Di antara kondisi dianjurkan membaca isti’adzah atau doa perlindungan diri kepada Allah Ta’ala dari setan adalah ketika menguap. Meskipun tidak ada hadis shahih dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam tentang hal ini, namun telah shahih bahwa menguap merupakan hal yang bersumber dari setan, sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam:
التثاؤب من الشيطان، فإذا تثاءب أحدكم فليرده ما استطاع، فإن أحدكم إذا قال: ها، ضحك الشيطان
Artinya: “Menguap itu berasal dari setan. Bila salah seorang di antara kamu menguap, hendaknya ia menahannya semampunya, sebab bila seseorang menguap hingga keluar suara “haaah”, maka setan akan tertawa.” (HR Bukhari: 3289 dan Muslim: 2994)
Bila ia benar berasal dari setan, maka tentu disunahkan untuk membaca isti’adzah ini tatkala menguap meskipun tidak ada dalil khusus untuk itu, karena telah ditunjukkan oleh keumuman makna ayat:
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (AS Al-A’raaf: 200)
Ayat ini mengandung pemahaman masyru’nya bacaan isti’adzah ketika setan mendekati manusia dengan membisikkan godaan-godaan buruk, atau ketika masuknya seorang manusia pada tempat yang kemungkinan besar menjadi tempat setan seperti tempat kotor atau najis, atau padang sahara yang luas dan menakutkan, meskipun tidak ada dalil khusus tentang hal tersebut. Hal ini termasuk pula tatkala menguap yang merupakan kondisi di mana setan tengah berada dekat manusia.
Juga diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu bahwa ia berkata:
«التثاؤب في الصلاة والعطاس من الشيطان، فتعوذوا بالله منه»
Artinya: “Menguap dalam shalat dan bersin bersumber dari setan, maka berlindunglah kepada Allah darinya (ketika terjadi).” (Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf (7985), dari jalur Yazid bin Abi Dzhabyan, dan ia adalah rawi yang daif).
Namun, secara umum berlindung kepada Allah dengan membaca isti’adzah tatkala ada setan, atau tatkala merasakan kehadirannya adalah perkara yang masyru’.
Adapun pendapat yang menyatakan tidak masyru’nya mengucapkan isti’adzah tatkala menguap maka dengan alasan bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam telah menjelaskan bahwa menguap bersumber dari setan, lalu beliau memerintahkan agar ia ditahan semampunya, dan sama sekali beliau tidak menganjurkan membaca isti’adzah, padahal dalam kondisi lain beliau memerintahkan Usman bin Abil-‘Ash radhiyallahu’anhu untuk membaca isti’adzah tatkala merasakan gangguan setan dalam shalat.
Hal ini bisa dijawab bahwa sunahnya membaca isti’adzah tatkala menguap ini sama halnya dengan sunahnya membaca ucapan “Alhamdulillah (segala puji bagi Allah)” secara khusus tanpa zikir-zikir lain tatkala seseorang mendapatkan berbagai nikmat dan karunia; sebab di antara bentuk rasa syukur terhadap adanya nikmat tersebut adalah memuji Allah Ta’ala yang menganugrahkannya. Sehingga seorang mukmin tidak perlu mencari dalil khusus sunahnya ucapan “Alhamdulillah” secara khusus pada setiap mendapatkan karunia tertentu, sebagaimana ia juga tidak perlu mencari dalil khusus sunahnya membaca isti’adzah tatkala ia berada dekat dengan setan, karena Allah Ta’ala telah menyebutkannya secara umum dalam ayat:
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (AS Al-A’raaf: 200). Wallaahu a’lam.
(Diringkas dari At-Tafsir wa Al-Bayan – Ath-Tharifi: 1342-1345).
Oleh Maulana la Eda, Lc, MA