Assalamualaikum, maaf sy mau bertanya.
Saya saat ini berada di bitung sulawesi utara yang kebanyakan masyarakat disini beragama nasrani. Kebetulan saya dapat proyek disini. Kemarin ada mertua teman satu kantor saya yang beragama nasrani meninggal dunia. bolehkah seorang muslim untuk pergi melayat untuk sekedar memperlihatkan simpati dan ikut berbela sungkawa atas meninggalkannya saudara yg tidak seagama dengan kita,,,? Mohon jawabannya.
abu – bitung

Assalamu’alaikum warahmatullah,
Saya ingin bertanya, apakah benar kita sebagai muslim, tidak boleh melayat ke kerabat non muslim, bagaimana hukumnya?
Terima kasih
arvi – bogor

Jawaban:

Alhamdulillah washolatu wasslamu ala rasulillah waba’du :
Permasalahan ini ada beberapa rincian :

Yang pertama : apabila yang ditakziyah adalah nashrani atas kematian keluarganya yang muslim.
Hukumnya : adalah boleh saja karena yang meninggal adalah muslim sehingga dia masuk kedalam keumuman sabda nabi shallallahu alaihi wasallam :
“Kewajiban seorang muslim atas muslim lainnya ada 5 “. (HR.Muslim,No.2162,kitab Assalam,Hal.1034) Salah satu diantaranya yang disebutkan dalam hadits tersebut adalah : menghadiri jenazahnya.

Kedua : apabila yang ditakziyah adalah muslim atas kematian keluarganya yang non muslim.
Maka yang ini hukumnya juga boleh berdasarkan keumuman sabda nabi shallallahu alaihi wasallam
)المسلم أخو المسلم)
“seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya”(HR.Bukhori,No.2442, Kitab Al Madzholim wal Ghodhob, Hal.323)
Dan diantara kewajiban seorang muslim terhadap muslim lainnya adalah meringankan bebannya ketika ia berada dalam kesusahan atau tertimpa musibah.
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda : “
من نفس عن مؤمن كربة من كرب الدنيا، نفس الله عنه كربة من كرب يوم القيامة
“Barang siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang m’min dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya di hari kiamat.”(HR.Muslim,No.2699,Kitab aDzikr waddua wattaubah walistighfar, Hal.1242).

Namun dalam hal ini tidak boleh dia mendoakan keluarganya yang nashrani yang telah meninggal. Dan sebagian ulama bahkan melarang untuk mengikuti jenazahnya. Berkata Syekh Utsaimin : “ tidak boleh seorang muslim mengikuti jenazah seorang kafir karena di dalamnya terdapat pemuliaan terhadapnya dan orang yang kafir tidak berhak mendapatkan pemulian”.(Lihat : As Syarhul Mumti’ ‘ala Zadil Mustaqni’,Cetakan : Daru Ibnul jauzi,vol.5,Hal.271).  dan Pendapat Syekh Utsaimin ini juga merupakan pendapat Ibnu Taimiyah di Dalam Kitab Majmu Fatawa (lihat : Majmu Fatawa,Cet: Mujamma’ Al Malik Fahd,vol.24,Hal.265)

Yang ketiga : apabila yang ditakziyah adalah nashrani atas kematian keluarganya yang nashrani.
Maka persoalan ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama kita. dan Syekh Al Utsaimin setelah menyebutkan khilaf ulama dalam permasalahan ini berkata : “Jika didalam takziyah terdapat maslahat seprti mengharapkan keislaman keluarganya atau mencegah keburukan-keburukan dari mereka yang yang tidak bisa diwujudkan kecuali dengan takziyah maka takziyah dalam hal ini hukumnya boleh akan tetapi kalau tidak maka hukumnya menjadi haram. Dan pendapat yang paling rajih adalah apabila dalam takziyah terdapat penguatan dan pemuliaan terhadap mereka maka hukumya haram dan bila tidak maka dilihat kepada ada atau tidaknya maslahat yang diharapkan.” (lihat: Majmu’ Fatawa warasail As Syekh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, Cet: Darul Wathan,vol.17, Hal. 353).

Sebagian ulama yang lain membolehkan ta’ziyah selama dia bukan kafir yang memerangi islam. berkata Imam An Nawawi : “dan dibolehkan bagi seorang muslim untuk mentakziyah kafir dzimmi atas kematian keluarganya yang juga dzimmi”.(Lihat: Raudhotuttholibin,cet: Daru Alam Al Kutub,vol.1,Hal.664).
Dan pendapat yang terakhir ini adalah pendapat yang dipilih oleh syekh Al Albani (Lihat: Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Muyassarah,Vol.4, Hal.185)
dan pendapat ini menurut kami –wallahu a’lam- pendapat yang paling kuat dengan beberapa alasan (dalil) :

Pertama : Keumuman Firman Allah subhanahu wata’ala yang menganjurkan untuk berbuat ihsan (baik) kepada orang kafir selama ia tidak memerangi islam.
Allah subhanahu wata’ala berfirman : “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah : 8).
dan melayat merupakan salah satu diantara perbuatan baik.

Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya Allah subhanahu wata’aala memerintahkan berbuat ihsan(baik) kepada segala sesuatu”.(HR.Muslim,No.1955, Kitab As Shoid wadzzbaih,Hal.940-941).  Dan di dalam riwayat lain : “kepada segala makhluk”.(Lihat : Jamiul Ulum wal Hikam,vol.1,Hal.426) Ibnu Rajab ketika mengomentari Hadits ini berkata : “oleh karena itu hadits ini merupakan dalil yang mewajibkan berbuat ihsan. Dan Allah ta’ala juga telah memerintahkannya dalam firman-Nya : ( sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat adil dan berbuat ihsan), dan firman-Nya : dan berbuat ihsanlah sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat ihsan).(Lihat: Jamiul Ulum wal Hikam,cet: Darussalam, vol.1,Hal.427).

Berkata Syekh Abdul Karim Al Khudhoir : “Oleh karena itu Allah Jalla wa ‘ala menakdirkannya (berbuat baik/ihsan) dan mensyariatkannya serta mewajibkannya terhadap segala sesuatu yaitu : disegala perkara; dalam hal muamalah seseorang dengan dirinya sendiri, dengan Tuhannya, dengan makhluk lain, dengan anak-anaknya,dengan istrinya, dengan kedua orang tuanya, dengan tetangganya, dengan keluarganya, dengan seluruh manusia dia harus berbuat ihsan terhadap mereka.(Lihat: Syarah Al Arbain An Nawawiyah,vol.12,Hal.5).

Kedua : perbuatan nabi shallahu alaihi wasallah yang pernah menjenguk seorang yahudi yang sedang sakit, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik adalah seorang anak Yahudi yang senantiasa membantu Nabi shallallahu alaihi wasallam sedang sakit, maka nabi Nabi shallallahu alaihi wasallam menjenguknya dan duduk di dekat kepalanya dan berkata : “masuklah kedalam islam kemudian ia menatap kebapaknya yang ada disisinya, dan bapaknya berkata : taatilah Abul Qosim shallallahu alaihi wasallam, maka iapun masuk islam, lalu Nabi shallallahu walihi wasallam meninggalkannya dan berkata : segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka”. (HR.Bukhori,No.1356,Kitab Al Janaiz, Hal.182). Dan hadits ini merupakan dalil yang dipakai oleh Imam Ahmad dalam salah satu diantara dua riwayat yang berbeda dari beliau, yaitu riwayat yang mengatakan bahwa boleh menta’ziyah kafir dzimmi (Lihat: Al Mughni,Cet: Dar Alam Al Kutub, vol.3,Hal.486) .

Adapun bentuk kesamaan antara menjenguk orang sakit dengan melayat (mentakziyah) adalah keduanya merupakan bentuk penguatan(hiburan) terhadap hati keluarga yang dilanda kesedihan atas kedua musibah tersebut sehingga ketika menjenguk boleh maka melayat pun menjadi boleh dan tentunya dalam batas-batas yang dibenarkan secara syar’i dan tidak ada kemungkaran di dalamnya.

Ketiga : dengan melayatnya seorang muslim terhadap orang kafir apalagi kalau yang berduka adalah kerabat atau temannya maka diharapkan bisa menggugah hati keluarganya dengan melihat akhlak muslim tersebut sehingga tertarik untuk masuk islam.

Jadi kesimpulannya boleh saja melayat seorang non muslim berdasarkan keterangan-keterangan yang kami sebutkan di atas.
Dan sepatutnya seorang muslim ketika melakukan hal tersebut meniatkan untuk berdakwa dan mengajak keluarga yang berduka agar memeluk agama islam.
Wallahu ta’ala a’lam

Dijawab oleh ust Rustang Arizal, Lc M.A.
(Alumni S1 Fakultas Syariah Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud Riyadh LIPIA dan S2 Jurusan Fiqh dan Ushul Fiqh MEDIU Malaysia)

————–

Buat anda yang ingin konsultasi masalah agama islam, silahkan ke  https://wahdah.or.id/konsultasi-agama/

 

Artikulli paraprakBakSos, Bentuk Silaturahim DPD WI Depok
Artikulli tjetërDPW Wahdah Islamiyah D.I. Yogyakarta menggelar Daurah Manajemen dan Mukerwil 2017

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini