut.(HR ‘Abdur Razaq dalam Mushannafnya (4/207).)”